Teori
Behavioristik
Teori behavioristik ini berorientasi pada hasil
yang dapat diukur dan diamati. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori
behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku
yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai
mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau Penilaian didasari atas perilaku
yang tampak. Istilah-istilah dalam behavioristik seperti hubungan stimulus
respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil yang tampak,
pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement
dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori
behavioristik. Penjelasan diatas jika individu mengalami gangguan dalam
perilakunya maka membutuhkan modifikasi perilaku.
Memodifikasi perilaku dapat dilakukan melalui penguatan.
Penguatan ini dapat memotivasi individu untuk meneruskan atau menghentikan
perilakunya (Sudarwan Danim dan Khairil, 2011:149). Bentuk penguatan tersebut
dapat berbentuk ekstrinsik (seperti pemberian hadiah) atau intrinsik (perasaan
puas).
Berdasarkan para ahli pengembangan teori behavioristik
adalah :
A. Pavlov
Ivan Pavlov, ahli fisiolog dari Rusia yang memperkenalkan Teori
Pengkondisian Klasik. Pengkondisian klasik adalah jenis pengkondisian di mana individu
merespon beberapa stimulus yang tidak biasa dan menghasilkan respons baru.
Teori ini tumbuh berdasarkan eksperimen untuk mengajari anjing mengeluarkan air
liur sebagai respons terhadap bel yang berdering, dilakukan pada awal tahun
1900-an oleh seorang ahli fisolog Rusia bernama Ivan Pavlov.
B. Skinner
Menurut
Skinner teori behavioristik yaitu hubungan antara stimulus dan respon yang
terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh
sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu,
karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi
antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang
diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah
yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu
dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan
antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin
dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang mungkin timbul akibat respon
tersebut. Skinner juga mengmukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan
mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya
masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian
seterusnya.
C.
Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie
yang utama adalah hukum kontiguiti. yaitu gabungan stimulus-stimulus yang
disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh
gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel
hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar.
Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi
stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar
hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon
bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu
sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat
lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori
ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa
harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru
tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler,
1991).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar