Kamis, 03 Maret 2016

teori gestalt

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pengajaran  identik dengan pendidikan. Proses pengajaran adalah proses pendidikan. Setiap kegiatan pendidikan adalah untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengajaran adalah suatu proses aktivitas mengajar belajar, di dalamnya terdapat dua obyek yang saling terlibat yaitu guru dan peserta didik. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam melaksanakan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Adanya proses yang panjang dan tertata dengan rapi serta berjenjang akan memungkinkan belajar menjadi lebih baik dan efisien.
Teori belajar gestalt merupakan teori belajar yang di kembangkan oleh Max Wertheimer. Max Wertheimer (1880-1943) seorang yang dipandang sebagai pendiri dari Psikologi Gestalt, ia bekerjasama dengan dua temannya, yaitu Kurt Koffka (1886-1941) dan Wolfgang Kohler (1887-1967). Sedangkan teori medan digagas oleh Kurt Lewin. Teori ini bersama-sama dengan teori-teori belajar Gestalt lainnya telah menurunkan model-model pembelajaran terbaru dalam Model Pembelajaran Interaksi Sosial. Secara spesifik bahkan teori ini telah dikembangkan dalam Model Pembelajaran Kontekstual (CTL) dimana materi ajar yang disampaikan disesuaikan dengan situasi lingkungan dimana siswa berada.
Dalam makalah ini akan dibahas secara ringkas mengenai teori belajar gestalt dan teori medan kognisi yang keduanya saling berhubungan satu sama lain.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Apa pengertian dari teori belajar Gestalt?
2.      Apa pengertian dari teori medan kognitif?

1.3  Tujuan Penyusunan Makalah
Tujuan dari penyusunan makalah ialah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui dan memahami teori belajar Gestalt.
2.      Untuk mengetahui dan memahami teori medan kognitif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Gestalt
Teori Gestalt diperkenalkan oleh Frederick (Fritz) Salomon Perls (1983-1970). Gestalt dalam bahasa Jerman mempunyai arti bentuk, wujud atau organisasi. Kata itu mengandung pengertian kebulatan atau keparipurnaan (schultz, 1991:171). Simkin dalam (Gilliland, 1989: 92) menyatakan bahwa kata Gestalt mempunyai makna keseluruhan (whole) atau konfigurasi (configuration). Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam psikologi Gestalt disebut sebagai phenomena (gejala). Phenomena adalah data yang paling dasar dalam Psikologi Gestalt. Dalam hal ini Psikologi Gestalt sependapat dengan filsafat phenomonologi yang mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat secara netral. Dalam suatu phenomena terdapat dua unsur yaitu obyek dan arti. Obyek merupakan sesuatu yang dapat dideskripsikan, setelah tertangkap oleh indera, obyek tersebut menjadi suatu informasi dan sekaligus kita telah memberikan arti pada obyek itu.
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil. Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt Koffka, Max Wertheimer, and Wolfgang Köhler. Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.
2.1.1 Tokoh Teori Gestalt
1.      Max Wertheimer (1880-1943)
Max Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi Gestalt. Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15 April 1880. Ia mendapat gelar Ph.D nya di bawah bimbingan Oswald Kulpe. Konsep pentingnya : Phi phenomenon, yaitu bergeraknya objek statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi. Weirthmeir menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi obyektif yang kita terima. Proses ini terjadi di otak dan sama sekali bukan proses fisik tetapi proses mental sehingga diambil kesimpulan ia menentang pendapat Wundt.
Wertheimer dianggap sebagai pendiri teori Gestalt setelah dia melakukan eksperimen dengan menggunakan alat yang bernama stroboskop, yaitu alat yang berbentuk kotak dan diberi suatu alat untuk dapat melihat ke dalam kotak itu. Di dalam kotak terdapat dua buah garis yang satu melintang dan yang satu tegak. Kedua gambar tersebut diperlihatkan secara bergantian, dimulai dari garis yang melintang kemudiangaris yang tegak, dan diperlihatkan secara terus menerus. Kesan yang muncul adalah garis tersebut bergerak dari tegak ke melintang. Gerakan ini merupakan gerakan yang semu karena sesungguhnya garis tersebut tidak bergerak melainkan dimunculkan secara bergantian. Pada tahun 1923, Wertheimer mengemukakan hukum-hukum Gestalt dalam bukunya yang berjudul “Investigation of Gestalt Theory”. Hukum-hukum itu antara lain :
·         Hukum Kedekatan (Law of Proximity)
·         Hukum Ketertutupan ( Law of Closure)
·         Hukum Kesamaan (Law of Equivalence)

2.      Kurt Koffka (1886-1941)
Koffka lahir di Berlin tanggal 18 Maret 1886. Kariernya dalam psikologi dimulai sejak dia diberi gelar doktor oleh Universitas Berlin pada tahun 1908. Sumbangan Koffka kepada psikologi adalah penyajian yang sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, mulai persepsi, belajar, mengingat, sampai kepada psikologi belajar dan psikologi sosial. Teori Koffka tentang belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi Gestalt. Teori Koffka tentang belajar antara lain:
Jejak ingatan (memory traces), adalah suatu pengalaman yang membekas di otak. Jejak-jejak ingatan ini diorganisasikan secara sistematis mengikuti prinsip-prinsip Gestalt dan akan muncul kembali kalau kita mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan jejak-jejak ingatan tadi.
Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu itu tidak dapat melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang lebih baik dalam ingatan. Latihan yang terus menerus akan memperkuat jejak ingatan.
3.      Wolfgang Kohler (1887-1967)
Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 Januari 1887. Kohler memperoleh gelar Ph.D pada tahun 1908 di bawah bimbingan C. Stumpf di Berlin. Eksperimennya adalah : seekor simpanse diletakkan di dalam sangkar. Pisang digantung di atas sangkar. Di dalam sangkar terdapat beberapa kotak berlainan jenis. Mula-mula hewan itu melompat-lompat untuk mendapatkan pisang itu tetapi tidak berhasil. Karena usaha-usaha itu tidak membawa hasil, simpanse itu berhenti sejenak, seolah-olah memikir cara untuk mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu ide dan kemudian menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan tangga dan memanjatnya untuk mencapai pisang itu.
Menurut Kohler apabila organisme dihadapkan pada suatu masalah atau problem, maka akan terjadi ketidakseimbangan kogntitif, dan ini akan berlangsung sampai masalah tersebut terpecahkan. Karena itu, menurut Gestalt apabila terdapat ketidakseimbangan kognitif, hal ini akan mendorong organisme menuju ke arah keseimbangan. Dalam eksperimennya Kohler sampai pada kesimpulan bahwa organisme –dalam hal ini simpanse– dalam memperoleh pemecahan masalahnya diperoleh dengan pengertian atau dengan insight.


2.1.2 Hukum-hukum Belajar Gestalt
Dalam hukum-hukum belajar Gestalt ini ada satu hukum pokok , yaitu hukum Pragnaz, dan empat hukum tambahan (subsider) yang tunduk kepada hukum yang pokok itu, yaitu hukum–hukum keterdekatan, ketertutupan, kesamaan, dan kontinuitas.
Hukum Pragnaz ini menunjukkan tentang berarahnya segala kejadian, yaitu berarah kepada Pragnaz itu, yaitu suatu keadaan  yang seimbang, suatu Gestalt yang baik. Gestalt yang baik, keadaan yang seimbang ini mencakup sifat-sifat keturunan, kesederhanaan, kestabilan, simetri dan sebagainya. Medan pengamatan, jadi juga setiap hal yang dihadapi oleh individu, mempunyai sifat dinamis, yaitu cendrung untuk menuju keadaan Pragnaz itu, keadaan seimbang. Keadaan yang problematis adalah keadaan yang tidak Pragnaz, tidak teratur, tidak sederhana, tidak stabil, tidak simetri, dan sebagainya dan pemecahan problem itu ialah mengadakan perubahan kedalam struktur medan atau hal itu dengan memasukkan  hal-hal yang dapat membawa hal problematis ke sifat Pragnaz.
Suatu hukum yang terkenal dari teori Gestalt yaitu hukum Pragnanz, yang kurang lebih berarti teratur, seimbang, simetri, dan harmonis. Untuk menemukan Pragnanz diperlukan adanya pemahaman atau insight, menurut Ernest hilgard ada enam ciri dari belajar pemahaman ini yaitu :
1)      Pemahaman dipengaruhi oleh kemampuan dasar.
2)      Pemahaman dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang lalu yang relevan.
3)      Pemahaman tergantung kepada pengaturan situasi, sebab insight itu hanya mungkin terjadi apabila situasi belajar itu diatur sedemikian rupa sehingga segala aspek yang perlu dapat diamati.
4)      Pemahaman didahului oleh usaha coba-coba, sebab insight bukanlah hal yang dapat jatuh dari langit dengan sendirinya, melainkan adalah hal yang harus dicari.
5)      Belajar dengan pemahaman dapat diulangi, jika sesuatu problem yang telah dipecahkan dengan insight lain kali diberikan lagi kepada pelajar yang bersangkutan, maka dia dengan langsung dapat memecahkan problem itu lagi.
6)      Suatu pemahaman dapat diaplikasikan atau dipergunakan bagi pemahaman situasi lain.

Selain itu ada empat hukum tambahan (subside) yang tunduk kepada hukum pokok, yaitu:
1.      Hukum keterdekatan
Hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau tempat cenderung dianggap sebagai suatu totalitas.
2.      Hukum ketertutupan
Hal-hal yang cenderung menutup akan membentuk kesan totalitas tersendiri.
3.      Hukum kesamaan
Hal-hal yang mirip satu sama lain, cenderung kita persepsikan sebagai suatu kelompok atau suatu totalitas. Contohnya :
O O O O O O O O O O O O O
X X X X X X X X X X X X X
O O O O O O O O O O O O O
Deretan bentuk di atas akan cenderung dilihat sebagai deretan-deretan mendatar dengan bentuk O dan X berganti-ganti bukan dilihat sebagai deretan-deretan tegak.
4.      Hukum kontinuitas
Orang akan cenderung mengasumsikan pola kontinuitas pada obyek-obyek yang ada.
2.1.3 Prinsip Teori Gestalt
Teori gestalt memiliki beberapa prinsip, antara lain yaitu:
1)      Interaksi antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field. Setiap perceptual field memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh manusia sebagai figure and ground. Oleh karena itu kemampuan persepsi ini merupakan fungsi bawaan manusia, bukan skill yang dipelajari. Pengorganisasian ini mempengaruhi makna yang dibentuk.
2)      Prinsip-prinsip pengorganisasian:
·         Principle of Proximity
Bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
·         Principle of Similarity
Bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.

·         Principle of Objective Set
Organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk sebelumnya.
·         Principle of Continuity
Organisasi berdasarkan kesinambungan pola.
·         Principle of Closure/ Principle of Good Form
Bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
·         Principle of Figure and Ground
Yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warnadan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, makaakan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure. Contoh: perubahan nada tidak akan merubah persepsi tentang melodi.
·         Principle of Isomorphism
Organisasi berdasarkan konteks.

2.1.4 Aplikasi Teori Belajar Gestalt
1)      Belajar
Proses belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu mengalami proses belajar, terjadi reorganisasi dalam perceptual fieldnya. Setelah proses belajar terjadi, seseorang dapat memiliki cara pandang baru terhadap suatu problem. Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a.       Pengalaman tilikan (insight)
Bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b.      Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning)
Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari.
c.       Perilaku bertujuan (purposive behavior)
Bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d.      Prinsip ruang hidup (life space)
Bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e.       Transfer dalam Belajar
Yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tatasusunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain.
2)      Insight
Pemecahan masalah secara jitu yang muncul setelah adanya proses pengujian berbagai dugaan/kemungkinan. Setelah adanya pengalaman insight, individu mampu menerapkannya pada problem sejenis tanpa perlu melalui proses trial-error lagi. Konsep insight ini adalah fenomena penting dalam belajar, ditemukan oleh Kohler dalam eksperimen yang sistematis. Timbulnya insight pada individu tergantung pada :
a.       Kesanggupan
Kesanggupan berkaitan dengan kemampuan inteligensi individu.
b.      Pengalaman
Dengan belajar, individu akan mendapatkan suatu pengalaman dan pengalaman itu akan menyebabkan munculnya insight.
c.       Taraf kompleksitas dari suatu situasi
Semakin kompleks masalah akan semakin sulit diatasi.
d.      Latihan
Latihan yang banyak akan mempertinggi kemampuan insight dalam situasi yang bersamaan.
e.       Trial and Error
Apabila seseorang tidak dapat memecahkan suatu masalah, seseorang akan  melakukan percobaan-percobaan hingga akhirnya menemukan insight untuk memecahkan masalah tersebut.
3)      Memory
Hasil persepsi terhadap obyek meninggalkan jejak ingatan. Dengan berjalannya waktu, jejak ingatan ini akan berubah pula sejalan dengan prinsip-prinsip organisasional terhadap obyek. Penerapan Prinsip of Good Form seringkali muncul dan terbukti secara eksperimental. Secara sosial, fenomena ini juga menjelaskan pengaruh gosip/rumor. Fenomena gossip seringkali berbeda dengan fakta yang ada. Fakta yang diterima sebagai suatu informasi oleh seseorang kemudian diteruskan kepada orang lain dengan dengan dilengkapi oleh informasi yang relevan walaupun belum menjadi fakta atau belum diketahui faktanya.
2.2 Teori Medan Kognitif
2.2.1 Biografi Kurt Lewin
Kurt Lewin (1890-1947) di sebut-sebut sebagai Bapak Psikologi Sosial karena buah karya dan pemikiran-pemikirannya yang memiliki dampak yang mendalam terhadap psikologi sosial terutama dalam masalah dinamika kelompok dan penelitian tindakan. Namun demikian, buah karya dan pemikirannya tersebut juga sangat relevan bagi para pendidik dalam dunia pendidikan. Kurt Lewin lahir pada tanggal 9 September 1890 di desa Mogilno di Prusia (sekarang bagian dari Polandia). Dia adalah anak ke-dua dari empat bersaudara. Dia dibesarkan dalam keluarga Yahudi kelas menengah. Ayahnya memiliki sebuah toko kelontong kecil dan pertanian. Mereka pindah ke Berlin ketika ia berusia 15 dan dia terdaftar di Gymnasium. Pada tahun 1909 Kurt Lewin memasuki Universitas Frieberg untuk belajar kedokteran. Dia kemudian dipindahkan ke Universitas Munich untuk belajar biologi. Saat menjadi mahasiswa, ia mulai banyak terlibat dalam pergerakan kaum sosialis. Perhatiannya pada masalah-masalah pergerakan sosial muncul dan mendorongnya untuk berperan serta dalam memerangi anti-Semitisme, menuntut demokratisasi bagi institusi Jerman, dan perbaikan bagi hak-hak kaum perempuan. Bersama dengan rekan-rekan mahasiswanya, ia mengorganisasikan diri untuk memberi pengajaran pada program pendidikan orang dewasa yaitu kelas para pekerja perempuan dan laki-laki.
Gelar doktornya diambilnya di Universitas Berlin di mana ia mengembangkan minat dalam bidang filsafat ilmu dan psikologi Gestalt. Gelar Ph.D. nya diberikan pada 1916, tapi pada saat itu ia sedang mengabdi pada militer Jerman. Dia bahkan terluka dalam pertempuran. Pada tahun 1921 Kurt Lewin bergabung dalam Institusi psikologi pada Universitas Berlin. Disana ia mengajar dan mengadakan seminar-seminar dalam bidang filsafat dan psikologi. Dia merupakan dosen yang antusias yang menarik minat para mahasiswa. Namanya mulai dikenal baik dalam dunia akademisi maupun publisistik. Karyanya menjadi dikenal di Amerika dan dia diundang selama satu semester sebagai profesor tamu di Stanford pada tahun 1930.
Pada tahun 1933 karena pertimbangan politik yang semakin memburuk di Jerman ia dan istrinya juga anak perempuan mereka menetap di Amerika Serikat dan menjadi warga negara Amerika pada tahun 1940. Pada 1933 Kurt Lewin untuk pertama kali bekerja di Sekolah Ekonomi Cornell Home dan pada tahun 1935 ia mengajar di University of Iowa. Pada tahun yang sama, koleksi paper pertamanya dalam Bahasa Inggris yaitu A Dynamic Theory of Personality diterbitkan. Di Iowa ia terus mengembangkan minatnya dalam bidang sosial dan melakukan penelitian di daerah itu. University Iowa tetap menyimpan data base Kurt Lewin sampai tahun 1944.
Sejak tahun 1940, Kurt Lewin terlibat secara signifikan dalam berbagai inisiatif penelitian terapan terkait dengan masalah perang. Hal ini termasuk menjelajahi moral pasukan tempur, perang psikologis, dan reorientasi ketiadaan konsumsi makanan saat pasokan makanan sedikit. Komitmen sosialnya senantiasa kuat dan ia banyak diminta menjadi pembicara masalah-masalah minoritas dan hubungan antar-kelompok tersebut. Dia ingin sekali mendirikan sebuah pusat penelitian bagi dinamika-dinamika kelompok dan pada tahun 1944 mimpi ini terwujud dengan didirikannya Pusat Penelitian Dinamika Kelompok di Massachussetts Institut of Technology (MIT). Pada saat yang sama, Kurt Lewin juga terlibat dalam sebuah proyek untuk Kongres Yahudi Amerika di New York yakni Komisi antar-hubungan Masyarakat. Hal itu membuat penelitian tindakan (penelitian yang diarahkan pada penyelesaian masalah sosial) model Lewin digunakan dalam sejumlah studi yang signifikan terkait prasangka agama dan ras. Alhasil, pada tahun 1946, penanganan proyek ini telah membuahkan karya bersama para tokoh dan pemimpin masyarakat juga para fasilitator kelompok. Dia dan rekan-rekannya bisa mendapatkan dana dari kantor Naval Research untuk mendirikan Laboratorium Pelatihan Nasional pada tahun 1947 di Bethel, Maine. Namun, Lewin meninggal karena serangan jantung di Newtonville, Massachussetts dalam usia 56 tahun pada tanggal 11 Februari, 1947 sebelum Laboratorium didirikan.
2.2.2 Konstruksi Dasar Teori Medan Kognitif
Teori Medan atau Field Theory, merupakan salah satu teori yang termasuk rumpun Cognitive-Gestalt-Field. Teori ini sama dengan Gestalt menekankan keseluruhan dan kesatupaduan. Sebagai langkah awal, penting sekali mengenali pondasi yang mengkonstruksi teori ini. Keseluruhan itu berbeda dari penjumlahan bagian-bagiannya atau membagi-bagi berarti mendistorsi. Kita tidak akan dapat memahami atau menikmati pengalaman mendengarkan simfoni musik orchestra dengan menganalisa konstribusi musisi-musisi yang bermain di dalamnya secara terpisah. Pada pokoknya, teori ini selalu memberi penekanan pada totalitas atau keseluruhan, bukan pada bagian-bagian.
Berbeda dengan kaum behavioral yang berpendapat bahwa belajar adalah pengalaman empiris, maka menurut Gestaltis belajar adalah fenomena kognitif. Kognisi sendiri dipahami sebagai proses mental karena kognisi mencerminkan pemikiran dan tidak dapat diamati secara langsung. Oleh sebab itu belajar merupakan proses mental dan aspek-aspek belajar adalah unik bagi spesies manusia.
Ahli-ahli Gestalt termasuk Kurt Lewin juga beranggapan bahwa benda-benda hidup berbeda dengan mesin, selalu hidup dan saling mempengaruhi dengan lingkungannya. Interaksi antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field (medan persepsi). Setiap medan persepsi memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh manusia sebagai figure and ground. Oleh karena itu, teori ini menekankan adanya pengorganisasian proses-proses dalam persepsi, belajar dan problem solving dan juga mempercayai bahwa setiap individu diarahkan untuk mengorganisasikan serpihan informasi yang bersumber dari beragam cara atau proses. Pengorganisasian inilah yang kemudian mempengaruhi makna yang dibentuk.
Gestaltis juga menganut pandangan yang berbeda dalam memandang problem tubuh-pikiran. Mereka mengasumsikan adanya Isomorphism yakni adanya hubungan antara aktivitas otak dengan kesadaran, antara pengalaman psikologis dengan proses yang ada di dalam otak. Gestaltis berkali-kali menyatakan pendapatnya bahwa dunia fenomenal (kesadaran) adalah ekspresi yang akurat dari situasi. Kesadaran pula yang menjadikan semua informasi sensoris menjadi bermakna.
Dalam kaitannya dengan pokok-pokok teori belajar menurut aliran Gestalt, disamping hukum-hukum pengamatan yang menentukan proses belajar, menurut aliran ini insight adalah inti dari belajar. Insight dapat diartikan pemahaman atau pencerahan sehingga seorang pelajar dapat menyelesaikan problem maupun tugas belajar. Maka menurut aliran ini, remedial atau pengulang-ulangan materi bukan hal penting walaupun belajar dengan insight dapat juga diulangi. Contoh: pengulang-ulangan dalam melakukan latihan soal-soal UN membuat siswa mungkin dapat menjawab soal saat ujian berlangsung namun belum tentu dia memahami subtansi soal sehinga bila soal berbeda dengan rumus yang sama belum tentu dia dapat menyelesaikannya. Belajar dengan insight membuat siswa memahami subtansi masalah hingga bila soal diulang dalam format berbeda ia masih dapat menyelesaikannya.
2.2.3 Teori Medan Kognitif
Menurut Kurt Lewin perilaku ditentukan oleh totalitas situasi yang melingkupi seseorang. Dalam teori medannya, 'lapangan' didefinisikan sebagai the totality of coexisting facts which are conceived of as mutually interdependent (totalitas fakta-fakta yang mengiringi dan dipahami saling tergantung atau terkait satu dengan yang lainnya). Setiap individu berperilaku berbeda sesuai dengan persepsi diri dan lingkungannya bekerja. Medan psikologis atau lifespace, di mana orang berperilaku harus ditinjau, dalam rangka memahami perilaku itu sendiri. Penilaian seseorang berdasar persepsi diri dan aspek lingkungan yang mendukungnya ini disebabkan karena otak adalah sistem fisik, otak menciptakan medan yang memengaruhi informasi yang masuk ke dalamnya, seperti medan magnet memengaruhi partikel logam. Medan kekuatan inilah yang mengatur pengalaman sadar.
Kurt Lewin (1892-1947) menaruh perhatian pada kepribadian dan psikologi sosial. Lewin memandang bahwa masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan, yang bersifat psikologis. Medan kekuatan psikologis dimana individu bereaksi disebut sebagai ”Life Space”. Life Space mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi, misalnya: orang-orang yang ia jumpai, objek material yang ia hadapi, serta fungsi-fungsi kejiwaan yang ia miliki. Lewin berpendapat bahwa tingkah laku merupakan hasil tindakan antar kekuatan-kekuatan, baik yang dari dalam diri individu seperti; tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan maupun dari luar diri individu, seperti; tantangan dan permasalahan.
Dalam medan hidup ini ada sesuatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi untuk mencapainya selalu ada barier atau hambatan. Individu memiliki satu atau sejumlah dorongan dan berusaha mengatasi hambatan untuk mencapai tujuan tersebut. Apabila individu telah berhasil mencapai tujuan, maka ia masuk ke dalam medan atau lapangan psikologis baru yang di dalamnya berisi tujuan baru dengan hambatan-hambatan yang baru pula. Demikian seterusnya individu keluar dari suatu medan dan masuk ke medan psikologis berikutnya.
Hall dan Lindzey merangkum poin utama Teori Medan Kognitif Lewin sebagai berikut:
1.      Perilaku adalah fungsi dari medan yang ada pada saat perilaku tersebut terjadi.
2.      Analisa tingkah laku dimulai dengan situasi sebagai keseluruhan dari komponen-komponen tingkah laku yang terpisah dan berbeda.
3.      Individu yang konkret dalam sebuah situasi nyata (konkret) dapat digambarkan secara matematis.
Dalam teori ini, individu dan kelompok dapat dilihat dalam kacamata topologi (menggunakan peta sebagai representasi). Individu berpartisipasi dalam serangkaian ruang hidup seperti, keluarga, sekolah, kerja, masjid dan ini dibangun di bawah pengaruh berbagai vektor. Tingkah laku atau gerak seseorang akan terjadi kalau ada kekuatan yang cukup yang mendorongnya. Meminjam dari matematika dan fisika, Lewin menyebut kekuatan itu dengan nama Vektor. Vektor digambar dalam bentuk panah, merupakan kekuatan psikologis yang mengenai seseorang, cenderung membuatnya bergerak ke arah tertentu. Arah dan kekuatan vektor adalah fungsi dari valensi positif dan negatif dari satu atau lebih region dalam lingkungan psikologis. Jadi kalau satu region mempunyai valensi positif misalnya berisi makanan yang diinginkan, vektor yang mengarahkan ke region itu mengenai lingkaran pribadi. Kalau region yang kedua valensinya negatif misal berisi anjing yang menakutkan, vektor lain yang mengenai lingkaran pribadi mendorong menjauhi region anjing. Jika beberapa vektor positif mengenai dia, misalnya, jika seseorang dalam kondisi sulit dan lapar sementara makanan harus disiapkan, atau orang harus hadir dalam pertemuan penting sedang ia tidak punya waktu untuk makan siang, hasil gerakannya (tingkah lakunya) merupakan jumlah dari semua vektor.
Kurt Lewin melihat needs (kebutuhan) sebagai kekuatan yang mendasar yang menentukan perilaku fisiologis dan inilah yang disebut deskripsi fisik dari medan. Dalam teori ini kita juga bisa melihat bagaimana Kurt Lewin berpertautkan pemahaman dari topologi (lifespace misalnya), psikologi (kebutuhan, aspirasi), dan sosiologi (misalnya medan gaya-motif yang jelas tergantung pada tekanan kelompok). Ketiganya saling berhubungan dalam sebuah tingkah laku. Intinya, teori medan merupakan sekumpulan konsep dimana seseorang dapat menggambarkan kenyataan psikologis.
Konsep-konsep teori medan telah diterapkan Lewin dalam berbagai gejala psikologis dan sosiologis, termasuk tingkah laku bayi dan anak anak , masa adolesen, keterbelakangan mental, masalah-masalah kelompok minoritas, perbedaan perbedan karakter nasional dan dinamika kelompok.
2.2.4 Penggunaan Teori Medan dalam Belajar
1. Belajar sebagai perubahan sistem kognitif
Teori Medan (Field Theory) Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam satu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hanbatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk ke dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya.
Menurut teori ini belajar berusaha mengatasi hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan. Kurikulum sekolah dengan segala macam tuntutannya, berupa kegiatan belajar di dalam kelas, laboratorium, di workshop, di luar sekolah, penyelesaian tugas-tugas, ujian-ulangan dan lain-lain, pada dasarnya merupakan hambatan yang harus diatasi.
Menurut Lewin belajar terjadi akibat adanya perubahan struktur kognitif. Perubahan kognitif adalah hasil dari dua macam kekuatan yaitu struktur medan kognitif dan motivasi internal individu. Apabila seseorang belajar, maka dia akan tambah pengetahuannya. Artinya tahu lebih banyak dari pada sebelum ia belajar. Ini berarti ruang hidupnya lebih terdiferensiasi, lebih banyak subregion yang dimilikinya, yang dihubungkan dengan jalur-jalur tertentu. Dengan kata lain orang tahu lebih banyak tentang fakta-fakta dan saling berhubungan antara fakta-fakta itu.
Perubahan struktur pengetahuan (struktur kognitif) dapat terjadi karena ulangan; situasi mungkin perlu diulang-ulang sebelum strukturnya berubah. Akan tetapi yang penting bukanlah bahwa ulangan itu terjadi, melainkan bahwa struktur kognitif itu berubah. Dengan pengaturan masalah (problem) yang lebih baik, struktur mungkin dapat berubah dengan ulangan yang sangat sedikit. Hal ini telah terbukti dalam ekserimen mengenai insight. Terlalu banyak ulangan tidak menambah belajar; sebaliknya ulangan itu mungkin menyebabkan kejenuhan psikologis (pychological satiation) yang dapat membawa disorganisasi (kekacauan) dan dediferensiasi (kekaburan ) dalam sistem kognitif.
Perubahan dalam struktur kognitif ini untuk sebagian berlangsung dengan prinsif pemolaan (patterning) dalam pengamatan, jadi disinilah lagi terbukti betapa pentingnya pengamatan itu dalam belajar. Perubahan itu disebabkan oleh kekuatan yang telah intrinsik ada dalam struktur kognitif. Tetapi struktur kognitif itu juga berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan yang ada pada individu. Disinilah terjadi belajar dengan motivasi.
2. Hadiah dan Hukuman menurut Kurt Lewin
Bila kaum Behavioral memandang hadiah dan hukuman sebagai The Law of Effect and The Law of Reinforcement, maka Kurt Lewin menggambarkan situasi yang mengandung hadiah atau hukuman sebagai situasi yang mengandung konflik. Hal ini digambarkannya dalam topologi berikut:
a.       Situasi yang mengandung hukuman
Di dalam situasi yang digambarkan di atas, pribadi (P) harus melakukan pekerjaan atau tugas yang tidak menyenangkan (Tg), karenanya ada kebutuhan untuk meninggalkan tugas yang tidak menyenangkan itu. Supaya ia tetap mengerjakan tugas itu, ada ancaman hukuman bila ia tidak menyelesaikan tugas tersebut (Hk). Sehingga dalam situasi seperti ini lalu timbul konflik, yaitu si pribadi harus memilih diantara dua kemungkinan yang tidak menyenangkan tersebut. Dalam situasi ini, malah ada kecenderungan pribadi menghindarkan diri dari kedua kondisi yang tidak menyenangkan dirinya. Supaya pribadi tidak meninggalkan medan itu maka harus dibuat barier (B); barier dalam kehidupan nyata adalah kekuasaan atau pengawasan.
b.      Situasi yang mengandung hadiah
Dalam situasi yang mengandung hadiah, pribadi tidak perlu dimasukkan dalam tembok pengawasan seperti yang digambarkan pada topologi yang mengandung hukuman, karena sifat menariknya hadiah akan menahan pribadi untuk tetap berada dalam medan. Akan tetapi barier (B) tetap diperlukan untuk mencegah supaya pribadi jangan sampai memperoleh hadiah secara langsung tanpa mengerjakan tugas yang seharusnya dikerjakan. Pengawasan dalam situasi ini masih diperlukan karena hadiah (Hd) berhubungan dengan aktivitas menjalankan tugas (Tg) secara eksternal, maka selalu ada kecenderungan untuk mencari jalan lebih singkat bahkan bila mungkin mendapatkan hadiah tanpa mengerjakan tugasnya.
3.Masalah berhasil dan gagal
Kurt Lewin lebih setuju penggunaan istilah sukses dan gagal dari pada istilah hadiah dan hukuman. Sebab apabila tujuan-tujuan yang akan kita capai itu adalah intrinsik, maka kita lebih tepat menggunakan istilah berhasil atau gagal daripada terminologi hadiah dan hukuman. Istilah hadiah dan hukuman lebih dekat pada pendekatan nonpsikologis sedang istilah sukses dan gagal merupakan kajian dalam pendekatan psikologis. Secara psikologis yang penting memang adalah bagaimana yang dialami individu dalam menghadapi suatu problem. Suatu pengalaman sukses haruslah dimengerti sesuai dengan apa yang telah dikerjakan atau dicapai oleh seseorang (pelajar). Misalnya seorang pelajar yang merasa sukses karena naik kelas dengan nilai terbaik. Namun ada pula yang tetap merasa sukses karena ia naik kelas walau tidak dengan nilai terbaik.
4.      Sukses memberi mobilisasi energi cadangan
Kurt Lewin beranggapan bahwa dinamika kepribadian itu dikarenakan oleh adanya energi dalam diri seseorang yang disebut energi psikis. Energi psikis inilah yang dipergunakan untuk berbagai aktivitas seperti mengamati, mengingat, berpikir dan sebagainya. Dalam keadaan sehari-hari, hanya sedikit saja energi psikis yang dipergunakan dan sisanya tersimpan sebagai energy cadangan. Apabila orang mendapat pengalaman sukses, maka akan terjadi mobilisasi energi cadangan sehingga kemampuan individu untuk menyelesaikan problem bertambah. Oleh sebab itu secara praktis sangat dianjurkan untuk sebanyak mungkin memberikan kesempatan kepada para peserta didik kita supaya mereka mendapatkan pengalaman sukses.
2.2.5 Evaluasi konsep Medan kognitif
Kritik terhadap teori Lewin dapat dikelompokkan dalam 5 topik yaitu :
1.      Lewin tidak mengelaborasi pengaruh lingkungan luar atau lingkungan obyektif, memang dikemukakan sifat bondaris antara lingkungan psikologis dengan lingkungan obyektif yang permenable, namun hal ini tidak diikuti oleh penjelasan dinamika bagaimana lingkungan luar itu mempengaruhi region-region atau menjadi region baru.
2.      Lewin kurang memperhatikan sejarah individu pada masa lalu sebagai penentu tingkah laku. Ini merupakan resiko teori yang mementingkan masa kini dan masa yang akan datang. Teori ini juga terlalu bersibuk diri dengan aspek-aspek yang mendalam dari kepribadian sehingga mengabaikan tingkah laku motoris yang nampak dari luar.
3.      Lewin menyalahgunakan konsep ilmu alam dan konsep matematika. Memang tidak mudah memahami jiwa dengan memakai rumus-rumus matematika. Bahkan Lewin berani mengambil resiko dengan memakai istilah-istilah dalam matematika dan fisika untuk dipakai dalam psikologi dengan makna yang sangat berbeda dengan makna aslinya.
4.      Penggunaan konsep-konsep topologi telah menyimpang dari arti sebenarnya. Penggambaran topologis dan vaktorial dari Lewin tidak mengungkapkan sesuatu yang baru tentang tingkah laku.
5.      Banyak konsep dan konstruk yang tidak didefinisikan secara jelas sehingga memberikan arti yang kabur.
2.2.6 Implikasi
1. Bila teori-teori Behavioral menurunkan strategi belajar yang inovatif, dengan pengkondisian dan rekayasa lingkungan, maka kaum gestaltian dan kognitivisme mendekatkan kita pada strategi belajar inquiri (penemuan).
2. Belajar adalah proses mental karena itu menurut gagasan ini, belajar adalah memuaskan secara personal dan tidak perlu didorong-dorong oleh penguatan eksternal. Kelas yang berorientasi gestalt akan dicirikan oleh hubungan memberi dan menerima antara murid dengan guru.
3. Bila dalam teori Thorndike belajar dan memahami terjadi secara bertahap atau incremental, dalam teori ini belajar harus melalui insight.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa teori belajar Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori ini dapat diaplikasikan kedalam pembelajaran melalui beberapa langkah, antara lain: pengalaman tilikan, pembelajaran yang bermakna, perilaku bertujuan dan prinsip ruang hidup. Dengan demikian teori ini dapat diterapkan secara efektif dalam pembelajaran di sekolah maupun di universitas.
Sedangkan teori medan (field theory) merupakan salah satu teori yang termasuk rumpun Cognitive-Gestalt-Field. Teori ini sama dengan Gestalt menekankan keseluruhan dan kesatupaduan. Sebagai langkah awal, penting sekali mengenali pondasi yang mengkonstruksi teori ini.
3.2 Saran
1.  Dalam kelas yang berorientasi Gestalt, atensi (pengamatan) merupakan hal pokok untuk belajar, karena itu langkah pertama guru dalam pembelajaran hendaknya mencari upaya agar perhatian siswa tertuju padanya antara lain dengan cara: menampilkan topik-topik menarik, guru sering-sering mengajukan pertanyaan penyela ditengah-tengah pembahasan, menyegerakan waktu istirahat, memanej tempat duduk siswa yang mengalami kesulitan dalam atensi belajar dengan memberi tempat duduk mereka dekat dari guru.
2.  Hendaknya para guru berupaya mencari jalan tengah diantara konsep belajar behavioral dengan kognitivisme, dimana prinsip-prinsip inovatif dan rekayasa lingkungan belajar, reward dan reinforcemen tetap dapat dikombinasikan dengan prinsip dan Teori Medan dalam Gestalt.


DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald. 1995. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:PT. Eresco
Rosjidan. 1988. Pengantar Teori-teori Konseling. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen DIKTI
Surya, Muhamad. 1988. Dasar-dasar Konseling Pendidikan (Teori&Konsep). Yogyakarta : Penerbit Kota Kembang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar