BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Keluarbiasaan
ialah suatu kondisi dari individu yang dianggap menyimpang baik dalam segi
jasmani, sensori, emosi dan sosial dari apa yang dianggap standar normal dalam
kehidupan manusia. Dilihat dari segi pendidikan kondisi ini menyebabkan
individu tersebut tidak dapat mengambil manfaat dari program pendidikan yang dirancang
untuk sekolah-sekolah biasa dan mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus,
yang dimaksud dengan pelayanan pendidikan secara khusus disini adalah, dalam
proses belajar mengajar, mereka memerlukan pendekatan-pendekatan, dan
menggunakan alat bantu secara khusus, misalnya dalam proses belajar mengajar
untuk anak tunanetra, mereka memerlukan alat bantu braille. Untuk anak
tunarungu mereka memerlukan bahasa isyarat dan metode komunikasi total dan alat
bantu lainnya, seperti alat bantu pendengaran. Dari segi vokasional, kondisi
keluarbiasaan dihadapkan pada satu kesulitan karena adanya berbagai peraturan
yang disusun oleh orang normal bagi berbagai jenis pekerjaan, dengan
keterbatasan-keterbatasan yang dialami oleh orang-orang yang mengalami kelainan
ini, akan sulit mendapatkan pekerjaan, dan persaingan dengan orang normal.
Kondisi
seperti itulah yang sering membawa dampak kurang menguntungkan bagi individu
maupun bagi keluarga serta masyarakat. Di lingkungan masyarakat lebih cenderung
memandang keluarbiasaan dari segi yang negatif. Mereka lebih menekankan pada
kekurangan-kekurangan yang ada pada anak luar biasa dan tidak memandang
potensi-potensi yang masih ada pada mereka.
Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 4 tahun 1974 bab I pasal 1 merumuskan tentang
pengertian kesejahteraan anak sebagai berikut “ Kesejahteraan anak adalah suatu
tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan
perkembangan dengan wajar, baik rohani, jasmani maupun sosial”. Dalam
pengertian “kesejahteraan anak” sudah pasti termasuk anak luar biasa, karena
mereka pun adalah anak. Hanya kadang-kadang kondisi anak-anak ini yang
menghambat mereka untuk dapat mencapai suatu tata kehidupan dan penghidupan
seperti yang disebutkan dalam rumusan pengertian kesejahteraan anak.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah
dampak keluarbiasaan didalam masyarakat?
2.
Apakah
dampak keluarbiasaan terhadap kesejahteraan anak luar biasa dan keluarganya?
C.
TUJUAN
1.
Memahami
dan mengerti dampak keluarbiasaan dalam lingkungan masyarakat.
2.
Memahami
dan mengerti dampak dari keluarbiasaan terhadap kesejahteraan anak dan
keluarga.
3.
Memahami
dan mengerti hubungan dari keluarbiasaan anak terhadap kesejahteraan keluarga.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DAMPAK
KELUARBIASAAN DIDALAM MASYARAKAT
Implikasi
sosial dari keluarbiasaan dapat dilihat dari bagaimana perlakuan, sikap
dan kebijakan-kebijakan masyarakat
terhadap penyandang keluarbiasaan. Masyarakat cenderung memandang keluarbiasaan
dari segi yang negatif. Masyarakat lebih menekankan pada kekurangan-kekurangan
yang ada pada anak luar biasa dan tidak memandang potensi yang ada pada mereka.
Bartel dan Guskin (Cruikshank, 1980:24) mengutip definisi social dari Friedton
sebagai berikut :
What
is the handicap in social term? It is an impretation of difference from others
more particularly impretation of an undesirrable difference. By definition,
then, a person said to be handicaped is so defened because he deviates of what
he himself or others believe be normal or appropriate.
Orang
atau anak luar biasa dipandang berbeda dengan orang-orang lain, yang diutamakan
ialah perbedaannya. Pada zaman primitif manusia masih harus berjuang melawan
alam yang buas untuk mempertahankan hidupnya, sehingga orang-orang yang
menderita cacat hanya akan dirasakan sebagai beban saja. Disamping itu terdapat
kepercayaan bahwa kecacatan seseorang merupakan pengaruh roh jahat dan membawa
bencana dalam kehidupan orang lain. Karena hal tersebut perlakuan masyarakat
terhadap orang cacat sangat kejam. Mereka dibuang, ditinggal atau bahkan
dibunuh.
Dalam
perkembangan sejarah tampak adanya perubahan dan perkembangan dalam sikap dan
perlakuan terhadap mereka yang cacat, yaitu dengan dibentuknya pelayanan
penampungan, pelayanan medis dan pelayanan pendidikan dan upaya rehabilitasi,
namun dengan demikian masih ada sisa-sisa pandangan negatif terhadap penyandang
cacat sampai sekarang masih ada.
Berikut
beberapa teori tentang sikap masyarakat terhadap penyandang cacat atau kelainan
yang dikemukakan oleh Shontz (Cruickhank 1980 : 26) :
1.
Teori dalam pendekatan sosiologis
Teori
ini memandang suatu kelainan (disability) sebagai suatu penyimpangan dari norma
sosial. Mereka dipandang sebagai individu yang tidak dapat menjalankan tugas
dan kewajiban normal yang diharapkan sesuai dengan norma-normal sosial. Dari
mereka tidak dapat diharapkan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas dan
kewajiban sebagai anggota masyarakat secara normal.
2.
Pendekatan Feld Theori dari Lewin
Teori
ini mengkombinasikan faktor sosial dan individu untuk dapat menyatakan secara
komprehensive reaksi terhadap kelainan. Teori ini disebut dengan teori
Meyerson. Teori Meyerson menekankan pada pandangan bahwa kelainan sering
disebut ketidak-mampuan ( disability ) merupakan akibat dari suatu yang
ditentukan oleh masyarakat. Teori ini menyatakan “Disability is not an
objective this in person, but a social value djustment”. Keadaan ini
digambarkan dengan contoh seorang tunanetra tidak akan mengalami hambatan untuk
menyebrang jalan, karena disediakan traffic-light yang khusus untuknya.
Kelainan
yang selalu dikaitkan dengan ketidak-mampuan mempunyai konsekuensi-konsekuensi
sosial. Reaksi lingkungan terhadap penyandang kelainan sering menimbulkan
berbagai masalah, sebagaimana digambarkan oleh Bartel (Cruickshank 1980 : 26 )
:
1. Sikap
orangtua atau masyarakat berbeda terhadap anak luar biasa.
2. Karena
itu anak luar biasa akan merasa tidak mendapat tempat dan tidak sesuai dalam
situasi normal.
3. Frustasi
bersumber dari keterbatasan kemampuan akan berakibat tumbuhnya perilaku sosial
yang menyimpang.
4. Keterbatasan-keterbatasan
ini akan menyulitkan terjadinya interaksi sosial sosial.
Masalah
lain yang timbul dari keluarbiasaan sebagai gejala sosial ialah yang berkaitan dengan
peranan sosial dan pandangan sosial terhadap peranan sosial.
Didalam
masyarakat, warganya dikategorikan menjadi kelompok-kelompok didasarkan atas
berbagai macam ciri, antara lain status ekonomi, suku bangsa, agama dan juga
ciri-ciri kelainan. Orang berkelainan biasanya dikategorikan sebagai kelompok
“orang-orang cacat”. Sesuai dengan pengelompokan tadi setiap warga masyarakat
memegang peranan yang disebut dengan social
role (peranan sosial). Dan masyarakat mempunyai pandangan atau harapan
tertentu terhadap setiap peranan sosial tersebut.
Demikian
pula pada orang-orang yang dikategorikan oleh masyarakat kedalam kategori
“orang penyandang cacat”. Mereka harus berperan sebagai orang cacat. Dan
bagaimana pandangan masyarakat terhadap peranan orang cacat ini, karena mereka
ini pada umumnya mempunyai penyimpangan-penyimpangan, baik dari segi fisik,
mental dan sosial dan terbatasnya kemampuan dari pada mereka ini, serta biasanya
masyarakat tidak mau tahu apakah mereka masih mempunyai potensi atau tidak,
maka paling tidak masyarakat mempunyai empat pandangan mengenai orang cacat
ini, antara lain adalah :
1. Mereka
berbeda dari orang lain pada umumnya.
2. Mereka
tidak berdaya.
3. Mereka
selalu harus dan minta ditolong.
4. Mereka
menjadi beban orang lain.
Pandangan
masyarakat ini tercermin dari berbagai reaksi terhadap orang/anak berkelainan
seperti :
1. Banyak
orang atau masyarakat kalau melihat orang/anak yang cacat ini dengan perasaan
iba dan belas kasihan yang berlebihan, sehingga sikap ataupun pandangan seperti
ini sangat merugikan bagi penyandang cacat itu sendiri. Dengan menaruh belas
kasihan ini, orang/anak yang mengalami kecacatan ini tidak dapat berkembang
sebagaimana mestinya, dan ia tidak dapat mengembangkan potensinya seoptimal
mungkin, karena masyarakat menganggap haknya hanya menerima saja bantuan yang
diberikan untuknya dan tidak boleh melakukan kegiatan apapun.
2. Reaksi
yang lebih menyulitkan lagi bagi penyandang cacat adalah masyarakat
mencemoohkannya, karena keterbatasan-keterbatasannya itu masyarakat menganggap
orang/anak yang cacat ini tidak berarti dan tidak berguna sama sekali, mereka
dianggap masyarakat yang kelas dua serta mempunyai harkat dan martabat yang
rendah, dengan sikap seperti ini kan sulit sekali bagi penyandang cacat untuk
berbuat sesuatu, karena masyarakat sudah mencemoohkan kehadirannya.
3. Reaksi
masyarakat dengan cara menjauhi para penyandang cacat, mereka dijauhi dari
pergaulan sosial, dan masyarakat tidak memberikan kesempatan kepada orang-orang
atau anak-anak cacat ini untuk hidup bermasyarakat.
4. Melindungi
secara berlebih-lebihan, karena merasakan kasihan dan menganggap orang/anak
yang cacat ini tidak bisa apa-apa, maka mereka dilindungi secara berlebihan,
sehingga apapun yang dilakukan oleh orang/anak yang cacat ini tidak boleh dan
mereka selalu dibantu dalam kegiatan apapun, dengan demikian kesempatan untuk
mengembangkan diri bagi orang/anak yang mengalami kelainan ini sulit, karena sikap
masyarakat yang melindunginya secara berlebihan, mereka hanya boleh berbuat
sebagaimananya orang/anak yang ditakdirkan cacat.
Karena
masyarakat memandang orang/anak yang berkelainan sebagai orang yang tidak
berdaya dan tidak mempunyai kemampuan apa-apa, apabila masyarakat melihat
seorang penyandang kelainan berbuat sesuatu, misalnya tunanetra bisa memasak,
anak tunarungu bisa menulis dengan indah, biasanya masyarakat pada umumnya
melihatnya dengan rasa kagum dan heran serta dianggap suatu keanehan.
Dampak
lain dari keluarbiasaan didalam masyarakat ialah masalah kesempatan kerja.
Tidak dapat diingkari bahwa sampai saat ini masyarakat belum membuka pintu yang
selebar-lebarnya bagi orang-orang penyandang kelainan. Lapangan pekerjaan belum
bersedia menerima tenaga-tenaga kerja yang mengalami kelainan. Hal ini di
sebabkan pandangan dan sikap negatif masyarakat terhadap penyandang kelainan.
Seperti sudah di uraikan terlebih dahulu lapangan pekerjaan masih meragukan
kemampuan penyandang cacat, dan lebih mementingkan tenaga-tenaga pekerja yang
dianggap “normal”. Karena di negara kita belum ada undang-undang yang
melindungi hak para penyandang kelainan untuk mendapat pekerjaan. Di samping
itu semua biasanya perusahaan yang menggunakan tenaga kerja masih
memperhitungkan untung rugi dari perusahaannya bila menggunakan orang yang
berkelainan, para pengusaha masih berfikir apakah orang yang berkelainan ini
produktif dan biasanya para pengusaha ini tidak mau mengambil resiko akibat
mempekerjakan orang yang mengalami kelainan.
B.
DAMPAK
KELUARBIASAAN TERHADAP KESEJAHTERAAN ANAK LUAR BIASA DAN KELUARGANYA
1.
Dampak
keluarbiasaan terhadap kesejahteraan anak luar biasa
Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 4 tahun 1974 bab I pasal 1 merumuskan tentang
pengertian kesejahteraan anak sebagai berikut “Kesejahteraan anak adalah suatu
tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan
perkembangan dengan wajar, baik rohani, jasmani maupun sosial”. Dalam
pengertian “kesejahteraan anak” sudah barang tentu termasuk anak luar biasa,
karena mereka pun adalah anak. Hanya kadang-kadang kondisi anak-anak ini yang
menghambat mereka untuk dapat mencapai suatu tata kehidupan dan penghidupan
seperti yang disebutkan dalam rumusan pengertian kesejahteraan anak.
Dampak-dampak
yang tidak menguntungkan anak sering merupakan faktor penghambat bagi anak luar
biasa untuk mencapai kesejahteraan lahir batin yang layak. Dampak obyektif
maupun yang mempunyai hubungan intrumental dengan dampak yang obyektif
menghambat anak dalam melakukan berbagai kegiatan tertentu, yang selanjutnya
akan menghambat perkembangan anak, baik mental intelektual, sosial-psikologis
dan psiko-motorik. Hambatan perkembangan tersebut menjadikan anak kehilangan
kemampuan yang dituntut dalam kehidupannya. Akhirnya anak menjadi kehilangan
fungsinya, menjadi termasuk kelompok orang-orang yang non-fungsional baik
fisik, mental, sosial, psikologis maupun vocasional. Sikap memanjakan dan
terlalu melindungi menyebabkan anak tidak mendapat kesempatan untuk
mengembangkan potensinya seoptimal mungkin untuk dapat mencapai kemandirian
semua daya kemampuannya. Sikap mengabaikan dan menelantarkan anak tidak dapat
memberikan kesempatan bagi anak untuk berkembang, bahkan sikap ini mungkin
mengabaikan anak mengalami ketegangan-ketegangan. Akhirnya anak tidak dapat
mengembangkan kemampuan penyesuaian dirinya dengan lingkungan.
Selain
sikap keluarga yang tidak memberikan bantuan atau dorongan kepada anak untuk
mencapai kesejahteraan.sikap masyarakat pun merupakan faktor penghambat bagi
bagi anak luar biasa untuk hidup sejahtera. Pandangan negatif seperti memandang
penyandang kelainan sebagai orang yang tidak berdaya, pandangan merendahkan dan
menjauhi orang penyandang kelainan merupakan faktor yang tidak memberi
kesempatan pada mereka penyandang kelainan untuk ikut berpartisipasi dan
menunjukkan fungsionalitas mereka dimasyarakat. Kesempatan kerja bagi mereka
sangat sempit, sehingga secara ekonomis mereka juga non-fingsional.
2.
Dampak
keluarbiasaan terhadap kesejahteraan keluarga
Sebagaimana
telah dikemukakan sebelumnya setiap keluarga atau orang tua selalu mendambakan
anak-anak yang sehat baik jasmani maupun rohani. Setiap orang tua selalu akan
mengharapkan anak-anaknya dapat menyelesaikan proses perkembangan yang normal
baik dalam aspek fisiknya maupun aspek mental, sosial dan emosinya, dan tidak
mengalami kelainan atau penyimpangan dari teman-teman sebayanya. Kalau ternyata
kemudian ada salah seorang anak dalam keluarga tersebut menderita suatu
kelainan, maka hal ini akan mengganggu ketenangan dan ketentraman hati orang
tua dan akan mempengaruhi kehidupan keluarga baik lahir maupun batin.
Stabilitas kehidupan keluarga dan kesejahteraan keluarga dapat terganggu karena
keberadaan anak luar biasa didalam keluarga.
Kondisi-kondisi
yang dapat mengganggu kesejahteraan keluarga ialah :
1. Konflik
emosional yang dialami orang tua.
2. Terjadinya
disharmonis diantara orang tua karena saling menyalahkan.
3. Kebingungan
orang tua karena tidak tahu apa yang harus mereka lakukan untuk anak mereka dan
bagaimana merawat, membimbing dan mendidik mereka.
4. Gangguan
pada kehidupan ekonomi keluarga karena biaya yang mereka keluarkan cukup besar
dalam upaya menanggulangi keadaan anaknya.
5. Terjadinya
hubungan yang tidak sehat antara saudara sekandung, dimana
ketegangan-ketegangan yang disebabkan oleh masalah-masalah sosial, anggota
keluarga yang normal kemungkinan tidak akan senang bila orang tua terus
menerus, selama bertahun-tahun memberikan lebih banyak waktu dan perhatian
untuk saudaranya yang mengalami kelainan, walaupun mereka bersimpati dengan
saudaranya itu dan mengerti mengapa anak itu membutuhkan perhatian. Perlu
diingatkan adanya kenyataan bahwa tidak ada satu keluarga yang benar-benar siap
dan mampu menghadapi kehadiran seorang anak luar biasa didalam kehidupan
keluarga.
Anak
luar biasa ada yang digolongkan sebagai anak tunalaras yang merupakan salah
satu dari kelima jenis kecacatan. Anak tunalaras adalah anak yang menunjukkan
penyimpangan tingkah laku baik dari segi sosial maupun emosi sehingga
memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus.
Nelson
mengemukakan, seperti yang dikutip Sunardi (1994 : 4), seseorang dikategorikan
sebagai penyimpangan jika :
1. Menunjukkan
tingkah laku menyimpang dari norma berdasarkan umur dan jenis kelainan yang
oleh orang dewasa dikatakan normal.
2. Terjadi
dengan frekuensi tinggi.
3. Terjadi
dalam kurun waktu lama.
Perilaku
menyimpang akan membawa dampak negatif pada keluarga. Meskipun keluarga sering
menerima tuduhan sebagai sumber terjadinya penyimpangan perilaku anak, tetapi
keluarga juga yang akan menderita akibat dari anaknya yang berperilaku
menyimpang. Keluarga merasa cemas melihat perilaku anaknya yang menyimpang
bahkan ada keluarga yang menghadapi anaknya dengan kejengkelan dan kemarahan. Adanya
anak yang berperilaku menyimpang dalam keluarga akan menimbulkan suasana
tegang. Apabila agresi anak di tujukan kepada keluarga ini akan menambah berat
beban yang di pikul oleh keluarga. Bila orang tua sudah tidak dapat
mengendalikan dan merasa tidak mampu lagi untuk mendidik anaknya yang mempunyai
perilaku menyimpang maka ia meyerahkan anaknya kepada lembaga-lembaga yang
menangani anak dengan perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang mempunyai dampak
terhadap masyarakat. Terutama dalam bentuk agresif dapat menimbulkan keresahan
dalam masyarakat, seperti perasaan tidak nyaman, tidak tentram, dan perasaan takut.
Masyarakat menghadapi anak-anak yang berperilaku menyimpang dengan sikap
penolakan, mengisolasikan dan menjauhi anak ini, dan masyarakat memandang anak
ini dengan pandangan yang curiga meskipun anak-anak ini sudah menunjukkan
perbaikan-perbaikan perilaku, masyarakat akan tetap tolak, menghindari dan
menjauhi.
Kondisi-kondisi
ini merupakan yang melanda kehidupan keluarga. Krisis ini mengakibatkan
keluarga tidak dapat menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya dan terjadi
diorganisasi. Menghadapi krisis ini kadang-kadang keluarga disequibrium yang
terjadi dalam keluarga dan untuk mengembalikan keseimbangan dalam kehidupan
keluarga, diperlukan bantuan dari orang lain terutama bantuan dari para ahli.
Dampak
keluarbiasaan baik bagi anak, keluarga dan masyarakat bukan merupakan masalah
yang berdiri sendiri, melainkan dapat merupakan keterkaitan atau lingkaran
masalah yang sangat luas. Keseluruhan masalah yang terjadi saling mempengaruhi
antara sebab dan akibat dari terjadinya keluarbiasaan.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Sikap
negatif dari masyarakat dapat ditelusuri dari asal mulanya dari sikap dan
perlakuan masyarakat di zaman primitif. Meskipun dalam perkembangan sejarah
tampak adanya perubahan dan perkembangan dalam sikap dan perlakuan terhadap
mereka yang cacat, yaitu dengan dibentuknya pelayanan penampungan, pelayanan
medis dan pelayanan pendidikan serta upaya rehabilitasi, namun sisa-sisa karena
pandangan negatif terhadap penyandang cacat sampai sekarang masih ada. Dampak
keluarbiasaan didalam masyarakat adalah masalah kesempatan kerja. Lapangan
pekerjaan belum bersedia menerima tenaga-tenaga kerja yang mengalami kelainan.
Dampak
keluarbiasaan baik terhadap anak, lingkungan keluarga maupun dampak
keluarbiasaan ini termasuk sebagai suatu gejala sosial. Dampak-dampak yang
tidak menguntungkan anak sering menjadi faktor penghambat bagi anak luar biasa
untuk mencapai kesejahteraan lahir-batin yang layak. Sikap masyarakat pun
merupakan faktor penghambat bagi anak luar biasa untuk hidup sejahtera.
Kesempatan kerja bagi mereka sangat sempit, sehingga secara ekonomis mereka
juga non-fungsional.
Jadi
dari uraian diatas, dapat dikatakan bahwa dampak keluarbiasaan baik bagi anak,
keluarga dan masyarakat, bukan merupakan masalah yang berdiri sendiri,
melainkan dapat merupakan keterkaitan atau lingkaran masalah yang sangat
luas. Keseluruhan masalah yang terjadi
saling mempengaruhi antara sebab dan akibat dari terjadinya keluarbiasaan.
B.
SARAN
Menyadari
bahwa kami masih jauh dari kata sempurna, kedepannya kami akan lebih fokus dan
details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang
lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Untuk itu, kami
membuka diri terhadap kritik maupun saran yang sifatnya membangun.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Sunaryo,
1995. Dasar – dasar Rehabilitasi dan
Pekerjaan Sosial, Jakarta : Depdikbud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar