Kamis, 03 Maret 2016

teori Koneksionisme

BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Koneksionisme adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia.Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran (reward) penguatan dari lingkungan.
Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya.Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
Seperti contohnya dalam teori ini dilakukan percobaan pada binatang seekor kucing.Pada percobaan tersebut menghasilkan teori trial and error (selecting and connecting). Yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba dan membuat salah. Dalam percobaan ini kucing tersebut cenderung meninggalkan perbuatan X yang tidak mempunyai hasil.Setiap respon menimbulkan stimulus yang baru. Selanjutnya stimulus baru itu akan menimbulkan respon lagi

1.2         Rumusan Masalah
1.    Apakah Teori Koneksionisme itu?
2.    Bagaimana Prinsip-Prinsip Belajar Oleh Edward Lee Thorndik?
3.    Bagaimana Hukum Teori Koneksionisme?
4.    Bagaimana Kelebihan dan Kekurangan Teori Koneksionisme?
5.    Bagaimana Aplikasi Teori Koneksionisme Terhadap Pembelajaran Siswa?
1.3         Tujuan
1.    Untuk Mengetahui Teori Koneksionisme
2.    Untuk Mengetahui Prinsip-Prinsip Belajar Oleh Edward Lee Thorndik
3.    Untuk Mengetahui Hukum Teori Koneksionisme
4.    Untuk Mengetahui Kelebihan dan Kekurangan Teori Koneksionisme
5.    Untuk Mengetahui Aplikasi Teori Koneksionisme Terhadap Pembelajaran Siswa

































BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Teori Koneksionisme
Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika.Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateacher’s Word Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order (1940).
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha –usaha atau percobaanpercobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu.Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting andconnecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.Olehkarena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebutdengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberi sumbangan yang cukup besar di duniapendidikan tersebut maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopordalam psikologi pendidikan.
Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba kucingyang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup danpintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalamsangkar tersebut tersentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial anderror” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengancara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan coba-cobaini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatanyang tidak mempunyai hasil. Setiap response menimbulkan stimulus yangbaru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan response lagi,demikian selanjutnya, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:
S                      R                     S1                    R1                   dst
Dalam percobaan tersebut apabila di luar sangkar diletakkan makanan,maka kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncatkian kemari. Dengan tidak tersengaja kucing telah menyentuh kenop, makaterbukalah pintu sangkar tersebut, dan kucing segera lari ke tempat makan.Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali, dan setelah kurang lebih 10sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat dengan sengaja menyentuh kenoptersebut apabila di luar diletakkan makanan.

2.2  Prinsip-Prinsip Belajar Oleh Edward Lee Thorndik
Adapun Prinsip-Prinsip Belajar yang Dikemukakan oleh Edward Lee Thorndik, yaitu :
1.    Pada saat seseorang berhadapan dengan situasi yang baru, berbagai respon yang ia lakukan. Adapun respon-respon tiap-tiap individu berbeda-beda tidak sama walaupun menghadapi situasi yang sama hingga akhirnya tiap individu mendapatkan respon atau tindakan yang cocok dan memuaskan. Seperti contoh seseorang yang sedang dihadapkan dengan problema keluarga maka seseorang pasti akan menghadapi dengan respon yang berbeda-beda walaupun jenis situasinya sama, misalnya orang tua dihadapkan dengan prilaku anak yang kurang wajar.
2. Dalam diri setiap orang sebenarnya sudah tertanam potensi untuk mengadakan seleksi terhadap unsur-unsur yang penting dan kurang penting, hingga akhirnya menemukan respon yang tepat. Seperti orang yang dalam masa pekembangan dan menyongsong masa depan maka sebenarnya dalam diri orang tersebut sudah menegetahui unsur yang penting yang harus dilakukan demi mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan.
3. Orang cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi yang sama. Seperti apabila seseorang dalam keadaan stress karena diputus oleh pacarnya dan ia mengalami ini bukan hanya kali ini melainkan ia pernah mengalami kejadian yang sama karena hal yang sama maka sudah barang tentu ia akan merespon situasi tersebut seperti yang ia lakukan seperti dahulu yang ia lakukan.


2.3  Hukum Teori Koneksionisme
Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
1.    Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasanindividu sehingga asosiasi cenderung diperkuat. Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatanmembentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengankecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atautertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderungmengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas danbelajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.
Masalah pertama hukum law of readiness adalah jika kecenderungan bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya, ia tak akan melakukan tindakan lain. Masalah kedua, jika ada kecenderungan bertindak, tetapi ia tidak melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.Masalah ketiganya adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal ia melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya,ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
2.    Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
3.    Hukum Akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya,suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi. Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.

Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar binatang pada dasarnya sama dengan yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa diperantarai pengartian. Binatang melakukan respons-respons langsung dari apa yang diamati dan terjadi secara mekanis(Suryobroto, 1984).Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
a.       Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response).
Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh prooses trial dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalahyang dihadapi.
b.      Hukum Sikap ( Set/ Attitude).
Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif,emosi , sosial , maupun psikomotornya.
c.       Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element).
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).
d.      Hukum Respon by Analogy.
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan makin mudah.
e.       Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting )
Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.
Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyamapaian teorinya thorndike mengemukakan revisi HukumBelajar antara lain :
1.    Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.
2.    Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah,sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
3.    Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan,tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
4.    Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain. Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep transfer of training, yaitu kecakapan yang telah diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang lain. Perkembangan teorinya berdasarkan pada percobaan terhadap kucing dengan problem box-nya.

2.4  Kelebihan dan Kekurangan Teori Koneksionisme
·         Kelebihan Teori Koneksionisme
Dengan sering melakukan pengulangan dalam memecahkan suatu permasalahan, anak didik akan memiliki sebuah pengalaman yang berharga. Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah akan, membuat anak didik menjadi lebih memiliki kemauan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
·         Kekurangan Teori Koneksionisme
Kegiatan yang terlalu sering dilakukan, akan membuat anak didik menjadi
merasa jenuh yang mungkin saja dapat mengakibatkan dia menjadi merasa
enggan untuk mencobanya lagi. Selain itu dengan adanya sistem
pemberian hadiah akan membuat sebuah ketergantungan pada anak didik
dalam melakukan sebuah kegiatan.

2.5  Aplikasi Teori Koneksionisme Terhadap Pembelajaran Siswa
Edward Lee Thorndike berpendapat, cara mengajar yang baik bukanlah mengharapkan murid tahu apa yang telah diajarkan, tetapi guru harus tahu apa yang hendak diajarkan. Dengan ini guru harus mengerti materi apa yang hendak diajarkan, respon apa yang diharapkan dan kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respons yang salah. Maka tujuan pendidikan harus dirumuskan dengan jelas.
Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didikan dan harus terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut bermacam-macam situasi.Supaya peserta didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar harus bertahap dari yang sederhana sampai yang kompleks.
Dalam belajar, motivasi tidak begitu penting karena perilaku peserta didik terutama ditentukan oleh external rewards dan bukan oleh intrinsic motivation.Yang lebih penting dari ini ialah adanya respon yang benar terhadap stimulus.Bila peserta didikan melakukan respon yang salah, harus segera diperbaiki, sebelum sempat diulang-ulang.Dengan demikian ulangan yang teratur diperlukan sebagai kontrol bagi guru, untuk mengetahui apakah peserta didik sudah melakukan respon yang benar atau belum terhadap stimulus yang diberikan oleh guru.
Supaya guru mempunyai gambaran yang jelas dan tidak keliru terhadap kemajuan anak, ulangan harus dilakukan dengan mengingat hukum kesepian.Peserta didik yang sudah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah, dan bila belum baik harus segera diperbaiki.Situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam masyarakat sebanyak mungkin, sehingga dapat terjadi transfer dari kelas ke lingkungan di luar kelas.Materi pelajaran yang diberikan kepada peserta didik harus ada manfaatnya untuk kehidupan anak kelak setelah keluar dari sekolah.
Dengan diberikannya pelajaran-pelajaran yang sulit, yang melebihi kemampuan anak, tidak akan meningkatkan kemampuan penalarannya.  Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.



BAB III
KESIMPULAN

Koneksioisme merupakan suatu asosiasi atas kesan panca indra dengan
impuls untuk bertindak, suatu hubungan dimana terjadi karena adanya suatu perbuatan bukan pengertian, yang sangat berpengaruh terhadap suatu respon terhadap sebuah stimulus, suatu hubungan dalam penelitian Thorndike bukan tepat pada hewan saja melainkan sangat cocok terhadap pelajar, yang menghubungkan serta menggabungkan beberapa respon dari
sebuah stimulus yang akhirnya timbulnya sebuah kesadaran.
Trial and error merupaka suatu usaha yang positif dalam proses sebuah pembelajaran
yang berakhir dengan keberhasilan, apabila trial and error sudah tepat untuk dilakukan maka timbullah sebuah "respon yang tepat" maka hadiah, hukuman serta motivasi sangatlah berperan dalam stimulus dan respon. Suatu kesiapan, pelatihan serta pengaruh merupakan koneksionime
terhadap proses pembelajaran, dalam kesiapan tentunya ada kesiapan dantidak adanya kesiapan kalau segala sesuatu dipaksakan maka timbullah sesuatu yang sangat merugikan.
















DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, Abdul Ghofur dkk. 1996 . Strategi Belajar Mengajar. CV Citra Media : Surabaya.
Suryabrata, Sumadi . 1990 . Psikologi Pendidikan . Rajawali Pres : Jakarta.
Syah, Muhibbin . 1990 . Psikologi . Pt. logos Wacana Ilmu : Jakarta.
http://muna.staff.lainslatiga.ac.id/wpcontent/upload/side65/2014/09/teorikoneksionisme-rev.pdf .( online). Di akses pada tanggal 30 Maret 2014.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR.PEND..LUARSEKOLAH/197012101998022-IIPSARIPAH/TEORIPEMBELAJARAN.PDF. ( online ). Di akses pada tanggal 30 Maret 2014.
www.uny.ac.id/refleksigrup/sharefile/files.( online ). Di akses pada tanggal 30 Maret 2014. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar