Modifikasi perilaku merupakan salah satu teknik
pengubah perilaku yang paling populer dikalangan para pendidik maupun psikolog.
Menurut Wolpe (1973) modifikasi perilaku adalah penerapan
prnsip-prinsip belajar yang telah teruji secara eksperimental untuk mengubah
perilaku yang tidak adaptif atau kebiasaan-kebiasaan yang tidak adaptif
dilemahkan bahkan dihilangkan serta perilaku adaptif dimunculkan dan
dikembangkan. Dengan melakukan penguatan perilaku adaptif serta menghilangkan
perilaku maladaptif melalui sebah hukuman (punishment) yang dilakukan agar
perubahan perilaku seseorang dapat dilakukan secara tepat dan lagi benar. Sedangkan
untuk tujuan modifikasi perilaku itu sendiri memiliki tujuan utama untuk
mengubah perilaku seseorang atau indibisu kearah yang lebih baik dan lebih
positif tentunya.
Asesmen atau penilaian
merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai apa saja yang telah
dipelajari oleh siswa dan bagaimana tingkat keberhasilan siswa mempelajarinya
(Abidin, 2014). Tingkat keberhasilan
atau hasil pembelajaran ini akan menjadi bahan pengambilan keputusan untuk
memperbaiki proses belajar. Asesmen
dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai hasil belajar peserta didik dalam
mencapai sebuah kompetensi dasar ( Uno dan Koni, 2012 ). Penilaian hasil belajar peserta didik dalam
kurikulum 2013 mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian hasil belajar pada kompetensi
keterampilan dapat menggunakan asesmen kinerja.
1.
Bagaimana
assesmen?
2.
Bagaimana
pengertian anak kesulitan belajar dan anak berbakat?
3.
Bagaimana
assesmen penetapan perilaku menyimpang dominan pada anak kesulitan belajar dan
anak berbakat?
4.
Bagaimana
contoh assesmen untuk anak kesulitan belajar dan anak berbakat?
1.
Mengetahui
pengertian assesmen
2.
Mengetahui
pengertian anak kesulitan belajar dan anak berbakat
3.
Mengetahui
assesmen penetapan perilaku menyimpang dominan pada anak kesulitan belajar dan
anak berbakat
4.
Mengetahui
contoh assesmen untuk anak kesulitan belajar dan anak berbakat
A.
Asesmen
1. Pengertian
Asesmen
Asesmen merupakan proses mendokumentasi, melalui
proses pengukuran, pengetahuan, keterampilan, sikap, dan keyakinan peserta
didik. Dapat dinyatakan pula bahwa asesmen merupakan sistematik untuk
memperoleh informasi tentang apa yang diketahui, dilakukan, dan dikerjakan oleh
peserta didik. Berikut disajikan beberapa pengertian asesmen yang disampaikan
oleh pakar asesmen pembelajaran:
a.
Khan,
Hardas, dan Ma (2005) menyatakan bahwa asesmen merupakan proses
mendokumentasikan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan keyakinan.
b.
NAEYC
(1990) menyatakan bahwa asesmen merupakan proses pengamatan, pencatatan dan
selanjutnya pendokumentasian pekerjaan yang dikerjakan peserta didik dan
cara-cara peserta didik mengerjakannya, untuk dijadikan sebagai dasar dari
berbagai pembuatan keputusan pendidikan yang mempengaruhi anak.
c.
Dodge
dan Bickart (1994) menyatakan bahwa asesmen merupakan proses memperoleh
informasi tentang anak untuk membuat keputusan tentang pendidikannya.
d.
Hills
(1992) menyatakan bahwa asesmen terdiri atas tahap pengumpulan data tentang
perkembangan dan belajar peserta didik, menentukan kebermaknaan tujuan program,
memadukan informasi kedalam perencanaan program, dan mengkomunikasikan temuan
kepada orang tua dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Dari keempat pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
assasmen merupakan Metode dan alat asesmen meliputi: observasi, asesmen amndiri
oleh pesertadidik, tugas praktek harian, contoh hasil pekerjaan peserta didik,
tes tertulis, skala penilaian, proyek, laporan tertulis, review kinerja, dan
asesmen portofolio. Kinerja peserta didik dinilai dari informasi yang
dikumpulkan melalui kegiatan asesmen, pendidik menggunakan pemahamannya,
pengetahuan tentang belajar, dan pengalaman peserta didik, kemudian
membandingkannya dengan criteria yang telah dirumuskan dalam membuat penilaian
mengenai kinerja peserta didik berkenaan dengan hasil belajaryang telah
ditetapkan.
Evaluasi memiliki kesamaan dengan asesmen, asesmen
biasanya berkaitan dengan prestasi belajar peserta didik. Dalam pemakaian yang
lebih sempit, asesmen disamakan dengan ujian, sedangkan dalam pemakaian yang lebih
luas, asesmen disamakan dengan evaluasi. Oleh karena itu evaluasi pendidikan
biasanya meliputi asesmen hasil belajar peserta didik. Evaluasi memiliki tujuan
untuk mengetahui sikap peserta didik, kesadaran karir, kepekaan budaya, praktek
pembelajaran, kurikulum, personel sekolah, dan sebagainya.
Beberapa pratisi pendidikan ada yang menggunakan kedua
istilah tersebut secara bergantian, namun ada pula yang memandang berbeda,
yakni isi evaluasi dipandang lebih luas dibandingkan dengan asesmen karena
evaluasi berkaitan dengan pembuatan keputusan tentang nilai atau harga dari
suatu objek. Asesmen dipandang sebagai proses pengukuran terhadap suatu
karakteristik tertentu, seperti deskripsi tujuan, sementara evaluasi dipandang
sebagai proses pengukuran terhadap suatu karakteristik dan penentuan nilai atau
harga suatu objek. Shepard (1994) membedakan antara istilah asesmen dengan tes,
walaupun secara teknis keduanya memiliki makna yang sama. Dia menyatakan tes
sebagai kegiatan pengukuran tradisional, pengukuran pra akademik dan
perkembangan anak yang tidak standar, dan menggunakan istilah asesemen yang
mengacu pada proses pengamatan dan penilaian anak yang sesuai dengan
perkembangan anak.
Perbedaan lain berkaitan dengan objek yang dikaji.
Asesmen biasanya berkaitan dengan peserta didik. Dalam pemakaian yan paling
sempit, asesmen disamakan dengan ujian. Dalam pemakaian yang paling luas,
asesmen digunakan secara bergantian dengan evaluasi. Evaluasi kegiatan
pendidikan dapat menggunakan asesmen hasil belajarpeserta didik namun dalam
skala yang lebih luas. Evaluasi dapat mencakup tujuan seperti sikap peserta
didik, kesadaran karir peserta didik, kepekaan kultural,
praktik mengajar, dan sebagainya.
2.
Tujuan
Asesmen
Tujuan Asesmen
yang ingin dicapai terkait dengan dilakukan asesmen di sekolah, khususnya bagi
anak-anak berkebutuhan khusus. Terkait dengan waktunya Slavia dkk (2010)
menjelaskan adanya lima tujuan dilaksanakannya asesmen bagi anak birkebutuhan
khusus, yaitu:
a. Penyaring
kemampuan anak, yaitu untuk mengetahui kemampuan anak pada setiap aspek,
misalnya bagaimana kemampuan bahasa, kognitif, kemampuan gerak, atau
penyesuaian dirinya,
b. Pengklasifikasian,
penempatan, dan penentuan program,
c. Penentuan
arah dan tujuan pendidikan, ini terkait dengan perbedaan klasifikasi berat
ringannya kelainan yang disandang seorang anak, yang berdampak pada perbedaan
tujuan pendidikannnya,
d. Pengembangan
program pendidikan yang diindividualkan yang sering dikenal sebagai individualized educational program,
yaitu suatu program pendidikan yang dirancang khusus secara individu untuk
anak-anak berkebutuhan khusus,
e. Penentuan
strategi, lingkungan belajar, dan evaluasi pembelajaran
3.
Langkah-Langkah
Asesmen
Sebagai suatu
aktivitas yang sistematik dan berkelanjutan, sudah barang tentu asesmen perlu
dilakukan sesuai dengan prosedur yang baik, agar dengan begitu hasil yang
dicapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Adanya beberap faktor yang terkait dengan pelaksanaan
asesmen juga harus dipertimbangkan secara seksama. Secara lebih spesifik Mercer
& Mercer (1989:38) menjelaskan adanya beberapa langkah yang dilakukan dalam
asesmen anak berkebutuhan khusus di sekolah, yaitu:
a. Menentukan
cakupan dan tahapan keterampilan yang akan diajarkan. Agar pelaksanaan asesmen
dapat dilakukan secara efektif, maka seyogyanya guru terlebih dahulu memahami
tahapan kompetensi pembelajaran siswa dalam bidang pembelajaran tertentu. Ini
penting dilakukan untuk mengetahui dengan jelas keterampilan-keterampilan apa
yang telah dikuasai siswa. Secara teknik guru dapat melakukannya melalui
analisis tugas dalam kegitan pembelajaran di sekolah.
b. Menetapkan
perilaku yang akan diases. Asesmen perilaku diawali dari tahapan yang paling
umum menuju tahapan yang khusus. Perilaku umum menunjuk pada rentang kompetensi
siswa dalam penguasaan materi kurikulum, misalnya pada mata pelajaran bahasa
mencakup kompetensi dasar untuk semua aspek bahasa. Sedang yang khusus, mungkin
hanya pada aspek membaca saja.
c. Memilih
aktivitas evaluasi, guru harus mempertimbangkan aktivitas yang akan dilakukan itu
untuk evaluasi dalam rentang kompetensi umum, atau kompetensi khusus. Evaluasi
kompetensi umum, lazimnya dilakukan secara periodik (semester), sedang untuk
kompetensi khusus sebaiknya dilakukan secara formatif dan berkesinambungan.
d. Pengorganisasian
alat evaluasi. Hal ini perlu dilakukan berkenaan dengan evaluasi pendahuluan,
yang mencakup; identifikasi masalah, pencatatan bentuk-bentuk kesalahan yang
terjadi, dan evaluasi keterampilan-keterampilan tertentu. Setelah evaluasi awal
dilakukan, selanjutnya ditentukan tujuan dan strategi pembelajaran, serta
implementasi dan pemantuan kemajuan belajar siswa.
e. Pencatatan
kinerja siswa. Ada dua hal mengenai kinerja siswa yang harus dicatat guru,
yaitu kinerja siswa pada pelaksanaan tugas sehari-hari, dan penguasaan
keterampilan secara keseluruhan, yang umumnya dicacat pada laporan kemajuan
belajar siswa.
f. Penentuan
tujuan pembelajaran khusus untuk jangka pendek dan jangka panjang. Di sini guru
perlu merumuskan tujuan pembelajaran khusus bagi anak dalam jangka pendek
secara spesifik, misalnya dalam aspek membaca atau mengeja dalam pelajaran
bahasa, tetapi harus tetap berkontribusi dalam tujuan jangka panjang.
4.
Teknik
Pelaksanaan Asesmen
Terdapat beberapa
teknik atau metode yang dapat dilakukan dalam upaya pelaksanaan asesmen untuk
anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah (dasar). Beberapa diantara yang dapat
dijelaskan di sini adalah melalui observasi, tes formal dan informal, dan
wawancara, dengan didukung beberapa instrumen seperti checklist ataupun skala
penilaian.
a. Observasi,
merupakan pengamatan yang dilakukan secara seksama terhadap aktivitas belajar
siswa, seperti cara pelajar, kinerja, perilaku, ataupun kompetensi yang
dicapai.
b. Tes
formal, sesungguhnya merupakan merupakan suatu bentuk tes yang telah
terstandarkan, yang memiliki acuan norma ataupun acuan patokan dengan tolok
ukur yang telah ditetapkan. Tes demikian umumnya dikembangkan secara global,
oleh para ahli dibidangnya. Dalam konteks asesmen pendidikan anak-anak
berkebutuhan khusus, sesungguhnya kurang cocok untuk dilakukan, jika dilihat
dari tujuannya yang sangat spesifik, dan mencakup persoalan-persoalan
pendidikan yang unik, yang dihadapi siswa berkebutuhan khusus secara
individual.
c. Tes
informal. Suatu jenis tes yang sangat bermanfaat dan sangat sesuai untuk
memperoleh informasi tentang berbagai hal yang berkenaan dengan kompetensi dan
kemajuan belajar anak berkebutuhan khusus. Tes informal umumnya dipersiapkan
dan disusun sendiri oleh guru, serta digunakan secara intensif untuk mengetahui
kompetensi-kompetensi khusus pada anak. Dalam kaitannya dengan asesmen, ada
beberapa bentuk yang sering digunakan, yaitu checklist, tes buatan sendiri,
ataupun berupa cloze
d. Wawancara,
atau interview untuk memperoleh informasi dengan sasaran utama orangtua,
keluarga, guru di sekolah ataupun teman sepermainan.
B.
Pengertian Anak Kesulitan
Belajar dan Anak Berbakat
1. Anak
Kesulitan Belajar
a. Pengertian
Anak Kesulitan Belajar
Secara harfiah kesulitan belajar merupakan terjemahan
dari Bahasa Inggris “Learning Disability” yang berarti ketidakmampuan
belajar. Kata disability diterjemahkan ”kesulitan” untuk memberikan kesan
optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk belajar. Istilah lain learning
disabilities adalah learning difficulties dan learning differences. Ketiga
istilah tersebut memiliki nuansa pengertian yang berbeda. Di satu pihak,
penggunaan istilah learning differences lebih bernada positif, namun di pihak
lain istilah learning disabilities lebih menggambarkan kondisi faktualnya.
Untuk menghindari bias dan perbedaan rujukan, maka digunakan istilah Kesulitan
Belajar. Berikut ini beberapa definisi mengenai kesulitan belajar.
a. Hammill,
et al., (1981)
Kesulitan belajar adalah beragam bentuk kesulitan yang
nyata dalam aktivitas mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar,
dan/atau dalam berhitung. Gangguan tersebut berupa gangguan intrinsik yang
diduga karena adanya disfungsi sistem saraf pusat. Kesulitan belajar bisa
terjadi bersamaan dengan gangguan lain (misalnya gangguan sensoris, hambatan
sosial, dan emosional) dan pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya atau
proses pembelajaran yang tidak sesuai). Gangguan-gangguan eksternal tersebut
tidak menjadi faktor penyebab kondisi kesulitan belajar, walaupun menjadi
faktor yang memperburuk kondisi kesulitan belajar yang sudah ada.
b. ACCALD
(Association Committee for Children and Adult Learning Disabilities) dalam
Lovitt, (1989)
Kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis
yang diduga bersumber dari masalah neurologis, yang mengganggu perkembangan
kemampuan mengintegrasikan dan kemampuan bahasa verbal atau nonverbal. Individu
berkesulitan belajar memiliki inteligensi tergolong rata-rata atau di atas
rata-rata dan memiliki cukup kesempatan untuk belajar. Mereka tidak memiliki
gangguan sistem sensoris.
c. NJCLD
(National Joint Committee of Learning Disabilities) dalam Lerner, (2000)
Kesulitan belajar adalah istilah umum untuk berbagai
jenis kesulitan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung.
Kondisi ini bukan karena kecacatan fisik atau mental, bukan juga karena
pengaruh faktor lingkungan, melainkan karena faktor kesulitan dari dalam
individu itu sendiri saat mempersepsi dan melakukan pemrosesan informasi
terhadap objek yang diinderainya.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar
merupakan beragam gangguan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan
berhitung karena faktor internal individu itu sendiri, yaitu disfungsi minimal
otak. Kesulitan belajar bukan disebabkan oleh faktor eksternal berupa
lingkungan, sosial, budaya, fasilitas belajar, dan lain-lain.
b. Karasteristik
Kesulitan Belajar
Mencermati definisi dan uraian di atas tampak bahwa
kondisi kesulitan belajar memiliki beberapa karakteristik utama, yaitu:
1. Gangguan Internal
Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor
internal, yaitu yang berasal dari dalam anak itu sendiri. Anak ini mengalami
gangguan pemusatan perhatian, sehingga kemampuan perseptualnya terhambat.
Kemampuan perseptual yang terhambat tersebut meliputi persepsi visual (proses
pemahaman terhadap objek yang dilihat), persepsi auditoris (proses pemahaman
terhadap objek yang didengar) maupun persepsi taktil-kinestetis (proses
pemahaman terhadap objek yang diraba dan digerakkan). Faktor-faktor internal
tersebut menjadi penyebab kesulitan belajar, bukan faktor eksternal (yang
berasal dari luar anak), seperti faktor lingkungan keluarga, budaya, fasilitas,
dan lain-lain.
2. Kesenjangan antara Potensi dan Prestasi
Anak berkesulitan belajar memiliki potensi
kecerdasan/inteligensi normal, bahkan beberapa diantaranya di atas rata-rata.
Namun demikian, pada kenyataannya mereka memiliki prestasi akademik yang
rendah. Dengan demikian, mereka memiliki kesenjangan yang nyata antara potensi
dan prestasi yang ditampilkannya. Kesenjangan ini biasanya terjadi pada kemampuan
belajar akademik yang spesifik, yaitu pada kemampuan membaca (disleksia),
menulis (disgrafia), atau berhitung (diskalkulia).
3. Tidak Adanya Gangguan Fisik dan/atau Mental
Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak
memiliki gangguan fisik dan/atau mental. Kondisi kesulitan belajar berbeda
dengan kondisi masalah belajar berikut ini:
a. Tunagrahita
(Mental Retardation)
Anak
tunagrahita memiliki inteligensi antara 50-70. Kondisi tersebut menghambat
prestasi akademik dan adaptasi sosialnya yang bersifat menetap.
b. Lamban
Belajar (Slow Learner)
Slow
learner adalah anak yang memiliki keterbatasan potensi kecerdasan, sehingga
proses belajarnya menjadi lamban. Tingkat kecerdasan mereka sedikit di bawah
rata-rata dengan IQ antara 80-90. Kelambanan belajar mereka merata pada semua
mata pelajaran. Slow learner disebut anak border line (”ambang batas”), yaitu
berada di antara kategori kecerdasan rata-rata dan kategori mental retardation
(tunagrahita)
c. Problem
Belajar (Learning Problem)
Anak
dengan problem belajar (bermasalah dalam belajar) adalah anak yang mengalami
hambatan belajar karena faktor eksternal. Faktor eksternal tersebut berupa
kondisi lingkungan keluarga, fasilitas belajar di rumah atau di sekolah, dan
lain sebagainya. Kondisi ini bersifat temporer/sementara dan mempengaruhi
prestasi belajar.
2. Anak
Berbakat
a. Pengertian
Anak Berbakat
Terdapat berbagai macam pengertian gifted yang
dikemukakan oleh banyak tokoh, berikut pengertian gifted dari beberapa tokoh
yang terkemuka:
1. Renzuli
"Anak
berbakat merupakan satu interaksi diantara tiga sifat dasar manusia yang
menyatu, ikatan terdiri dari kemampuan umum dengan tingkatnya di atas kemampuan
rata - rata, komitmen yang tinggi terhadap tugas-tugas dan kreativitas yang
tinggi. Gifted adalah anak yang memiliki kecakapan dalam mengembangkan gabungan
ketiga sifat ini dan mengaplikasikan dalam setiap tindakan yang bernilai.
Anak-anak yang mampu mewujudkan ketiga sifat itu di masyarakat memperoleh
kesempatan pendidikan yang luas dan pelayanan yang berbeda dengan program-program
pengajaran yang reguler (Swssing, 1985).
2. Tirtonegoro
Gifted adalah suatu termologi bagi individu yang
mempunyai IQ atau tingkat kecerdasan lebih dari normal, IQ-nya antara 125-140.
Di samping itu mempunyai bakat yang istimewa yang menonjol dalam bidang seni
musik, drama, ketrampilan dan keahlian dalam memimpin” (Tirtonegoro,33).
3. P.
Marland (1972) (Komisi Pendidikan AS, Sidney)
Gifted adalah anak yang memiliki kemampuan luar biasa.
Mereka menghendaki program pendidikan yang sesuai atau layanan melebihi
sebagaimana diberikan secara normal oleh program sekolah regular, sehingga
dapat merealisasikan kontribusi secara bermakna bagi diri dan masyarakatnya.
Potensi
kecerdasan berhubungan dengan kemampuan intelektual, sedangkan bakat tidak
hanya terbatas pada kemampuan intelektual. Proses mengidentifikasi anak cerdas
istimewa dilakukan dengan menggunakan pendekatan multi dimensional. Artinya,
kriteria yang digunakan lebih dari satu (bukan sekedar intelegensi). Batasan
yang digunakan adalah anak yang memiliki dimensi kemampuan umum pada taraf
cerdas ditetapkan skor IQ 130 ke atas dengan pengukuran menggunakan Skala
Wechsler.
b. Karekteristik
Anak Berbakat
Anak berbakat memiliki ciri-ciri atau gejala
tersendiri, terlihat sejak bayi. Akan tetapi kita tidak boleh terburu-buru
dalam menyatakan apakah anak tersebut berbakat ataukah tidak, terutama apabila
anak tersebut masih berusia di bawah 3 tahun. Pada usia tersebut, orangtua
cukup mengumpulkan data dari setiap tahap tumbuh kembangnya. Apabila data-data
yang didapat mengarah pada gejala anak berbakat, yaitu berupa loncatan
perkembangan kognitif, maka orangtua memerlukan partner ahli khusus yang
mendalami tentang keterbakatan.
Karakteristik
anak berbakat usia 4-6 tahun menurut
Alja de Bruin-de Boer (dalam Tri Harjaningrum, et al, 2007:134) antara
lain :
1.
Motoriknya
berkembang dengan sangat baik. Pada umumnya pada usia yang masih sangat muda
anak-anak ini memiliki perkembangan motorik yang lebih baik dari anak
seusianya. Mereka duduk dan berjalan lebih dulu dari teman sebayanya, dan
meskipun masih muda mereka dapat bermain dengan material-material yang kecil.
2.
Penggunaan
bahasa yang sangat baik. Sebagian dari anak berbakat memiliki perkembangan
bicara dan bahasa yang sangat cepat, akan tetapi sebagian lagi mengalami keterlambatan
bicara dan lambat laun ia akan segera menyusul ketertinggalannya. Kosakata
rumit yang baru didengar sekali dalam waktu lain ketika mereka menggunakannya
maka mereka akan tepat dalam menggunakan kosa kata tersebut.
3.
Sangat
mandiri. Orang tua melaporkan bahwa anak-anak berbakat ini sejak masih kecil
sekali sudah ingin melakukan segala hal sendiri. Makan sendiri, memakai baju
sendiri, dsb.
4.
Memiliki
energi yang luar biasa dan sangat banyak gerak. Anak-anak tersebut bagai anak
yang tidak pernah lelah. Sejak masih kecil mereka membenci
pengulangan-pengulangan. Mereka memiliki begitu banyak interest dan selalu
bertanya. Jika pertanyaan mereka terjawab maka jawaban tersebut berbuntut pada
pertanyaan baru. Sebagian dari anak berbakat tidak mau segera menerima pendapat
orang lain tanpa melakukan percobaan sendiri.
5.
Perhatian
pembicaraan ke masalah spesifik. Cerita-cerita para orang tua tentang anaknya
di usia 2-2,5 tahun yang sangat sering adalah cerita tentang merek-merek dan
tipe mobil.
6.
Sangat
cepat akan pemahaman dan logika analisis. Anak-anak yang memiliki loncatan
perkembangan pada usia sangat dini memiliki memori yang sangat baik, dan
memiliki kemampuan dalam menghubungkan kejadian satu dengan lainnya, di mana
anak-anak lain masih belum mampu.
7.
Memiliki
kreativitas dalam bermain. Anak-anak berbakat sejak masih kecil sudah bisa
melakukann permainan fantasi. Apabila dibandingkan dengan teman seusianya,
mereka anak lebih dahulu dapat bermain dalam peran dan mampu bermain dalam
suatu konflik yang sangat detail.
8.
Lebih
cepat belajar membaca dan berhitung. Melalui kemampuan pengenalan, pertanyaan
yang diajukannya, daya ingat yang sangatbaik, anak-anak berbakat aan lebih
cepat belajar membaca dan berhitung. Dengan begitu ia akan belajar huruf-huruf
melalui permainan.
C.
Asesmen Penetapan Perilaku
Menyimpang Dominan Anak Kesulitan Belajar dan Anak Berbakat
1. Anak
Kesulitan Belajar
a. Masalah
bahasa (language problems)
Voget mengatakan (1975) bahwasannya anak –anak yang
tidak dapat membaca dengan baik disekolah mempunyai kesulitan bahasa.Terrell
percaya, bila anak –anak dengan hambatan bahasa masuk sekolah, kesulitan
belajar mereka dapat dikurangi dengan menekankan pada bacaan dan akuisi dan
kemampuan akademis lainnya.
Masalah-masalah bahasa seringkali menyangkut kesulitan
dalam mengatur bahasa untuk mendapatkan komunikasi yang efektif. Anak-anak yang
seperti ini sering diseut dengan sebutan “backward” artinya terbelakang ,atau
seperti “baby talk” berbicara seperti bayi.
b. Masalah
perhatian dan aktivitas (attention and activity problems)
Anak-anak yang masih kecil
tidak dapat diharapkan memfokuskan perhatiannya pada suatu benda, peristiwa atau
orang dalam waktu yang lama. Anak-anak sekolah taman
kanak-kanak biasanya masih belajar untuk “mengabaikan” informasi.guru yang
efektif harus memiliki kepekaan terhadap anak-anak. Sebagian anak yang
terus-menerus tidak dapat memusatkan perhatian akan dianggap mempunyai
masalah-masalah perhatian (attention problem).
c. Masalah
daya ingat
Dalam penelitian Swanson (1990) melakukan test
terhadap kemampuan memeori anak , mereka bisa membedakan antara anak yang
mempunyai hambatan belajar dan yang tidak.berkurangnya fungsi memory pada anak
yang mengalami hambatan belajar berkaitan dengan tidak adanya strategi memory
yang efektif.
d. Masalah
kognisi (cognitive problems)
Anak-anak berkesulitan belajar sering memunculkan
sikap di dalam kelas yang menunjukkan kurang kemampuan dalam menganalisis,
membuat perencanaan dan pengaturan dalam suatu masalah.
e. Masalah
sosial dan emosi (social dan emotional problems)
Kesulitan yang memungkinkan lainnya bagi
masalah-masalah sosial dan emosi yang dihadapi anak berkesulitan. Mereka salh
menafsirkan kimunikasi emosional dan sosial dari orang lain. Mereka juga tidak
memahami dampak dari sikapnya sendiri pada orang lain.
2. Anak
Berbakat
a) Kepemilikan: Remaja berbakat pada saat yang sama
"memiliki" tetapi juga mempertanyakan validitas dan realitas
kemampuan yang mereka miliki. Sementara dalam banyak kasus bakat mereka telah
diketahui sejak usia dini, tetapi keraguan tentang ketepatan identifikasinya
dan obyektivitas dari orang tua atau guru terus melekat (Delisle &
Galbraith, 1987; Galbraith, 1983). Konflik yang timbul, baik ringan maupun
parah, perlu diatasi dengan memperoleh "kepemilikan" yang lebih
matang dan rasa tanggung jawab pada anak berbakat itu. Tekanan lain yang sering
dialami siswa berbakat adalah perasaan bahwa karena mereka telah dianugerahi
banyak sekali kelebihan, maka mereka dituntut untuk memberi banyak pula. Sering
tersirat seolah-olah kemampuan mereka itu milik orang tuanya, guru-gurunya dan
masyarakatnya.
b) Dissonansi: Dari pengakuan mereka sendiri, remaja berbakat
sering merasa seperti orang perfeksionis (ingin selalu sempurna). Mereka telah
terbiasa menetapkan standar yang tinggi, berharap dapat melakukan hal-hal yang
di luar jangkauan kemampuannya. Karena sejak masa kanak-kanak selalu
berkeinginan melakukan tugas-tugas berat secara sempurna, maka hal itu menjadi
kebiasaan yang bertumpuk pada masa remaja. Tidak jarang bagi remaja berbakat
mengalami dissonansi antara apa yang sesungguhnya mereka lakukan dengan
kualitas hasil pekerjaan yang mereka harapkan. Sering kali dissonansi yang
dipersepsi oleh anak remaja itu jauh lebih besar daripada apa yang disadari
oleh orang tua atau gurunya.
c) Ambil Resiko: Remaja berbakat tampaknya lebih sadar akan dampak
kegiatan-kegiatan tertentu, baik yang positif maupun negatif. Mereka mampu
mengukur keuntungan dan kerugian secara pasti dari berbagai kesempatan yang ada
dan mampu menimbang berbagai alternatifnya. Oleh karenanya, bila mereka merasa
bahwa tidak memiliki ketangkasan dan kecerdasan yang memadai, maka mereka
menolak melakukan kegiatan-kegiatan yang mengandung beban resiko di mana tingkat keberhasilan yang tinggi
kurang dapat diprediksi dan pencapaian dengan standar yang lebih rendah kurang
dapat diterima di mata mereka. Kebutuhan mereka untuk menjaga kontrol pribadi
agar tetap berada di dalam lingkaran pengaruh sehingga hubungan yang penuh
tantangan, pelajaran dan guru yang penuh tuntutan, atau persaingan yang keras tidak
dapat masuk tanpa kontrol pribadinya.
d) Melawan Ekspektasi: Delisle (1985), mengemukakan bahwa
"perbendaharaan" ekspektasi remaja berbakat itu harus melawan arus
keinginan dan tuntutan orang lain. Semakin besar bakat anak itu, akan semakin
besar pula ekspektasi dan upaya campur tangan dari pihak luar. Remaja berbakat
terus-menerus melaporkan adanya desakan yang sangat kuat dari guru, teman, dan
bahkan juga orang tua yang kurang peka, hingga mereka tiba pada titik keraguan
dan keputusasaan. Berperilaku sebagaimana layaknya seorang remaja sementara
juga terus-menerus berusaha membuktikan keunggulannya di kelas atau di kalangan
teman-temannya secara signifikan akan menguras energinya untuk melaksanakan
tugas perkembangannya yang normal dalam melakukan penyesuaian diri, sehingga
sering kali dia menjadi frustrasi dan mengasingkan diri.
e) Ketidaksabaran: Siswa berbakat dapat kehilangan kesabarannya dalam
mencari solusi untuk masalah-masalah yang sulit, mengembangkan persahabatan
yang memuaskan, dan dalam memilih alternatif yang sulit tetapi paling cepat
untuk mengambil keputusan-keputusan yang kompleks. Kecenderungan untuk
mengambil keputusan-keputusan yang impulsif, ditambah dengan bakat yang luar
biasa, dapat membuat remaja muda itu tidak bertoleransi terhadap
situasi-situasi yang ambigu dan tak terpecahkan. Ketidaksabaran mereka karena
tidak adanya jawaban yang memuaskan, tidak adanya opsi atau keputusan yang
jelas akan membuatnya bergantung pada perasaan kebijaksanaannya yang belum
matang. Rasa marah dan kecewa yang timbul akibat gagalnya mencapai pemecahan
yang cepat itu akan sangat sulit diatasi, terutama bila teman-teman sebayanya
mencemoohkan kegagalan tersebut.
f) Identitas Prematur: Tampaknya bahwa beban yang ditanggung remaja
berbakat dalam memenuhi tantangan ekspektasi, toleransinya yang rendah terhadap
ambiguitas, dan akibat tekanan dari berbagai pihak, semuanya merupakan
pendorong baginya untuk mencapai identitas seperti orang dewasa secara terlalu
dini, suatu tahap perkembangan yang normalnya dicapai setelah orang berusia 21
tahun. Mereka mungkin akan mencapai tahap pemilihan karir secara prematur yang
akan memotong kompas dalam menuju krisis dan pemecahan identitas dengan proses
yang normal.
D.
Asesmen Instrumen
1. Contoh Anak Berbakat
INSTRUMEN IDENTIFIKASI
DINI
ANAK DENGAN HAMBATAN
BELAJAR SPESIFIK
|
Petuntuk:
1.
Berikan tanda cek (√) pada
pilihan Ya jika indikasi yang diamati
muncul/ tampak
2.
Berikan tanda cek (√) pada
pilihan Tidak jika indikasi yang diamati
tidak muncul/ tidak tampak
NO
|
KONDISI
|
YA
|
TIDAK
|
KETERANGAN
|
1
|
Kesulitan
Membaca
1.
Sulit membedakan huruf yang terdengar sama
|
|
|
|
2.
Sulit membaca kata yang berakhiran huruf mati
|
|
|
|
|
3.
Sulit membaca kalimat yang panjang
|
|
|
|
|
2
|
Kesulitan Menulis
1.
Sulit menulis rapi (tidak lurus garis)
|
|
|
|
2.
Menulis kaku
|
|
|
|
|
3
|
Kesulitan Berhitung
1.
Sulit membedakan angka yang terlihat sama
|
|
|
|
2.
Sulit menjumlahkan, mengurangkan, mengalikan dan membagi angka
dengan jumlah besar
|
|
|
|
|
3.
Mengalami kesulitan dalam matematika praktis (jual beli sederhana)
|
|
|
|
Sidoarjo, Februari 2019
Pemeriksa,
___________________
2.
Contoh Asesmen Anak Kesulitan Belajar
INSTRUMENT
ASESMEN ANAK KESULITAN BELAJAR
IDENTITAS
ANAK
1. Nama
Anak :
…………………………………………
2. Jenis
Kelamin :………………………………………….
3. Tempat/tgl.lahir :
…………………………………………
4. Pendidikan :
…………………………………………
5. Alamat :
…………………………………………
6. Status :
anak ke…….dari……bersaudara
7. Kondisi Umum Anak : …………………………………………
8. Catatan :
…………………………………………
………………………………………….
…………………………………………
IDENTITAS
ORANG TUA
Identitas
|
Ayah
|
Ibu
|
1. Nama
|
||
2. Tempat/tgl.lahir
|
||
3. Pendidikan
|
||
4. Pekerjaan
|
||
5. Agama
|
||
6. Alamat
|
||
7. Catatan
|
INSTRUMEN
ANAK KESULITAN MEMBACA
No
|
Kompetensi
Dasar
|
Hasil
Penilaian
|
||
Baik
|
Cukup
|
Kurang
|
||
1
|
Anak mampu mengenal huruf
|
|||
2
|
Anak mengenal bentuk huruf
|
|||
3
|
Anak mampu menyebut huruf A-Z
secara berurut
|
|||
4
|
Anak mengucapkan huruf dengan
benar
|
|||
5
|
Anak membaca dengan mengeja
|
|||
6
|
Mengenal bunyi vokal
|
|||
7
|
Mengenal bunyi konsonan
|
|||
8
|
Anak dapat menyebutkan beberapa
kata yang diminta
|
|||
9
|
Anak mampu membaca satu kalimat
|
|||
10
|
Anak mampu membaca sepintas
|
|||
11
|
Apakah anak mengeja banyak yang
salah
|
|||
12
|
Apakah anak lambat dalam membaca
|
|||
13
|
Anak dapat membaca cepat
|
|||
14
|
Apakah anak membaca cepat tapi
banyak yang salah
|
INSTRUMEN
ANAK KESULITAN MENULIS
No
|
Kompetensi
Dasar
|
Hasil
Penilaian
|
||
Baik
|
Cukup
|
Kurang
|
||
1
|
Anak dapat memegang alat tulis
|
|||
2
|
Anak mampu menggerakan alat tulis
ke atas ke bawah
|
|||
3
|
Anak mampu menggerakan alat tulis
ke kanan ke kiri
|
|||
4
|
Anak mampu menggerakan alat tulis
melingkar
|
|||
5
|
Anak mampu menulis huruf dengan
lurus
|
|||
6
|
Apakah anak mampu menyalin huruf
|
|||
7
|
Apakah anak mampu menulis namanya
sendiri
|
|||
8
|
Anak mampu menulis kata/kalimat
yang diminta
|
|||
9
|
Anak mengenal huruf besar &
kecil pada alphabet
|
|||
10
|
Anak mampu membedakan huruf
seperti: b-d-p-q, dll
|
|||
11
|
Anak mampu menghubungkan
titik-titik
|
|||
12
|
Anak dapat menulis tegak
bersambung
|
INSTRUMEN
ANAK KESULITAN BERHITUNG
No
|
Kompetensi
Dasar
|
Hasil
Penilaian
|
||
Baik
|
Cukup
|
Kurang
|
||
1
|
Anak mengenal bentuk angka 0…….9
dengan urut
|
|||
2
|
Anak memahami besar kecil angka
|
|||
3
|
Anak mengenal tanda-tanda hitung
(+,-,x,:,=,>,<,%)
|
|||
4
|
Anak mampu mengoprasionalkan
bilangan
|
|||
5
|
Anak mampu menulis bilangan yang
diminta
|
|||
6
|
Anak memahami bentuk bilangan satuan, belasan, puluhan,
ratusan, dsb
|
3. Contoh Anak Berbakat
INSTRUMEN ASESMEN ANAK
BERBAKAT
|
Petuntuk:
1.
Berikan tanda cek (√) pada
pilihan Ya jika indikasi yang diamati
muncul/ tampak
2.
Berikan tanda cek (√) pada
pilihan Tidak jika indikasi yang diamati
tidak muncul/ tidak tampak
NO
|
INDIKASI
|
YA
|
TIDAK
|
KETERANGAN
|
1
|
Memiliki
kemampuan luar biasa dalam bidang (Sains dan Matematika, Olahraga, Seni)
sejak kecil
|
|
|
|
2
|
Memiliki
tanggung jawab tinggi terhadap bakatnya
|
|
|
|
3
|
Peka
terhadap perubahan/keadaan dalam bidang yang disukai
|
|
|
|
4
|
Fanatik
terhadap bidang tertentu
|
|
|
|
5
|
Selalu
berupaya meningkatkan kualitas terkait bidang yang diminati
|
|
|
|
6
|
Memiliki
wawasan dan komprehensif terhadap bidang yang diminati
|
|
|
|
7
|
Selalu
tidak puas dengan hasil yang dicapai
|
|
|
|
8
|
Menetapkan
standar tinggi dalam bidang yang diminati
|
|
|
|
9
|
Konsisten
menekuni profesi dalam bidang yang diminati
|
|
|
|
10
|
Rela
berkorban dalam memperjuangkan keberhasilan dalam bidang yang diminati
|
|
|
|
11
|
Memiliki
inisiatif tinggi dalam mengembangkan pada bidang yang diminati
|
|
|
|
12
|
Senang
mencoba hal-hal yang baru terkait bidang yang diminati
|
|
|
|
13
|
Berperilaku
terarah pada tujuan
|
|
|
|
14
|
Memiliki
keterampilan yang lebih oada bidang yang diminati
|
|
|
|
15
|
Gemar
mengoleksi benda-benda/karya terkait bidang yang diminati
|
|
|
|
16
|
Memiliki
rasa ingin tahu tinggi
|
|
|
|
17
|
Memiliki
energi yang kuat
|
|
|
|
18
|
Memiliki
kebiasaan menemukan ide-ide dan solusi pada bidang yang diminati
|
|
|
|
19
|
Memiliki
kesadaran yang tinggi pada penyesuaian perubahan
|
|
|
|
20
|
Terampil
dalam mengerjakan/menjalankan tugas dalam bidang yang diminati
|
|
|
|
21
|
Memiliki
sikap positif terhadap bidang yang diminati
|
|
|
|
22
|
Memiliki
pengetahuan yang luas pada bidang yang diminati
|
|
|
|
Sidoarjo, Februari 2019
Pemeriksa,
- Kesimpulan
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa assasmen merupakan Metode dan alat
asesmen meliputi: observasi, asesmen amndiri oleh pesertadidik, tugas praktek
harian, contoh hasil pekerjaan peserta didik, tes tertulis, skala penilaian,
proyek, laporan tertulis, review kinerja, dan asesmen portofolio. Kinerja
peserta didik dinilai dari informasi yang dikumpulkan melalui kegiatan asesmen,
pendidik menggunakan pemahamannya, pengetahuan tentang belajar, dan pengalaman
peserta didik, kemudian membandingkannya dengan criteria yang telah dirumuskan
dalam membuat penilaian mengenai kinerja peserta didik berkenaan dengan hasil
belajaryang telah ditetapkan.
Asesmen atau penilaian merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai apa saja yang telah dipelajari oleh siswa dan bagaimana
tingkat keberhasilan siswa mempelajarinya (Abidin, 2014). Tingkat keberhasilan atau hasil pembelajaran
ini akan menjadi bahan pengambilan keputusan untuk memperbaiki proses belajar.