Kamis, 25 Februari 2016

DAMPAK KELUARBIASAAN DIDALAM MASYARAKAT DAMPAK KELUARBIASAAN TERHADAP KESEJAHTERAAN ANAK LUAR BIASA DAN KELUARGANYA

BAB I
PENDAHULUAN


                   A. LATAR BELAKANG
Keluarbiasaan ialah suatu kondisi dari individu yang dianggap menyimpang baik dalam segi jasmani, sensori, emosi dan sosial dari apa yang dianggap standar normal dalam kehidupan manusia. Dilihat dari segi pendidikan kondisi ini menyebabkan individu tersebut tidak dapat mengambil manfaat dari program pendidikan yang dirancang untuk sekolah-sekolah biasa dan mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus, yang dimaksud dengan pelayanan pendidikan secara khusus disini adalah, dalam proses belajar mengajar, mereka memerlukan pendekatan-pendekatan, dan menggunakan alat bantu secara khusus, misalnya dalam proses belajar mengajar untuk anak tunanetra, mereka memerlukan alat bantu braille. Untuk anak tunarungu mereka memerlukan bahasa isyarat dan metode komunikasi total dan alat bantu lainnya, seperti alat bantu pendengaran. Dari segi vokasional, kondisi keluarbiasaan dihadapkan pada satu kesulitan karena adanya berbagai peraturan yang disusun oleh orang normal bagi berbagai jenis pekerjaan, dengan keterbatasan-keterbatasan yang dialami oleh orang-orang yang mengalami kelainan ini, akan sulit mendapatkan pekerjaan, dan persaingan dengan orang normal.
Kondisi seperti itulah yang sering membawa dampak kurang menguntungkan bagi individu maupun bagi keluarga serta masyarakat. Di lingkungan masyarakat lebih cenderung memandang keluarbiasaan dari segi yang negatif. Mereka lebih menekankan pada kekurangan-kekurangan yang ada pada anak luar biasa dan tidak memandang potensi-potensi yang masih ada pada mereka.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1974 bab I pasal 1 merumuskan tentang pengertian kesejahteraan anak sebagai berikut “ Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar, baik rohani, jasmani maupun sosial”. Dalam pengertian “kesejahteraan anak” sudah pasti termasuk anak luar biasa, karena mereka pun adalah anak. Hanya kadang-kadang kondisi anak-anak ini yang menghambat mereka untuk dapat mencapai suatu tata kehidupan dan penghidupan seperti yang disebutkan dalam rumusan pengertian kesejahteraan anak.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apakah dampak keluarbiasaan didalam masyarakat?
2.      Apakah dampak keluarbiasaan terhadap kesejahteraan anak luar biasa dan keluarganya?

C.    TUJUAN

1.      Memahami dan mengerti dampak keluarbiasaan dalam lingkungan masyarakat.
2.      Memahami dan mengerti dampak dari keluarbiasaan terhadap kesejahteraan anak dan keluarga.
3.      Memahami dan mengerti hubungan dari keluarbiasaan anak terhadap kesejahteraan keluarga.


BAB II
PEMBAHASAN


A.    DAMPAK KELUARBIASAAN DIDALAM MASYARAKAT

Implikasi sosial dari keluarbiasaan dapat dilihat dari bagaimana perlakuan, sikap dan  kebijakan-kebijakan masyarakat terhadap penyandang keluarbiasaan. Masyarakat cenderung memandang keluarbiasaan dari segi yang negatif. Masyarakat lebih menekankan pada kekurangan-kekurangan yang ada pada anak luar biasa dan tidak memandang potensi yang ada pada mereka. Bartel dan Guskin (Cruikshank, 1980:24) mengutip definisi social dari Friedton sebagai berikut :
What is the handicap in social term? It is an impretation of difference from others more particularly impretation of an undesirrable difference. By definition, then, a person said to be handicaped is so defened because he deviates of what he himself or others believe be normal or appropriate.
Orang atau anak luar biasa dipandang berbeda dengan orang-orang lain, yang diutamakan ialah perbedaannya. Pada zaman primitif manusia masih harus berjuang melawan alam yang buas untuk mempertahankan hidupnya, sehingga orang-orang yang menderita cacat hanya akan dirasakan sebagai beban saja. Disamping itu terdapat kepercayaan bahwa kecacatan seseorang merupakan pengaruh roh jahat dan membawa bencana dalam kehidupan orang lain. Karena hal tersebut perlakuan masyarakat terhadap orang cacat sangat kejam. Mereka dibuang, ditinggal atau bahkan dibunuh.
Dalam perkembangan sejarah tampak adanya perubahan dan perkembangan dalam sikap dan perlakuan terhadap mereka yang cacat, yaitu dengan dibentuknya pelayanan penampungan, pelayanan medis dan pelayanan pendidikan dan upaya rehabilitasi, namun dengan demikian masih ada sisa-sisa pandangan negatif terhadap penyandang cacat sampai sekarang masih ada.
Berikut beberapa teori tentang sikap masyarakat terhadap penyandang cacat atau kelainan yang dikemukakan oleh Shontz (Cruickhank 1980 : 26)  :

1.      Teori dalam pendekatan sosiologis
Teori ini memandang suatu kelainan (disability) sebagai suatu penyimpangan dari norma sosial. Mereka dipandang sebagai individu yang tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban normal yang diharapkan sesuai dengan norma-normal sosial. Dari mereka tidak dapat diharapkan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas dan kewajiban sebagai anggota masyarakat secara normal.
2.      Pendekatan Feld Theori dari Lewin
Teori ini mengkombinasikan faktor sosial dan individu untuk dapat menyatakan secara komprehensive reaksi terhadap kelainan. Teori ini disebut dengan teori Meyerson. Teori Meyerson menekankan pada pandangan bahwa kelainan sering disebut ketidak-mampuan ( disability ) merupakan akibat dari suatu yang ditentukan oleh masyarakat. Teori ini menyatakan “Disability is not an objective this in person, but a social value djustment”. Keadaan ini digambarkan dengan contoh seorang tunanetra tidak akan mengalami hambatan untuk menyebrang jalan, karena disediakan traffic-light yang khusus untuknya.
Kelainan yang selalu dikaitkan dengan ketidak-mampuan mempunyai konsekuensi-konsekuensi sosial. Reaksi lingkungan terhadap penyandang kelainan sering menimbulkan berbagai masalah, sebagaimana digambarkan oleh Bartel (Cruickshank 1980 : 26 ) :
1.      Sikap orangtua atau masyarakat berbeda terhadap anak luar biasa.
2.      Karena itu anak luar biasa akan merasa tidak mendapat tempat dan tidak sesuai dalam situasi normal.
3.      Frustasi bersumber dari keterbatasan kemampuan akan berakibat tumbuhnya perilaku sosial yang menyimpang.
4.      Keterbatasan-keterbatasan ini akan menyulitkan terjadinya interaksi sosial sosial.

Masalah lain yang timbul dari keluarbiasaan sebagai gejala sosial ialah yang berkaitan dengan peranan sosial dan pandangan sosial terhadap peranan sosial.
Didalam masyarakat, warganya dikategorikan menjadi kelompok-kelompok didasarkan atas berbagai macam ciri, antara lain status ekonomi, suku bangsa, agama dan juga ciri-ciri kelainan. Orang berkelainan biasanya dikategorikan sebagai kelompok “orang-orang cacat”. Sesuai dengan pengelompokan tadi setiap warga masyarakat memegang peranan yang disebut dengan social role (peranan sosial). Dan masyarakat mempunyai pandangan atau harapan tertentu terhadap setiap peranan sosial tersebut.
Demikian pula pada orang-orang yang dikategorikan oleh masyarakat kedalam kategori “orang penyandang cacat”. Mereka harus berperan sebagai orang cacat. Dan bagaimana pandangan masyarakat terhadap peranan orang cacat ini, karena mereka ini pada umumnya mempunyai penyimpangan-penyimpangan, baik dari segi fisik, mental dan sosial dan terbatasnya kemampuan dari pada mereka ini, serta biasanya masyarakat tidak mau tahu apakah mereka masih mempunyai potensi atau tidak, maka paling tidak masyarakat mempunyai empat pandangan mengenai orang cacat ini, antara lain adalah :
1.      Mereka berbeda dari orang lain pada umumnya.
2.      Mereka tidak berdaya.
3.      Mereka selalu harus dan minta ditolong.
4.      Mereka menjadi beban orang lain.



Pandangan masyarakat ini tercermin dari berbagai reaksi terhadap orang/anak berkelainan seperti :
1.      Banyak orang atau masyarakat kalau melihat orang/anak yang cacat ini dengan perasaan iba dan belas kasihan yang berlebihan, sehingga sikap ataupun pandangan seperti ini sangat merugikan bagi penyandang cacat itu sendiri. Dengan menaruh belas kasihan ini, orang/anak yang mengalami kecacatan ini tidak dapat berkembang sebagaimana mestinya, dan ia tidak dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin, karena masyarakat menganggap haknya hanya menerima saja bantuan yang diberikan untuknya dan tidak boleh melakukan kegiatan apapun.

2.      Reaksi yang lebih menyulitkan lagi bagi penyandang cacat adalah masyarakat mencemoohkannya, karena keterbatasan-keterbatasannya itu masyarakat menganggap orang/anak yang cacat ini tidak berarti dan tidak berguna sama sekali, mereka dianggap masyarakat yang kelas dua serta mempunyai harkat dan martabat yang rendah, dengan sikap seperti ini kan sulit sekali bagi penyandang cacat untuk berbuat sesuatu, karena masyarakat sudah mencemoohkan kehadirannya.

3.      Reaksi masyarakat dengan cara menjauhi para penyandang cacat, mereka dijauhi dari pergaulan sosial, dan masyarakat tidak memberikan kesempatan kepada orang-orang atau anak-anak cacat ini untuk hidup bermasyarakat.

4.      Melindungi secara berlebih-lebihan, karena merasakan kasihan dan menganggap orang/anak yang cacat ini tidak bisa apa-apa, maka mereka dilindungi secara berlebihan, sehingga apapun yang dilakukan oleh orang/anak yang cacat ini tidak boleh dan mereka selalu dibantu dalam kegiatan apapun, dengan demikian kesempatan untuk mengembangkan diri bagi orang/anak yang mengalami kelainan ini sulit, karena sikap masyarakat yang melindunginya secara berlebihan, mereka hanya boleh berbuat sebagaimananya orang/anak yang ditakdirkan cacat.

Karena masyarakat memandang orang/anak yang berkelainan sebagai orang yang tidak berdaya dan tidak mempunyai kemampuan apa-apa, apabila masyarakat melihat seorang penyandang kelainan berbuat sesuatu, misalnya tunanetra bisa memasak, anak tunarungu bisa menulis dengan indah, biasanya masyarakat pada umumnya melihatnya dengan rasa kagum dan heran serta dianggap suatu keanehan.
Dampak lain dari keluarbiasaan didalam masyarakat ialah masalah kesempatan kerja. Tidak dapat diingkari bahwa sampai saat ini masyarakat belum membuka pintu yang selebar-lebarnya bagi orang-orang penyandang kelainan. Lapangan pekerjaan belum bersedia menerima tenaga-tenaga kerja yang mengalami kelainan. Hal ini di sebabkan pandangan dan sikap negatif masyarakat terhadap penyandang kelainan. Seperti sudah di uraikan terlebih dahulu lapangan pekerjaan masih meragukan kemampuan penyandang cacat, dan lebih mementingkan tenaga-tenaga pekerja yang dianggap “normal”. Karena di negara kita belum ada undang-undang yang melindungi hak para penyandang kelainan untuk mendapat pekerjaan. Di samping itu semua biasanya perusahaan yang menggunakan tenaga kerja masih memperhitungkan untung rugi dari perusahaannya bila menggunakan orang yang berkelainan, para pengusaha masih berfikir apakah orang yang berkelainan ini produktif dan biasanya para pengusaha ini tidak mau mengambil resiko akibat mempekerjakan orang yang mengalami kelainan.

B.     DAMPAK KELUARBIASAAN TERHADAP KESEJAHTERAAN ANAK LUAR BIASA DAN KELUARGANYA

1.      Dampak keluarbiasaan terhadap kesejahteraan anak luar biasa
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1974 bab I pasal 1 merumuskan tentang pengertian kesejahteraan anak sebagai berikut “Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar, baik rohani, jasmani maupun sosial”. Dalam pengertian “kesejahteraan anak” sudah barang tentu termasuk anak luar biasa, karena mereka pun adalah anak. Hanya kadang-kadang kondisi anak-anak ini yang menghambat mereka untuk dapat mencapai suatu tata kehidupan dan penghidupan seperti yang disebutkan dalam rumusan pengertian kesejahteraan anak.
Dampak-dampak yang tidak menguntungkan anak sering merupakan faktor penghambat bagi anak luar biasa untuk mencapai kesejahteraan lahir batin yang layak. Dampak obyektif maupun yang mempunyai hubungan intrumental dengan dampak yang obyektif menghambat anak dalam melakukan berbagai kegiatan tertentu, yang selanjutnya akan menghambat perkembangan anak, baik mental intelektual, sosial-psikologis dan psiko-motorik. Hambatan perkembangan tersebut menjadikan anak kehilangan kemampuan yang dituntut dalam kehidupannya. Akhirnya anak menjadi kehilangan fungsinya, menjadi termasuk kelompok orang-orang yang non-fungsional baik fisik, mental, sosial, psikologis maupun vocasional. Sikap memanjakan dan terlalu melindungi menyebabkan anak tidak mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensinya seoptimal mungkin untuk dapat mencapai kemandirian semua daya kemampuannya. Sikap mengabaikan dan menelantarkan anak tidak dapat memberikan kesempatan bagi anak untuk berkembang, bahkan sikap ini mungkin mengabaikan anak mengalami ketegangan-ketegangan. Akhirnya anak tidak dapat mengembangkan kemampuan penyesuaian dirinya dengan lingkungan.
Selain sikap keluarga yang tidak memberikan bantuan atau dorongan kepada anak untuk mencapai kesejahteraan.sikap masyarakat pun merupakan faktor penghambat bagi bagi anak luar biasa untuk hidup sejahtera. Pandangan negatif seperti memandang penyandang kelainan sebagai orang yang tidak berdaya, pandangan merendahkan dan menjauhi orang penyandang kelainan merupakan faktor yang tidak memberi kesempatan pada mereka penyandang kelainan untuk ikut berpartisipasi dan menunjukkan fungsionalitas mereka dimasyarakat. Kesempatan kerja bagi mereka sangat sempit, sehingga secara ekonomis mereka juga non-fingsional.
2.      Dampak keluarbiasaan terhadap kesejahteraan keluarga
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya setiap keluarga atau orang tua selalu mendambakan anak-anak yang sehat baik jasmani maupun rohani. Setiap orang tua selalu akan mengharapkan anak-anaknya dapat menyelesaikan proses perkembangan yang normal baik dalam aspek fisiknya maupun aspek mental, sosial dan emosinya, dan tidak mengalami kelainan atau penyimpangan dari teman-teman sebayanya. Kalau ternyata kemudian ada salah seorang anak dalam keluarga tersebut menderita suatu kelainan, maka hal ini akan mengganggu ketenangan dan ketentraman hati orang tua dan akan mempengaruhi kehidupan keluarga baik lahir maupun batin. Stabilitas kehidupan keluarga dan kesejahteraan keluarga dapat terganggu karena keberadaan anak luar biasa didalam keluarga.
Kondisi-kondisi yang dapat mengganggu kesejahteraan keluarga ialah :
1.      Konflik emosional yang dialami orang tua.
2.      Terjadinya disharmonis diantara orang tua karena saling menyalahkan.
3.      Kebingungan orang tua karena tidak tahu apa yang harus mereka lakukan untuk anak mereka dan bagaimana merawat, membimbing dan mendidik mereka.
4.      Gangguan pada kehidupan ekonomi keluarga karena biaya yang mereka keluarkan cukup besar dalam upaya menanggulangi keadaan anaknya.
5.      Terjadinya hubungan yang tidak sehat antara saudara sekandung, dimana ketegangan-ketegangan yang disebabkan oleh masalah-masalah sosial, anggota keluarga yang normal kemungkinan tidak akan senang bila orang tua terus menerus, selama bertahun-tahun memberikan lebih banyak waktu dan perhatian untuk saudaranya yang mengalami kelainan, walaupun mereka bersimpati dengan saudaranya itu dan mengerti mengapa anak itu membutuhkan perhatian. Perlu diingatkan adanya kenyataan bahwa tidak ada satu keluarga yang benar-benar siap dan mampu menghadapi kehadiran seorang anak luar biasa didalam kehidupan keluarga.
Anak luar biasa ada yang digolongkan sebagai anak tunalaras yang merupakan salah satu dari kelima jenis kecacatan. Anak tunalaras adalah anak yang menunjukkan penyimpangan tingkah laku baik dari segi sosial maupun emosi sehingga memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus.
Nelson mengemukakan, seperti yang dikutip Sunardi (1994 : 4), seseorang dikategorikan sebagai penyimpangan jika :
1.      Menunjukkan tingkah laku menyimpang dari norma berdasarkan umur dan jenis kelainan yang oleh orang dewasa dikatakan normal.
2.      Terjadi dengan frekuensi tinggi.
3.      Terjadi dalam kurun waktu lama.
Perilaku menyimpang akan membawa dampak negatif pada keluarga. Meskipun keluarga sering menerima tuduhan sebagai sumber terjadinya penyimpangan perilaku anak, tetapi keluarga juga yang akan menderita akibat dari anaknya yang berperilaku menyimpang. Keluarga merasa cemas melihat perilaku anaknya yang menyimpang bahkan ada keluarga yang menghadapi anaknya dengan kejengkelan dan kemarahan. Adanya anak yang berperilaku menyimpang dalam keluarga akan menimbulkan suasana tegang. Apabila agresi anak di tujukan kepada keluarga ini akan menambah berat beban yang di pikul oleh keluarga. Bila orang tua sudah tidak dapat mengendalikan dan merasa tidak mampu lagi untuk mendidik anaknya yang mempunyai perilaku menyimpang maka ia meyerahkan anaknya kepada lembaga-lembaga yang menangani anak dengan perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang mempunyai dampak terhadap masyarakat. Terutama dalam bentuk agresif dapat menimbulkan keresahan dalam masyarakat, seperti perasaan tidak nyaman, tidak tentram, dan perasaan takut. Masyarakat menghadapi anak-anak yang berperilaku menyimpang dengan sikap penolakan, mengisolasikan dan menjauhi anak ini, dan masyarakat memandang anak ini dengan pandangan yang curiga meskipun anak-anak ini sudah menunjukkan perbaikan-perbaikan perilaku, masyarakat akan tetap tolak, menghindari dan menjauhi.
Kondisi-kondisi ini merupakan yang melanda kehidupan keluarga. Krisis ini mengakibatkan keluarga tidak dapat menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya dan terjadi diorganisasi. Menghadapi krisis ini kadang-kadang keluarga disequibrium yang terjadi dalam keluarga dan untuk mengembalikan keseimbangan dalam kehidupan keluarga, diperlukan bantuan dari orang lain terutama bantuan dari para ahli.
Dampak keluarbiasaan baik bagi anak, keluarga dan masyarakat bukan merupakan masalah yang berdiri sendiri, melainkan dapat merupakan keterkaitan atau lingkaran masalah yang sangat luas. Keseluruhan masalah yang terjadi saling mempengaruhi antara sebab dan akibat dari terjadinya keluarbiasaan.  

     


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Sikap negatif dari masyarakat dapat ditelusuri dari asal mulanya dari sikap dan perlakuan masyarakat di zaman primitif. Meskipun dalam perkembangan sejarah tampak adanya perubahan dan perkembangan dalam sikap dan perlakuan terhadap mereka yang cacat, yaitu dengan dibentuknya pelayanan penampungan, pelayanan medis dan pelayanan pendidikan serta upaya rehabilitasi, namun sisa-sisa karena pandangan negatif terhadap penyandang cacat sampai sekarang masih ada. Dampak keluarbiasaan didalam masyarakat adalah masalah kesempatan kerja. Lapangan pekerjaan belum bersedia menerima tenaga-tenaga kerja yang mengalami kelainan.
Dampak keluarbiasaan baik terhadap anak, lingkungan keluarga maupun dampak keluarbiasaan ini termasuk sebagai suatu gejala sosial. Dampak-dampak yang tidak menguntungkan anak sering menjadi faktor penghambat bagi anak luar biasa untuk mencapai kesejahteraan lahir-batin yang layak. Sikap masyarakat pun merupakan faktor penghambat bagi anak luar biasa untuk hidup sejahtera. Kesempatan kerja bagi mereka sangat sempit, sehingga secara ekonomis mereka juga non-fungsional.
Jadi dari uraian diatas, dapat dikatakan bahwa dampak keluarbiasaan baik bagi anak, keluarga dan masyarakat, bukan merupakan masalah yang berdiri sendiri, melainkan dapat merupakan keterkaitan atau lingkaran masalah yang sangat luas.  Keseluruhan masalah yang terjadi saling mempengaruhi antara sebab dan akibat dari terjadinya keluarbiasaan.

B.     SARAN
Menyadari bahwa kami masih jauh dari kata sempurna, kedepannya kami akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Untuk itu, kami membuka diri terhadap kritik maupun saran yang sifatnya membangun.







DAFTAR PUSTAKA

-          Sunaryo, 1995. Dasar – dasar Rehabilitasi dan Pekerjaan Sosial, Jakarta : Depdikbud.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar