Selasa, 14 Mei 2019

ASESSMEN ANAK KESULITAN BELAJAR DAN ANAK BERBAKAT




Modifikasi perilaku merupakan salah satu teknik pengubah perilaku yang paling populer dikalangan para pendidik maupun psikolog. Menurut Wolpe (1973) modifikasi perilaku adalah penerapan prnsip-prinsip belajar yang telah teruji secara eksperimental untuk mengubah perilaku yang tidak adaptif atau kebiasaan-kebiasaan yang tidak adaptif dilemahkan bahkan dihilangkan serta perilaku adaptif dimunculkan dan dikembangkan. Dengan melakukan penguatan perilaku adaptif serta menghilangkan perilaku maladaptif melalui sebah hukuman (punishment) yang dilakukan agar perubahan perilaku seseorang dapat dilakukan secara tepat dan lagi benar. Sedangkan untuk tujuan modifikasi perilaku itu sendiri memiliki tujuan utama untuk mengubah perilaku seseorang atau indibisu kearah yang lebih baik dan lebih positif tentunya.
Asesmen atau penilaian merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai apa saja yang telah dipelajari oleh siswa dan bagaimana tingkat keberhasilan siswa mempelajarinya (Abidin, 2014).  Tingkat keberhasilan atau hasil pembelajaran ini akan menjadi bahan pengambilan keputusan untuk memperbaiki proses belajar.  Asesmen dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai hasil belajar peserta didik dalam mencapai sebuah kompetensi dasar ( Uno dan Koni, 2012 ).  Penilaian hasil belajar peserta didik dalam kurikulum 2013 mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.  Penilaian hasil belajar pada kompetensi keterampilan dapat menggunakan asesmen kinerja.

1.      Bagaimana assesmen?
2.      Bagaimana pengertian anak kesulitan belajar dan anak berbakat?
3.      Bagaimana assesmen penetapan perilaku menyimpang dominan pada anak kesulitan belajar dan anak berbakat?
4.      Bagaimana contoh assesmen untuk anak kesulitan belajar dan anak berbakat?


1.      Mengetahui pengertian assesmen
2.      Mengetahui pengertian anak kesulitan belajar dan anak berbakat
3.      Mengetahui assesmen penetapan perilaku menyimpang dominan pada anak kesulitan belajar dan anak berbakat
4.      Mengetahui contoh assesmen untuk anak kesulitan belajar dan anak berbakat

A.       Asesmen

1.      Pengertian Asesmen
Asesmen merupakan proses mendokumentasi, melalui proses pengukuran, pengetahuan, keterampilan, sikap, dan keyakinan peserta didik. Dapat dinyatakan pula bahwa asesmen merupakan sistematik untuk memperoleh informasi tentang apa yang diketahui, dilakukan, dan dikerjakan oleh peserta didik. Berikut disajikan beberapa pengertian asesmen yang disampaikan oleh pakar asesmen pembelajaran:
a.       Khan, Hardas, dan Ma (2005) menyatakan bahwa asesmen merupakan proses mendokumentasikan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan keyakinan.
b.      NAEYC (1990) menyatakan bahwa asesmen merupakan proses pengamatan, pencatatan dan selanjutnya pendokumentasian pekerjaan yang dikerjakan peserta didik dan cara-cara peserta didik mengerjakannya, untuk dijadikan sebagai dasar dari berbagai pembuatan keputusan pendidikan yang mempengaruhi anak.
c.       Dodge dan Bickart (1994) menyatakan bahwa asesmen merupakan proses memperoleh informasi tentang anak untuk membuat keputusan tentang pendidikannya.
d.      Hills (1992) menyatakan bahwa asesmen terdiri atas tahap pengumpulan data tentang perkembangan dan belajar peserta didik, menentukan kebermaknaan tujuan program, memadukan informasi kedalam perencanaan program, dan mengkomunikasikan temuan kepada orang tua dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Dari keempat pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa assasmen merupakan Metode dan alat asesmen meliputi: observasi, asesmen amndiri oleh pesertadidik, tugas praktek harian, contoh hasil pekerjaan peserta didik, tes tertulis, skala penilaian, proyek, laporan tertulis, review kinerja, dan asesmen portofolio. Kinerja peserta didik dinilai dari informasi yang dikumpulkan melalui kegiatan asesmen, pendidik menggunakan pemahamannya, pengetahuan tentang belajar, dan pengalaman peserta didik, kemudian membandingkannya dengan criteria yang telah dirumuskan dalam membuat penilaian mengenai kinerja peserta didik berkenaan dengan hasil belajaryang telah ditetapkan.
Evaluasi memiliki kesamaan dengan asesmen, asesmen biasanya berkaitan dengan prestasi belajar peserta didik. Dalam pemakaian yang lebih sempit, asesmen disamakan dengan ujian, sedangkan dalam pemakaian yang lebih luas, asesmen disamakan dengan evaluasi. Oleh karena itu evaluasi pendidikan biasanya meliputi asesmen hasil belajar peserta didik. Evaluasi memiliki tujuan untuk mengetahui sikap peserta didik, kesadaran karir, kepekaan budaya, praktek pembelajaran, kurikulum, personel sekolah, dan sebagainya.
Beberapa pratisi pendidikan ada yang menggunakan kedua istilah tersebut secara bergantian, namun ada pula yang memandang berbeda, yakni isi evaluasi dipandang lebih luas dibandingkan dengan asesmen karena evaluasi berkaitan dengan pembuatan keputusan tentang nilai atau harga dari suatu objek. Asesmen dipandang sebagai proses pengukuran terhadap suatu karakteristik tertentu, seperti deskripsi tujuan, sementara evaluasi dipandang sebagai proses pengukuran terhadap suatu karakteristik dan penentuan nilai atau harga suatu objek. Shepard (1994) membedakan antara istilah asesmen dengan tes, walaupun secara teknis keduanya memiliki makna yang sama. Dia menyatakan tes sebagai kegiatan pengukuran tradisional, pengukuran pra akademik dan perkembangan anak yang tidak standar, dan menggunakan istilah asesemen yang mengacu pada proses pengamatan dan penilaian anak yang sesuai dengan perkembangan anak.
Perbedaan lain berkaitan dengan objek yang dikaji. Asesmen biasanya berkaitan dengan peserta didik. Dalam pemakaian yan paling sempit, asesmen disamakan dengan ujian. Dalam pemakaian yang paling luas, asesmen digunakan secara bergantian dengan evaluasi. Evaluasi kegiatan pendidikan dapat menggunakan asesmen hasil belajarpeserta didik namun dalam skala yang lebih luas. Evaluasi dapat mencakup tujuan seperti sikap peserta didik, kesadaran karir peserta didik, kepekaan kultural, praktik mengajar, dan sebagainya.



2.      Tujuan Asesmen
Tujuan Asesmen yang ingin dicapai terkait dengan dilakukan asesmen di sekolah, khususnya bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Terkait dengan waktunya Slavia dkk (2010) menjelaskan adanya lima tujuan dilaksanakannya asesmen bagi anak birkebutuhan khusus, yaitu:
a.    Penyaring kemampuan anak, yaitu untuk mengetahui kemampuan anak pada setiap aspek, misalnya bagaimana kemampuan bahasa, kognitif, kemampuan gerak, atau penyesuaian dirinya,
b.   Pengklasifikasian, penempatan, dan penentuan program,
c.    Penentuan arah dan tujuan pendidikan, ini terkait dengan perbedaan klasifikasi berat ringannya kelainan yang disandang seorang anak, yang berdampak pada perbedaan tujuan pendidikannnya,
d.   Pengembangan program pendidikan yang diindividualkan yang sering dikenal sebagai individualized educational program, yaitu suatu program pendidikan yang dirancang khusus secara individu untuk anak-anak berkebutuhan khusus,
e.    Penentuan strategi, lingkungan belajar, dan evaluasi pembelajaran
3.      Langkah-Langkah Asesmen
Sebagai suatu aktivitas yang sistematik dan berkelanjutan, sudah barang tentu asesmen perlu dilakukan sesuai dengan prosedur yang baik, agar dengan begitu hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Adanya beberap faktor yang terkait dengan pelaksanaan asesmen juga harus dipertimbangkan secara seksama. Secara lebih spesifik Mercer & Mercer (1989:38) menjelaskan adanya beberapa langkah yang dilakukan dalam asesmen anak berkebutuhan khusus di sekolah, yaitu:
a.    Menentukan cakupan dan tahapan keterampilan yang akan diajarkan. Agar pelaksanaan asesmen dapat dilakukan secara efektif, maka seyogyanya guru terlebih dahulu memahami tahapan kompetensi pembelajaran siswa dalam bidang pembelajaran tertentu. Ini penting dilakukan untuk mengetahui dengan jelas keterampilan-keterampilan apa yang telah dikuasai siswa. Secara teknik guru dapat melakukannya melalui analisis tugas dalam kegitan pembelajaran di sekolah.
b.   Menetapkan perilaku yang akan diases. Asesmen perilaku diawali dari tahapan yang paling umum menuju tahapan yang khusus. Perilaku umum menunjuk pada rentang kompetensi siswa dalam penguasaan materi kurikulum, misalnya pada mata pelajaran bahasa mencakup kompetensi dasar untuk semua aspek bahasa. Sedang yang khusus, mungkin hanya pada aspek membaca saja.
c.    Memilih aktivitas evaluasi, guru harus mempertimbangkan aktivitas yang akan dilakukan itu untuk evaluasi dalam rentang kompetensi umum, atau kompetensi khusus. Evaluasi kompetensi umum, lazimnya dilakukan secara periodik (semester), sedang untuk kompetensi khusus sebaiknya dilakukan secara formatif dan berkesinambungan.
d.   Pengorganisasian alat evaluasi. Hal ini perlu dilakukan berkenaan dengan evaluasi pendahuluan, yang mencakup; identifikasi masalah, pencatatan bentuk-bentuk kesalahan yang terjadi, dan evaluasi keterampilan-keterampilan tertentu. Setelah evaluasi awal dilakukan, selanjutnya ditentukan tujuan dan strategi pembelajaran, serta implementasi dan pemantuan kemajuan belajar siswa.
e.    Pencatatan kinerja siswa. Ada dua hal mengenai kinerja siswa yang harus dicatat guru, yaitu kinerja siswa pada pelaksanaan tugas sehari-hari, dan penguasaan keterampilan secara keseluruhan, yang umumnya dicacat pada laporan kemajuan belajar siswa.
f.       Penentuan tujuan pembelajaran khusus untuk jangka pendek dan jangka panjang. Di sini guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran khusus bagi anak dalam jangka pendek secara spesifik, misalnya dalam aspek membaca atau mengeja dalam pelajaran bahasa, tetapi harus tetap berkontribusi dalam tujuan jangka panjang.
4.      Teknik Pelaksanaan Asesmen
Terdapat beberapa teknik atau metode yang dapat dilakukan dalam upaya pelaksanaan asesmen untuk anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah (dasar). Beberapa diantara yang dapat dijelaskan di sini adalah melalui observasi, tes formal dan informal, dan wawancara, dengan didukung beberapa instrumen seperti checklist ataupun skala penilaian.
a.    Observasi, merupakan pengamatan yang dilakukan secara seksama terhadap aktivitas belajar siswa, seperti cara pelajar, kinerja, perilaku, ataupun kompetensi yang dicapai.
b.    Tes formal, sesungguhnya merupakan merupakan suatu bentuk tes yang telah terstandarkan, yang memiliki acuan norma ataupun acuan patokan dengan tolok ukur yang telah ditetapkan. Tes demikian umumnya dikembangkan secara global, oleh para ahli dibidangnya. Dalam konteks asesmen pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus, sesungguhnya kurang cocok untuk dilakukan, jika dilihat dari tujuannya yang sangat spesifik, dan mencakup persoalan-persoalan pendidikan yang unik, yang dihadapi siswa berkebutuhan khusus secara individual.
c.    Tes informal. Suatu jenis tes yang sangat bermanfaat dan sangat sesuai untuk memperoleh informasi tentang berbagai hal yang berkenaan dengan kompetensi dan kemajuan belajar anak berkebutuhan khusus. Tes informal umumnya dipersiapkan dan disusun sendiri oleh guru, serta digunakan secara intensif untuk mengetahui kompetensi-kompetensi khusus pada anak. Dalam kaitannya dengan asesmen, ada beberapa bentuk yang sering digunakan, yaitu checklist, tes buatan sendiri, ataupun berupa cloze
d.    Wawancara, atau interview untuk memperoleh informasi dengan sasaran utama orangtua, keluarga, guru di sekolah ataupun teman sepermainan.

B.       Pengertian Anak Kesulitan Belajar dan Anak Berbakat

1.      Anak Kesulitan Belajar
a.      Pengertian Anak Kesulitan Belajar
Secara harfiah kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “Learning Disability” yang berarti ketidakmampuan belajar. Kata disability diterjemahkan ”kesulitan” untuk memberikan kesan optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk belajar. Istilah lain learning disabilities adalah learning difficulties dan learning differences. Ketiga istilah tersebut memiliki nuansa pengertian yang berbeda. Di satu pihak, penggunaan istilah learning differences lebih bernada positif, namun di pihak lain istilah learning disabilities lebih menggambarkan kondisi faktualnya. Untuk menghindari bias dan perbedaan rujukan, maka digunakan istilah Kesulitan Belajar. Berikut ini beberapa definisi mengenai kesulitan belajar.
a.      Hammill, et al., (1981)
Kesulitan belajar adalah beragam bentuk kesulitan yang nyata dalam aktivitas mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, dan/atau dalam berhitung. Gangguan tersebut berupa gangguan intrinsik yang diduga karena adanya disfungsi sistem saraf pusat. Kesulitan belajar bisa terjadi bersamaan dengan gangguan lain (misalnya gangguan sensoris, hambatan sosial, dan emosional) dan pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya atau proses pembelajaran yang tidak sesuai). Gangguan-gangguan eksternal tersebut tidak menjadi faktor penyebab kondisi kesulitan belajar, walaupun menjadi faktor yang memperburuk kondisi kesulitan belajar yang sudah ada.
b.      ACCALD (Association Committee for Children and Adult Learning Disabilities) dalam Lovitt, (1989)
Kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber dari masalah neurologis, yang mengganggu perkembangan kemampuan mengintegrasikan dan kemampuan bahasa verbal atau nonverbal. Individu berkesulitan belajar memiliki inteligensi tergolong rata-rata atau di atas rata-rata dan memiliki cukup kesempatan untuk belajar. Mereka tidak memiliki gangguan sistem sensoris.
c.       NJCLD (National Joint Committee of Learning Disabilities) dalam Lerner, (2000)
Kesulitan belajar adalah istilah umum untuk berbagai jenis kesulitan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung. Kondisi ini bukan karena kecacatan fisik atau mental, bukan juga karena pengaruh faktor lingkungan, melainkan karena faktor kesulitan dari dalam individu itu sendiri saat mempersepsi dan melakukan pemrosesan informasi terhadap objek yang diinderainya.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar merupakan beragam gangguan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung karena faktor internal individu itu sendiri, yaitu disfungsi minimal otak. Kesulitan belajar bukan disebabkan oleh faktor eksternal berupa lingkungan, sosial, budaya, fasilitas belajar, dan lain-lain.
b.      Karasteristik Kesulitan Belajar
Mencermati definisi dan uraian di atas tampak bahwa kondisi kesulitan belajar memiliki beberapa karakteristik utama, yaitu:
1. Gangguan Internal
Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam anak itu sendiri. Anak ini mengalami gangguan pemusatan perhatian, sehingga kemampuan perseptualnya terhambat. Kemampuan perseptual yang terhambat tersebut meliputi persepsi visual (proses pemahaman terhadap objek yang dilihat), persepsi auditoris (proses pemahaman terhadap objek yang didengar) maupun persepsi taktil-kinestetis (proses pemahaman terhadap objek yang diraba dan digerakkan). Faktor-faktor internal tersebut menjadi penyebab kesulitan belajar, bukan faktor eksternal (yang berasal dari luar anak), seperti faktor lingkungan keluarga, budaya, fasilitas, dan lain-lain.
2. Kesenjangan antara Potensi dan Prestasi
Anak berkesulitan belajar memiliki potensi kecerdasan/inteligensi normal, bahkan beberapa diantaranya di atas rata-rata. Namun demikian, pada kenyataannya mereka memiliki prestasi akademik yang rendah. Dengan demikian, mereka memiliki kesenjangan yang nyata antara potensi dan prestasi yang ditampilkannya. Kesenjangan ini biasanya terjadi pada kemampuan belajar akademik yang spesifik, yaitu pada kemampuan membaca (disleksia), menulis (disgrafia), atau berhitung (diskalkulia).
3. Tidak Adanya Gangguan Fisik dan/atau Mental
Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak memiliki gangguan fisik dan/atau mental. Kondisi kesulitan belajar berbeda dengan kondisi masalah belajar berikut ini:
a.      Tunagrahita (Mental Retardation)
Anak tunagrahita memiliki inteligensi antara 50-70. Kondisi tersebut menghambat prestasi akademik dan adaptasi sosialnya yang bersifat menetap.
b.      Lamban Belajar (Slow Learner)
Slow learner adalah anak yang memiliki keterbatasan potensi kecerdasan, sehingga proses belajarnya menjadi lamban. Tingkat kecerdasan mereka sedikit di bawah rata-rata dengan IQ antara 80-90. Kelambanan belajar mereka merata pada semua mata pelajaran. Slow learner disebut anak border line (”ambang batas”), yaitu berada di antara kategori kecerdasan rata-rata dan kategori mental retardation (tunagrahita)
c.       Problem Belajar (Learning Problem)
Anak dengan problem belajar (bermasalah dalam belajar) adalah anak yang mengalami hambatan belajar karena faktor eksternal. Faktor eksternal tersebut berupa kondisi lingkungan keluarga, fasilitas belajar di rumah atau di sekolah, dan lain sebagainya. Kondisi ini bersifat temporer/sementara dan mempengaruhi prestasi belajar.
2.      Anak Berbakat
a.      Pengertian Anak Berbakat
Terdapat berbagai macam pengertian gifted yang dikemukakan oleh banyak tokoh, berikut pengertian gifted dari beberapa tokoh yang terkemuka:
1.      Renzuli
 "Anak berbakat merupakan satu interaksi diantara tiga sifat dasar manusia yang menyatu, ikatan terdiri dari kemampuan umum dengan tingkatnya di atas kemampuan rata - rata, komitmen yang tinggi terhadap tugas-tugas dan kreativitas yang tinggi. Gifted adalah anak yang memiliki kecakapan dalam mengembangkan gabungan ketiga sifat ini dan mengaplikasikan dalam setiap tindakan yang bernilai. Anak-anak yang mampu mewujudkan ketiga sifat itu di masyarakat memperoleh kesempatan pendidikan yang luas dan pelayanan yang berbeda dengan program-program pengajaran yang reguler (Swssing, 1985).

2.      Tirtonegoro
Gifted adalah suatu termologi bagi individu yang mempunyai IQ atau tingkat kecerdasan lebih dari normal, IQ-nya antara 125-140. Di samping itu mempunyai bakat yang istimewa yang menonjol dalam bidang seni musik, drama, ketrampilan dan keahlian dalam memimpin” (Tirtonegoro,33).
3.      P. Marland (1972) (Komisi Pendidikan AS, Sidney)
Gifted adalah anak yang memiliki kemampuan luar biasa. Mereka menghendaki program pendidikan yang sesuai atau layanan melebihi sebagaimana diberikan secara normal oleh program sekolah regular, sehingga dapat merealisasikan kontribusi secara bermakna bagi diri dan masyarakatnya.
 Potensi kecerdasan berhubungan dengan kemampuan intelektual, sedangkan bakat tidak hanya terbatas pada kemampuan intelektual. Proses mengidentifikasi anak cerdas istimewa dilakukan dengan menggunakan pendekatan multi dimensional. Artinya, kriteria yang digunakan lebih dari satu (bukan sekedar intelegensi). Batasan yang digunakan adalah anak yang memiliki dimensi kemampuan umum pada taraf cerdas ditetapkan skor IQ 130 ke atas dengan pengukuran menggunakan Skala Wechsler.
b.      Karekteristik Anak Berbakat
Anak berbakat memiliki ciri-ciri atau gejala tersendiri, terlihat sejak bayi. Akan tetapi kita tidak boleh terburu-buru dalam menyatakan apakah anak tersebut berbakat ataukah tidak, terutama apabila anak tersebut masih berusia di bawah 3 tahun. Pada usia tersebut, orangtua cukup mengumpulkan data dari setiap tahap tumbuh kembangnya. Apabila data-data yang didapat mengarah pada gejala anak berbakat, yaitu berupa loncatan perkembangan kognitif, maka orangtua memerlukan partner ahli khusus yang mendalami tentang keterbakatan.
Karakteristik anak berbakat usia 4-6 tahun menurut  Alja de Bruin-de Boer (dalam Tri Harjaningrum, et al, 2007:134) antara lain :
1.    Motoriknya berkembang dengan sangat baik. Pada umumnya pada usia yang masih sangat muda anak-anak ini memiliki perkembangan motorik yang lebih baik dari anak seusianya. Mereka duduk dan berjalan lebih dulu dari teman sebayanya, dan meskipun masih muda mereka dapat bermain dengan material-material yang kecil.
2.    Penggunaan bahasa yang sangat baik. Sebagian dari anak berbakat memiliki perkembangan bicara dan bahasa yang sangat cepat, akan tetapi sebagian lagi mengalami keterlambatan bicara dan lambat laun ia akan segera menyusul ketertinggalannya. Kosakata rumit yang baru didengar sekali dalam waktu lain ketika mereka menggunakannya maka mereka akan tepat dalam menggunakan kosa kata tersebut.
3.    Sangat mandiri. Orang tua melaporkan bahwa anak-anak berbakat ini sejak masih kecil sekali sudah ingin melakukan segala hal sendiri. Makan sendiri, memakai baju sendiri, dsb.
4.    Memiliki energi yang luar biasa dan sangat banyak gerak. Anak-anak tersebut bagai anak yang tidak pernah lelah. Sejak masih kecil mereka membenci pengulangan-pengulangan. Mereka memiliki begitu banyak interest dan selalu bertanya. Jika pertanyaan mereka terjawab maka jawaban tersebut berbuntut pada pertanyaan baru. Sebagian dari anak berbakat tidak mau segera menerima pendapat orang lain tanpa melakukan percobaan sendiri.
5.    Perhatian pembicaraan ke masalah spesifik. Cerita-cerita para orang tua tentang anaknya di usia 2-2,5 tahun yang sangat sering adalah cerita tentang merek-merek dan tipe mobil.
6.    Sangat cepat akan pemahaman dan logika analisis. Anak-anak yang memiliki loncatan perkembangan pada usia sangat dini memiliki memori yang sangat baik, dan memiliki kemampuan dalam menghubungkan kejadian satu dengan lainnya, di mana anak-anak lain masih belum mampu.
7.    Memiliki kreativitas dalam bermain. Anak-anak berbakat sejak masih kecil sudah bisa melakukann permainan fantasi. Apabila dibandingkan dengan teman seusianya, mereka anak lebih dahulu dapat bermain dalam peran dan mampu bermain dalam suatu konflik yang sangat detail.
8.    Lebih cepat belajar membaca dan berhitung. Melalui kemampuan pengenalan, pertanyaan yang diajukannya, daya ingat yang sangatbaik, anak-anak berbakat aan lebih cepat belajar membaca dan berhitung. Dengan begitu ia akan belajar huruf-huruf melalui permainan.

C.       Asesmen Penetapan Perilaku Menyimpang Dominan Anak Kesulitan Belajar dan Anak Berbakat

1.      Anak Kesulitan Belajar
a.      Masalah bahasa (language problems)
Voget mengatakan (1975) bahwasannya anak –anak yang tidak dapat membaca dengan baik disekolah mempunyai kesulitan bahasa.Terrell percaya, bila anak –anak dengan hambatan bahasa masuk sekolah, kesulitan belajar mereka dapat dikurangi dengan menekankan pada bacaan dan akuisi dan kemampuan akademis lainnya.
Masalah-masalah bahasa seringkali menyangkut kesulitan dalam mengatur bahasa untuk mendapatkan komunikasi yang efektif. Anak-anak yang seperti ini sering diseut dengan sebutan “backward” artinya terbelakang ,atau seperti “baby talk” berbicara seperti bayi.
b.      Masalah perhatian dan aktivitas (attention and activity problems)
Anak-anak yang masih kecil tidak dapat diharapkan memfokuskan perhatiannya pada suatu benda, peristiwa atau orang dalam waktu yang lama. Anak-anak sekolah taman kanak-kanak biasanya masih belajar untuk “mengabaikan” informasi.guru yang efektif harus memiliki kepekaan terhadap anak-anak. Sebagian anak yang terus-menerus tidak dapat memusatkan perhatian akan dianggap mempunyai masalah-masalah perhatian (attention problem).
c.       Masalah daya ingat
Dalam penelitian Swanson (1990) melakukan test terhadap kemampuan memeori anak , mereka bisa membedakan antara anak yang mempunyai hambatan belajar dan yang tidak.berkurangnya fungsi memory pada anak yang mengalami hambatan belajar berkaitan dengan tidak adanya strategi memory yang efektif.

d.      Masalah kognisi (cognitive problems)
Anak-anak berkesulitan belajar sering memunculkan sikap di dalam kelas yang menunjukkan kurang kemampuan dalam menganalisis, membuat perencanaan dan pengaturan dalam suatu masalah.
e.       Masalah sosial dan emosi (social dan emotional problems)
Kesulitan yang memungkinkan lainnya bagi masalah-masalah sosial dan emosi yang dihadapi anak berkesulitan. Mereka salh menafsirkan kimunikasi emosional dan sosial dari orang lain. Mereka juga tidak memahami dampak dari sikapnya sendiri pada orang lain.
2.      Anak Berbakat
a) Kepemilikan: Remaja berbakat pada saat yang sama "memiliki" tetapi juga mempertanyakan validitas dan realitas kemampuan yang mereka miliki. Sementara dalam banyak kasus bakat mereka telah diketahui sejak usia dini, tetapi keraguan tentang ketepatan identifikasinya dan obyektivitas dari orang tua atau guru terus melekat (Delisle & Galbraith, 1987; Galbraith, 1983). Konflik yang timbul, baik ringan maupun parah, perlu diatasi dengan memperoleh "kepemilikan" yang lebih matang dan rasa tanggung jawab pada anak berbakat itu. Tekanan lain yang sering dialami siswa berbakat adalah perasaan bahwa karena mereka telah dianugerahi banyak sekali kelebihan, maka mereka dituntut untuk memberi banyak pula. Sering tersirat seolah-olah kemampuan mereka itu milik orang tuanya, guru-gurunya dan masyarakatnya.
b) Dissonansi: Dari pengakuan mereka sendiri, remaja berbakat sering merasa seperti orang perfeksionis (ingin selalu sempurna). Mereka telah terbiasa menetapkan standar yang tinggi, berharap dapat melakukan hal-hal yang di luar jangkauan kemampuannya. Karena sejak masa kanak-kanak selalu berkeinginan melakukan tugas-tugas berat secara sempurna, maka hal itu menjadi kebiasaan yang bertumpuk pada masa remaja. Tidak jarang bagi remaja berbakat mengalami dissonansi antara apa yang sesungguhnya mereka lakukan dengan kualitas hasil pekerjaan yang mereka harapkan. Sering kali dissonansi yang dipersepsi oleh anak remaja itu jauh lebih besar daripada apa yang disadari oleh orang tua atau gurunya.
c) Ambil Resiko: Remaja berbakat tampaknya lebih sadar akan dampak kegiatan-kegiatan tertentu, baik yang positif maupun negatif. Mereka mampu mengukur keuntungan dan kerugian secara pasti dari berbagai kesempatan yang ada dan mampu menimbang berbagai alternatifnya. Oleh karenanya, bila mereka merasa bahwa tidak memiliki ketangkasan dan kecerdasan yang memadai, maka mereka menolak melakukan kegiatan-kegiatan yang mengandung beban resiko  di mana tingkat keberhasilan yang tinggi kurang dapat diprediksi dan pencapaian dengan standar yang lebih rendah kurang dapat diterima di mata mereka. Kebutuhan mereka untuk menjaga kontrol pribadi agar tetap berada di dalam lingkaran pengaruh sehingga hubungan yang penuh tantangan, pelajaran dan guru yang penuh tuntutan, atau persaingan yang keras tidak dapat masuk tanpa kontrol pribadinya.
d) Melawan Ekspektasi: Delisle (1985), mengemukakan bahwa "perbendaharaan" ekspektasi remaja berbakat itu harus melawan arus keinginan dan tuntutan orang lain. Semakin besar bakat anak itu, akan semakin besar pula ekspektasi dan upaya campur tangan dari pihak luar. Remaja berbakat terus-menerus melaporkan adanya desakan yang sangat kuat dari guru, teman, dan bahkan juga orang tua yang kurang peka, hingga mereka tiba pada titik keraguan dan keputusasaan. Berperilaku sebagaimana layaknya seorang remaja sementara juga terus-menerus berusaha membuktikan keunggulannya di kelas atau di kalangan teman-temannya secara signifikan akan menguras energinya untuk melaksanakan tugas perkembangannya yang normal dalam melakukan penyesuaian diri, sehingga sering kali dia menjadi frustrasi dan mengasingkan diri.
e) Ketidaksabaran: Siswa berbakat dapat kehilangan kesabarannya dalam mencari solusi untuk masalah-masalah yang sulit, mengembangkan persahabatan yang memuaskan, dan dalam memilih alternatif yang sulit tetapi paling cepat untuk mengambil keputusan-keputusan yang kompleks. Kecenderungan untuk mengambil keputusan-keputusan yang impulsif, ditambah dengan bakat yang luar biasa, dapat membuat remaja muda itu tidak bertoleransi terhadap situasi-situasi yang ambigu dan tak terpecahkan. Ketidaksabaran mereka karena tidak adanya jawaban yang memuaskan, tidak adanya opsi atau keputusan yang jelas akan membuatnya bergantung pada perasaan kebijaksanaannya yang belum matang. Rasa marah dan kecewa yang timbul akibat gagalnya mencapai pemecahan yang cepat itu akan sangat sulit diatasi, terutama bila teman-teman sebayanya mencemoohkan kegagalan tersebut.
f) Identitas Prematur: Tampaknya bahwa beban yang ditanggung remaja berbakat dalam memenuhi tantangan ekspektasi, toleransinya yang rendah terhadap ambiguitas, dan akibat tekanan dari berbagai pihak, semuanya merupakan pendorong baginya untuk mencapai identitas seperti orang dewasa secara terlalu dini, suatu tahap perkembangan yang normalnya dicapai setelah orang berusia 21 tahun. Mereka mungkin akan mencapai tahap pemilihan karir secara prematur yang akan memotong kompas dalam menuju krisis dan pemecahan identitas dengan proses yang normal.


D.       Asesmen Instrumen

1.    Contoh Anak Berbakat
INSTRUMEN IDENTIFIKASI DINI
ANAK DENGAN HAMBATAN BELAJAR SPESIFIK

Nama Anak   :  ………………                                 Tgl. Pemeriksaan      : ……………….
Tgl. Lahir       : ………………                                 Pemeriksa                  : ………………


 
 




Petuntuk:
1.      Berikan tanda cek (√)  pada pilihan  Ya jika indikasi yang diamati muncul/ tampak
2.      Berikan tanda cek (√)  pada pilihan  Tidak jika indikasi yang diamati tidak  muncul/ tidak  tampak

NO
KONDISI
YA
TIDAK
KETERANGAN
1
Kesulitan Membaca
1.      Sulit membedakan huruf yang terdengar sama



2.      Sulit membaca kata yang berakhiran huruf mati



3.      Sulit membaca kalimat yang panjang



2
Kesulitan Menulis
1.      Sulit menulis rapi (tidak lurus garis)



2.      Menulis kaku



3
Kesulitan Berhitung
1.      Sulit membedakan angka yang terlihat sama



2.      Sulit menjumlahkan, mengurangkan, mengalikan dan membagi angka dengan jumlah besar



3.      Mengalami kesulitan dalam matematika praktis (jual beli sederhana)





Sidoarjo,  Februari 2019

Pemeriksa,





___________________

2. Contoh Asesmen Anak Kesulitan Belajar
INSTRUMENT
ASESMEN ANAK KESULITAN BELAJAR

IDENTITAS ANAK
1.      Nama Anak                 : …………………………………………
2.      Jenis Kelamin              :………………………………………….
3.      Tempat/tgl.lahir           : …………………………………………
4.      Pendidikan                  : …………………………………………
5.      Alamat                        : …………………………………………
6.      Status                          : anak ke…….dari……bersaudara
7.      Kondisi Umum Anak  : …………………………………………
8.      Catatan                        : …………………………………………
                                            ………………………………………….
                                            …………………………………………

IDENTITAS ORANG TUA
Identitas
Ayah
Ibu
1. Nama
2. Tempat/tgl.lahir
3. Pendidikan
4. Pekerjaan
5. Agama
6. Alamat
7. Catatan

INSTRUMEN ANAK KESULITAN MEMBACA
No
Kompetensi Dasar
Hasil Penilaian
Baik
Cukup
Kurang
1
Anak mampu mengenal huruf
2
Anak mengenal bentuk huruf
3
Anak mampu menyebut huruf A-Z secara berurut
4
Anak mengucapkan huruf dengan benar
5
Anak membaca dengan mengeja
6
Mengenal bunyi vokal
7
Mengenal bunyi konsonan
8
Anak dapat menyebutkan beberapa kata yang diminta
9
Anak mampu membaca satu kalimat
10
Anak mampu membaca sepintas
11
Apakah anak mengeja banyak yang salah
12
Apakah anak lambat dalam membaca
13
Anak dapat membaca cepat
14
Apakah anak membaca cepat tapi banyak yang salah

INSTRUMEN ANAK KESULITAN MENULIS
No
Kompetensi Dasar
Hasil Penilaian
Baik
Cukup
Kurang
1
Anak dapat memegang alat tulis
2
Anak mampu menggerakan alat tulis ke atas ke bawah
3
Anak mampu menggerakan alat tulis ke kanan ke kiri
4
Anak mampu menggerakan alat tulis melingkar
5
Anak mampu menulis huruf dengan lurus
6
Apakah anak mampu menyalin huruf
7
Apakah anak mampu menulis namanya sendiri
8
Anak mampu menulis kata/kalimat yang diminta
9
Anak mengenal huruf besar & kecil pada alphabet
10
Anak mampu membedakan huruf seperti: b-d-p-q, dll
11
Anak mampu menghubungkan titik-titik
12
Anak dapat menulis tegak bersambung

INSTRUMEN ANAK KESULITAN BERHITUNG
No
Kompetensi Dasar
Hasil Penilaian
Baik
Cukup
Kurang
1
Anak mengenal bentuk angka 0…….9 dengan urut
2
Anak memahami besar kecil angka
3
Anak mengenal tanda-tanda hitung (+,-,x,:,=,>,<,%)
4
Anak mampu mengoprasionalkan bilangan
5
Anak mampu menulis bilangan yang diminta
6
Anak memahami bentuk bilangan satuan, belasan, puluhan, ratusan, dsb


3. Contoh Anak Berbakat
INSTRUMEN ASESMEN ANAK BERBAKAT

Nama Anak   :  ………………                                 Tgl. Pemeriksaan      : ……………….
Tgl. Lahir       : ………………                                  Pemeriksa                  : ………………


 
 




Petuntuk:
1.      Berikan tanda cek (√)  pada pilihan  Ya jika indikasi yang diamati muncul/ tampak
2.      Berikan tanda cek (√)  pada pilihan  Tidak jika indikasi yang diamati tidak  muncul/ tidak  tampak
NO
INDIKASI
YA
TIDAK
KETERANGAN
1
Memiliki kemampuan luar biasa dalam bidang (Sains dan Matematika, Olahraga, Seni) sejak kecil



2
Memiliki tanggung jawab tinggi terhadap bakatnya



3
Peka terhadap perubahan/keadaan dalam bidang yang disukai



4
Fanatik terhadap bidang tertentu



5
Selalu berupaya meningkatkan kualitas terkait bidang yang diminati



6
Memiliki wawasan dan komprehensif terhadap bidang yang diminati



7
Selalu tidak puas dengan hasil yang dicapai



8
Menetapkan standar tinggi dalam bidang yang diminati



9
Konsisten menekuni profesi dalam bidang yang diminati



10
Rela berkorban dalam memperjuangkan keberhasilan dalam bidang yang diminati



11
Memiliki inisiatif tinggi dalam mengembangkan pada bidang yang diminati



12
Senang mencoba hal-hal yang baru terkait bidang yang diminati



13
Berperilaku terarah pada tujuan



14
Memiliki keterampilan yang lebih oada bidang yang diminati



15
Gemar mengoleksi benda-benda/karya terkait bidang yang diminati



16
Memiliki rasa ingin tahu tinggi



17
Memiliki energi yang kuat



18
Memiliki kebiasaan menemukan ide-ide dan solusi pada bidang yang diminati



19
Memiliki kesadaran yang tinggi pada penyesuaian perubahan



20
Terampil dalam mengerjakan/menjalankan tugas dalam bidang yang diminati



21
Memiliki sikap positif terhadap bidang yang diminati



22
Memiliki pengetahuan yang luas pada bidang yang diminati




Sidoarjo, Februari 2019

Pemeriksa,


  1. Kesimpulan
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa assasmen merupakan Metode dan alat asesmen meliputi: observasi, asesmen amndiri oleh pesertadidik, tugas praktek harian, contoh hasil pekerjaan peserta didik, tes tertulis, skala penilaian, proyek, laporan tertulis, review kinerja, dan asesmen portofolio. Kinerja peserta didik dinilai dari informasi yang dikumpulkan melalui kegiatan asesmen, pendidik menggunakan pemahamannya, pengetahuan tentang belajar, dan pengalaman peserta didik, kemudian membandingkannya dengan criteria yang telah dirumuskan dalam membuat penilaian mengenai kinerja peserta didik berkenaan dengan hasil belajaryang telah ditetapkan.
Asesmen atau penilaian merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai apa saja yang telah dipelajari oleh siswa dan bagaimana tingkat keberhasilan siswa mempelajarinya (Abidin, 2014).  Tingkat keberhasilan atau hasil pembelajaran ini akan menjadi bahan pengambilan keputusan untuk memperbaiki proses belajar.