Jumat, 05 Februari 2016

pembelajaran kooperatif

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Saat ini banyak kritik yang ditunjukkan pada cara guru mengajar yang terlalu menekankan pada penguasaan materi atau konsep belaka. penumpukan informasi materi atau konsep pada subjek didik dapat kurang bermanfaat atau bahkan tidak bermanfaat sama sekali kalau hal tersebut hanya dikonsumsikan oleh guru terhadap subjek didik melalui satu arah seperti menuangkan air dalam gelas (Rapengan 1993:1). Tidak dapat disangkal konsep adalah suatu yang penting oleh subjek yang didik. Namun bukan pada konsep itu sendiri akan tetapi pada pentingnya pemahaman konsep dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi sikap, keputusan, dan cara - cara memecahkan masalah. Untuk itu yang terpenting terjadi belajar yang bermakna dan tidak hanya seperti menuang air kedalam gelas.
            Kita ketahui pula Anak CIBI adalah anak yang memiliki bakat diatas rata- rata dibandingkan anak lain, sekitar 1,3 juta anak indonesia adalah anak masuk kategori CIBI (2011). mereka mempunyai kelebihan dengan rata -rata IQ diatas 125. mereka juga dapat cepat menguasai materi pembelajaran di sekolah. Namun disisi lain mereka cepat bosan dan frustasi karena kurangnya tantangan yang diterimah di sekolah. anak CIBI juga memiliki minat tertentu yang menjadi fokus perhatiaannya, tapi fokus dan perhatiaannya terhadap minat ini membuat anak CIBI penasaran dan terkadang tidak perduli dengan berbagai aktivitas lainnya dalam proses belajar mengajar di kelas.
            Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa guru harus memiliki cara yang kreatif dan inovatif untuk mengajar anak CIBI agar mereka mampu mengembangkan bakat atau potensi yang ia miliki akan tetapi tidak lupa dengan sikap atau perilaku mereka yang harus diperhatikan. karena sepandai apapu seseorang bila tidak dibarengi dengan perilaku yang baik maka akan sia - sia. Salah satu solusinya adalah pembelajaran kooperatif dimana siswa dituntut untuk belajar bersama sehingga meningkatkan rasa simpati dan empati seorang anak dan dapat menjalin kerjasama diantara mereka. diharapkan dengan pembelajaran ini anak dengan bakat dan kecerdasan istimewa mampu berkembang dan menumbuhkan rasa empatinya terhadap sesama.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan accelerated Teaching ?
2.      Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kooperatif ?
3.      Apa Tujuan dari pembelajaran kooperatif ?
4.      Bagaimana bentuk atau model dari pembelajaran Kooperatif ?
5.      Apa manfaat pembelajaran kooperatif pada anak?

1.3 Tujuan
1.      Memahami tentang  accelerated Teaching
2.      Memahami Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kooperatif
3.      Memahami Tujuan dari pembelajaran kooperatif
4.      Memahami  bentuk atau model dari pembelajaran kooperatif
5.      Memahami  manfaat pembelajaran kooperatif pada anak









BAB II
PEMBAHASAN
1.      Accelarated Teaching
            Pengajaran akselerasi sendiri memiliki beberapa unsur yang biasa disebut dengan MASTER PLAN. Master adalah singkatan dari M = Mind (Pikiran), Acquire the fact (Memperoleh fakta), S = Search out the meaning (Menyelidiki makna), T = Trigger the memory (Memicu ingatan) , Exhibit what you know (Memamerkan apa yang anda ketahui), Reflect (Merefleksikan) . dalam Aquired the fact dapat dibagi beberapa sub yaitu gangguan inti, serangan VAK, memetakan,  ketidak bergantungan dan pertanggung  jawaban serta cara belajar kooperatif atau kerjasama. dalam pembelajaran kooperatif , Salah satu keterampilan paling bernilai dalam hidup adalah kemampuan untuk bekerja secara efektif dalam tim informal . kelas hendaknya mengajarkan hal tersebut lewat belajar bersama bukan hanya sekedar membiarkan anak - anak berkembang bersama, tetapi juga membutuhkan intruksi yang hati - hati dan seksama.         
Berikut adalah penjelasan pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran.
2.      Landasan Pemikiran Pembelajar kooperatif

Pembelajaran yang bernaung dalam teori konstruktivis adalah kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusik dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.

Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terjadi dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen,kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.

Selama belajar secara kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, berdiskusi, dan sebagainya. Agar terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi. Belajar belum selesai jika salah satu anggota kelompok ada yang belum menguasai materi pelajaran.

Sebagaimana model-model pembelajaran lain, model pembelajaran lain, model pembelajaran kooperatif memiliki tujuan-tujuan, langkah-langkah, dan lingkungan belajar dan sistem pengelolaan yang khas.

3.      Tujuan pembelajaran kooperatif
            Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Eggen and Kauchak, 1996: 279). Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuahn usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinandan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.

4.      Variasi Dalam Model Pembelajaran Kooperatif

A.    Beberapa pakar belajar bekerjasama David dan roger johnson, dalam buku mereka Learning Together an Alone.
·         Buatlah kelompok - keompok kecil idealnya 4 siswa perkelompok
·         setiap siswa bertanggung jawab mempelajarai kira - kira seperempat materi yang dipelajari
·         kemudian mereka mempelajari bagiannya masing - masing
·         setelah itu, setiap siswa mengajarkan kepada tiga kawan setimnya, dan menguji mereka guna melihat pemahan atas materi yang bersangkutan. (pada tahap ini telah terjadi pembelajaran secara individu dan kelompok)
·         kemudian diselenggarakan turnamen kelas untuk menguji pemahaman (tim - tim berkompetisi)
·         selanjutnya, guru memberi setiap kelompok sebuah proyek dimana tiap - tiap siswa bisa memberikan kontribusi, yang bekerja secara bersama maksudnya, sebuah pekerjaan kolaboratif yang didasarkan pada apa yang telah mereka pelajari sebelumnya.
·         Setelah itu Guru menilai proyek kelompok yang sudah selesai dan menguji setiap anak. nilai - nilai dialokasikan atas dasar :
·         Bagaimana setiap siswa menunjukkan penampilan individualnya
·         dengan bonus yang diberikan atas dasara rata - rata penampilan kelompok.
·         dan bonus selanjutnya diberikan atas dasar cara setiap kelompok bekerja sama, maksunya atas dasar proses bekerja sama
§  dalam metode ini ada pertanggung jawaban secara individual , kesaling ketergantungan dan kerjasama

B.     Student Teams Achievement Division ( STAD)

Pembelajaran kooperatif tipe STD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara hiterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan, pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.
Slain (dalam Nur, 2000:26) menyatakan bahwa siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggota 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastiakn bahwa seluruh anggota tim telah mengusai pelajaran tersebut. Kemudian, seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu.
Seperti halnya pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan persiapan-persiapan  tersebut antara lain :
a.      Perangkat pembelajaran
Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajarannya yang meliputi Rencana pembelajaran (RP). Buku Siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS) beserta lembar jawabannya.
b.      Membentuk kelompok koperatif
Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam kelompok adalah hiterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya relative homogen Apabila memungkinkan kelompok kooperatif perlu memperhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan latar belakang sposial apabila dalam kelas terdiri dari ras dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik, yaitu :
(1)   Siswa dalam kelas terlebih dahulu diranking sesuai kepandaian dalam mata pelajaran sains fisika. Tujuannya adalah untuk mengurutkan siswa sesuai kemampuan sains fisikanya yang digunakan untuk mengelompokkan siswa ke dalam kelompok.
(2)   Menentukan tiga kelompok dalam kelas yaitu kelompok atas , kelompok menengah, dan kelompok bawah. Kelompok atas sebanyak 25% dari seluruh siswa yang diambil dari siswa rangking satu, kelompok tengah 50 % dari  selurah siswa yang diambil dari urutan setelah diambil kelompok atas, dan kelompok bawah sebanyak 25% dari seluruh siswa yaitu terdiri atas siswa setelh diambil kelompok atas dan kelompok menengah


c.       Menentukan skor awal 
Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis. Misalnya pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes, maka hasil tes masing-masing individu dapat dijadikan skor awal.
d.      Pengaturan tempat duduk
Pengaturan tempat duduk dalam tes kooperatif perlu juga diatur dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif.
e.       Kerja kelompok
Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD, terlebih dahul diadakan latihan kerja sama kelompok. Hal ini bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD ini didasarkan pada langkah-langkah kooperatif yang terdiri dari atas enam langkah atau fase. Fase-fase dalam pembelajaran ini seperti tersajikan dalam table 4.4 berikut ini,
Table 4.4
Fase-fase pembelajaran kooperatif tipe STAD
Fase
Kegiatan Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa




Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase 2
Menyajikan/ menyampaikan informasi

Menyajikan informasi kepada siswa dengn jalan mendemontrasikan atau lewat bahan bacaan.

Fase 3
Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar



Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fae 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar


Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase 5
Evaluasi



Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok memprentasikan hasil kerjannya.

Fase 6
Memberikan penghargaan



Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.


(sumber: Ibrahim,dkk.2000:10)
Penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a.       Menghitung skor individu
Menurut Slavin (dalam Ibrahim,dkk.2000) untuk memberikan skor perkembangan individu dihitung seperti pada Table 4.5 berikut ini:
Tabel 4.5
Perhitungan Skor Perkembangan
Nila Tes
Skor Perkembangan
ü  Lebih dari 10 poin di bawah skor awal ………………………..
ü  10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah  skor awal …………
ü  Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal …………………..
ü  Lebih dari 10 poin di atas skor awal …………………………..
ü  Nilai sempurna (tanpa perhatikan skor awal ) …………………
0 poin
10 poin
20 poin
30 poin
30 poin

b.      Menghitung skor kelompok
Skor kelompok ini di hitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan anggota klompok, yaitu dengan menjumlah semua skor perkembangan yang diperoleh anggota kelompok. Sesua dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh kategori skor kelompok seperti tercantum pada table 4.6


Table 4.6
Tingkat penghargaan kelompok
Rata-rata tim
Predikat
0 ≤ x ≤ 5
5 x15
15 ≤ x ≤ 25
25 ≤ x ≤ 30
-
Tim baik
Tim hebat
Tim super
Sumber : Ratumana,2002
c.       Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok setelah masing-masing kelompok meperoleh predikat, guru memberikan hadian/penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan predikatnya.

     Dari tinjauan tentang pembelajarn kooperatif tipe STAD ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang cukup sederhana. Dikatakan demikian karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan masih dekat dengan kaitannya dengan pembelajaran konvesional. Hal ini dapat dilihat pada fase 2 dari fase-fase pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu adanya penyajian informasi atau materi pelajaran. Perbedaan model ini dengan model konvensional terletak pada adanya pemberian penghargaan pada kelompok.

C.    Tim Ahli (Jigsaw)
a.      Gambaran umum Jigsaw
Jigsaw telah dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aroson dan teman-teman di Universitas Texas, dan diadopsi oleh Slavin dan teman-teman di Univesitas John Hopkins.
b.      Langkah-langkah pembelajaran Jigsaw
·         Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6 orang).
·         Materi pembelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab.
·         Setiap ang;gota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya. Misalnya, jika materi yang disampaikan mengenai sistem ekskresi. Maka seorang siswa dari satu kelompok mempelajari tentang ginjal, siswa yang lain dari kelompok satunya mempelajari tentang paru-paru, begitupun siswa lainnya mempelajari kulit, dan lainnya lagi mempelajari hati.
·         Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.
·         Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya.
·         Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu.
Persyaratan lain yang perlu disiapkan guru, antara lain: (1) bahan kuis; (2) lembar kerja siswa; dan (3) rencana pembelajaran. Sistem evaluasi pada Jigsaw sama dengan sistem evaluasi pada tipe STAD.
D.    Investigsi Kelompok
Investigasi kelompok merupakan model pembelajar kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembagannya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv. Berbeda dengan STAD dan Jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari dan bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelasyang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajarkl siswa terampil komunikasi dan proses kelompok yang baik.
Dalam implementasi tipe investigasi kelompok guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 siswa yang heterogen. Kelompok disini dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Selanjutnya ia menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.
Sharan, dkk (1984) membagi langkah-langkah pelaksanaan model investigasi kelompok meliputi 6 (enam) fase.
a.      Memilih topik
Siswa memilih subtopik khusus ke dalam suatu daerah masalah umum yang biasanya diterapkan oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan menjadi dua sampai enam anggota tiap kelompok menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi tugas. Komposisi kelompok hendaknya heterogen secara akademis maupun etnis.
b.      Perencanaan kooperatif
Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama.
c.       Implementasi
Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan siswa kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda baik di dalam atau diluar sekolah. Guru secara ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan.
d.      Analisis dan sintesis
Siswa menganalisis dan mensintesis informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas.
e.       Presentasi hasil final
Beberapa kelompok atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang lain saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas pada topik itu. Presentasikan dikoordinasikan oleh guru.
f.       Evaluasi
Dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang saam, siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruahan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual atau kelompok.
E.     Think Pair Share (TPS)

Strategi think-pair-share (TPS) atau berfikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi think-pair-share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Fang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland sesuai dikutip Arends (1997), menyatakan bahwa think-pair-share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dapat meberi siswa lebih banyak waktu berfikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan  hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan think-pair-share untuk membandingakn tanya jawab kelompk keseluruhan. Guru menggunakan langkah-langkah (fase) berikut :

v  Langkah 1 : Berfikir (Thinking)
Guru mengajukan satu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berfikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicaa atau mengerjakan bukan bagian berfikir.

v  Langkah 2 : Berpasangan (Pairing)
Selanjutkan guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru member waktu tidak lebih dari 4-5 menit ungtuk berpasangan.

v  Langkah 3 : Berbagi (Sharing)
Pada langkah akhir, guru meminta pasanga-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan melaporkan Arend, (1997) disadur Tjokrodiharjo, (2003).


F.     Numbered Head Together (NHT)
        
Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berfikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternative terhadap struktur kelas tradisional. NUMBEREED HEAD TOGETHER (NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercangkup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut

Dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan stuktur empat fase sebagai sintaks NHT :

v  Fase 1 : Penomoran
Dalam fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor anatara 1 sampai 5.

v  Fase 2 : Mengajukan pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. Misalnya, “berapak jumlah gigi orang dewasa?” atau berbentuk arahan, misalnya “pastikan setiap orang mengetahui 5 buah ibu kota provinsi yang terletak di Pulau Sumatra.

v  Fase 3 : Berfikir bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan tiap anggotanya Dalam timnya mengetahui jawaban ini

v  Fase 4 : Menjawab
Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacunkangkan tangannya dan mencoba menjawab untuk seluruh kelas.


5.  Manfaat  Pembelajaran Koopeartif bagi
           Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
           Pembelajaran kooperatif mempunyai efek yang berarti terhadap penerimaan yang luas terhadap keragaman ras, budaya dan agama, strata sosial, kemampuan, dan ketidakmampuan (Ibrahim, dkk, 2000: 9). Pembelajaran koopeeatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
          Keterampilan sosial atau kooperatif berkembang secara signifikan dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatihkan keterampilan-keterampilan kerjasama dan kolaborasi, dan juga keterampilan-keterampilan tanya-jawab. (Ibrahim, dkk, 2000: 9).









BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
            Pembelajaran kooperatif lebih ditekankan pada tuntutan untuk belajar bersama sehingga meningkatkan rasa simpati dan empati seorang anak dan dapat menjalin kerjasama diantara mereka. diharapkan dengan pembelajaran ini anak dengan bakat dan kecerdasan istimewa mampu berkembang dan menumbuhkan rasa empatinya terhadap sesama. dalam pembelajaran kooperatif sendiri ada beberapa model yaitu STAD,JIGSAW,INVESTIGASI KELOMPOK,TPS dan NHT

Daftar Pustaka
Rose colin and Malcolm J. Nicholl. 2009.Accelerated Learning for the 21 th Century. Bandung : Nuansa 
robinson, ann. 1991. the national research center on the gifted and talented : cooperative Learning and the academically talented student. University of Arkansas (di unduh pada tanggal 10 oktober 2015)
Trianto. 2007. Pembelajaran Inovatif berorientasi kontrutivistik. Jakarta : prestasi pustaka publisher


Tidak ada komentar:

Posting Komentar