Jumat, 05 Februari 2016

intervensi dini perkembangan motorik pada ABK

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Gagasan intervensi dini terhadap anak berkebutuhan khusus awalnya dipelopori oleh Hunt (1961) dan Blomm (1964). Hunt menyatakan bahwa intelegensi dapat ditingkatkan apabila anak mendapatkan pengalaman dalam lingkungan yang terstruktur. Sedangkan Blomm menyimpulkan bahwa pengalaman anak yang diperoleh dari lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan anak berikutnya, terutama pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam masa awal perkembangan.
Intervensi dini sama-sama bertujuan untuk mengoptimalkan perkembangan anak, namum pada hakekatnya memiliki makna dan sasaran yang berbeda. Saat mengintervensi dini pada seorang anak berkebutuhan khusus juga diberikan stimulus dengan focus kepada anak dengan pertumbuhan dan perkembangan normal, dengan maksud agar anak mencapai tingkat perkembangan yang baik dan optimal sesuai umur, sedangkan intervensi kepada anak yang dengan pertumbuhan dan perkembangan yang menyimpang, mengalami kelambatan, memiliki factor resiko, atau bagi anak-anak berkebutuhan khusus dengan maksud untuk membantu mengatasi hambatan belajar yang dialaminya, mencegah agar tidak bertambah berat, serta untuk menimalisir agar hambatan tersebut tidak berdampak negative pada perkembangan selanjutnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimakasud dengan perkembangan motorik ?
2.      Bagaimana hambatan dan intervensi dini pada ABK?

C.    Tujuan
1.        Mengetahui perkembangan motoric pada ABK
2.        Mengetahui hambatan dan intervensi dini pada ABK

BAB II
PEMBAHASAN
1.1  Perkembangan Motorik
·         Elizabeth B Hurlock (1978: 159) menyatakan bahwa perkembangan motorik diartikan sebagai perkembangan dari unsur kematangan pengendalian gerak tubuh dan otak sebagai pusat gerak. Gerak ini secara jelas dibedakan menjadi gerak kasar dan halus. Menurut Endang Rini Sukamti (2000:15) bahwa perkembangan motorik adalah sesuatu proses kemasakan atau gerak yang langsung melibatkan otot-otot untuk bergerak dan proses pensyarafan yang menjadi seseorang mampu menggerakkan dan proses persyarafan yang menjadikanseseorang mampu menggerakkan tubuhnya. Dari pendapat di atasdapat disimpulkan bahwa perkembangan motorik merupakan perubahan keterampilan motorik dari lahir sampai umur lima tahun yang melibatkanberbagai aspek perilaku dan keterampilan motorik. Keadaan lingkungan sosial juga sangat berpengaruh pada peningkatan perkembangan motorik anak. Perkembangan motorik juga berarti perkembangan gerak pengendalian jasmaniah melalui kegiatan pusatsaraf, urat saraf dan otot-otot yang terkoordinasi (Hurlock, 1991:150).
Ciri-ciri perkembangan motorik pada umumnya melalui empat tahap, yaitu:
a. Gerakan-gerakan tidak disadari, tidak disengaja dan tanpa arah.
b. Gerakan-gerakan anak itu tidak khas, artinya gerakan yang timbul disebabkan oleh rangsangan yang tidak sesuai dengan rangsangannya.
c. Gerakan-gerakan pada anak dilakukan secara massal, yang artinyaseluruh tubuh ikut bergerak.
d. Gerakan-gerakan anak diikuti gerakan lain yang sebenarnya tidakdiperlukan.
·         Perkembangan motorik diketahui adanya bentuk-bentuk kemampuan motorik yang sama pada anak-anak, dalam kelompok umur yang samamemperlihatkan hal yang sama juga. Prinsip – prinsip perkembangan motorik(Bernadeta Suhartini), yaitu:
a. Perkembangan motorik tergantung pada perkembangan saraf dan otak.
b. Belajar keterampilan tidak akan sesuai sebelum anak mencapai siapdalam kematangan.
c. Perkembangan motorik anak akan mengikuti pola perkembangannya.
d. Norma perkembangan motorik anak akan dapat ditentukan.
e. Ada perbedaan secara individu dalam standar perkembangan motorik.
Intervensi dini adalah tindakan atau stimulasi awal kepada bayi yang mengalami berkebutuhan khusus. Tujuan intervensi dini adalah mengurangi dampak berkebutuhan khusus  yang terjadi atau dialami seorang anak, sehingga anak balita penyandang disabilitas dapat tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin sesuai tahapan usia.
Ada beberapa aspek dalam intervensi dini anak dengan hambatan, yaitu: aspek medis, pendidikan, emosi/psikologis, dan aspek social.
ü  Peran Penting Orang Tua
Kapan intervensi dini pada bayi yang mengalami hambatan penglihatan dimulai, tergantung orang tua, ayah dan ibunya. Jika orang tua yang dikaruniai bayi yang mengalami hambatan penglihatan dapat segera menerima kondisi anaknya, pasti akan menumbuhkan sikap positif. Jika sikap positif telah terbangun, orang tua akan mencurahkan segala kemampuan untuk melakukan stimulasi-stimulasi agar bayi yang mengalami hambatan penglihatan tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin.
Menerima kenyataan dan menumbuhkan sikap positif pada kehadiran bayi berkebutuhan khusus tidak mudah. Sebagian orangtua di fase awal hanya memusatkan perhatian pada tindakan medis. Mencoba mencari kesembuhan ke mana saja. Hal ini dapat dimaklumi. Tapi jika orang tua hanya fokus ke tindakan medis dan mengabaikan aspek lain, mereka akan kehilangan “masa emas” anak balita mereka. Jika ini terjadi, yang jadi korban adalah si anak.
Salah satu cara untuk menumbuhkan sikap positif adalah mencari informasi dari sumber-sumber yang benar sebanyak mungkin. Ketidaktahuan akan berakibat tumbuhnya sikap negatif. Bingung, tak tahu apa yang harus dilakukan. Khawatir, apakah bayi berkebutuhan khusus bisa menjadi orang yang berguna atau memiliki masa depan. Kondisi terburuk adalah sikap apatis dan putus asa. Informasi yang benar akan memberikan pencerahan, memberikan inspirasi, dan menjadi referensi.
2.2 Hambatan dan Intervensi Dini Pada Motorik Anak Berkebutuhan Khusus.
1. Hambatan dan Intervensi Dini Pada Motorik Anak Tunanetra
·         Aspek medis adalah tindakan medis yang masih mungkin dilakukan untuk mengurangi dampak berkebutuhan khusus. Misalnya operasi pengangkatan katarak pada anak yang mengalami katarak karena faktor keturunan. Pada beberapa jenis disabilitas, intervensi dini aspek medis ini juga dapat berupa terapi fisik. Contohnya, latihan fisik pada anak tunanetra, sehingga fisik  anak tunanetra tersebut tidak lemah.
·         Intervensi dini aspek pendidikan adalah tindakan atau stimulasi yang dilakukan pada bayi yang mengalami berkebutuhan khusus, agar dapat tumbuh kembang dengan baik dan kelak siap memasuki usia sekolah. Contohnya, pada anak bayi yang mengalami tunanetra total perlu stimulasi khusus, berupa sentuhan dan suara, agar belajar berinteraksi dengan lingkungan. Stimulasi suara mendorong ia menggerakkan dan mengangkat kepala. Sentuhan dan bantuan gerakan tertentu akan membantunya menggerakkan badan, hingga kemudian dapat tengkurap, duduk, merangkak, dan berjalan. Stimulasi indra  perabaan juga diperlukan sebagai persiapan belajar membaca dan menulis huruf Braille, berlatih mengenali lingkungan, dan melakukan mobilitas. Agar anak balita disabilitas dapat memiliki keterampilan melakukan aktivitas hidup sehari-hari, perlu diberikan latihan bina diri. Misalnya mandi dan gosok gigi, mengenakan pakaian, makan, mencuci tangan dan kaki, buang air, dan meletakkan benda-benda.
Jika intervensi dini ini tidak dilakukan atau diabaikan, dapat menimbulkan berkebutuhan khusus tambahan yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Pada anak yang mengalami hambatan penglihatan sebenarnya tidak memiliki masalah dengan kakinya. Tetapi karena kekhawatiran orang tua terhadap anak anak tersebut akan menimbulkan masalah baru. Yang sebenarnya hanya memiliki hambatan penglihatan saja tetapi kekhawatiran orang tua anak anak tersebut kemana mana selalu di gendong dan dimanjakan yang berlebihan sehingga anak anak tersebut pada akhirnya tidak bisa melakukan mobilitas sehingga anak tersebut akan mengalami, terlambat jalan, tidak dapat mandiri dan akan terjadi terlambat sekolah.
2.    Hambatan dan Intervensi Dini Pada Motorik Anak Tunarungu
Perkembangn fisik atau motorik anak tuna rungu tidak begitu jauh berbeda degan perkembangan anak pada umumnya. Bahkan jarang anak tuna rungu baru dapat di kenali ketika di ajak hicara bicara atau berkomunikasi, tetapi terkadang di temui kepada beberapa anak tuna rungu yang letak gangguan pendengarannya pda telinga bagian dalam (auris internl) mengenai bagian organ keseimbangan (semicircular canalas) yang pada gilirannya juga dapat mempengaruhi nerfes cochlearis (saraf keseimbangan) yang menyebabkan anak jika berjalan seperti terhuyung huyung (akan jatuh) anak kurang memiliki keseimbang yang baik. Tetapi selain dari pada itu, jika anbak murni mengalami ketunarunguan maka perkembangan fisiknya tidak banyak mengalami hambatan , kecuali ia mengalami ketunaan penyert (double handicapped)

·         Tidak tertinggal dari anak normal dalam perkembangan kema­tangan bidang motorik seperti unsur waktu duduk, berjalan dan lainnya. 
·         Tidak tertinggal dalam bidang ketrampilan atau menggunakan kecakapan tangan. 
  • Berprestasi di bawah normal pada umumnya dalam segi koordinasi lokomotorik, yaitu kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan dan bergerak. Hal tersebut dapat terjadi apabila kerusakan terdapat pada alat keseimbangan atau daerah kanalis semikirkulair. Kecepatan motorik terutama yang bersifat komplek dalam melaksanakan suatu perbuatan karena anak tunarungu mengalami kesukaran tentang konsep itu. Gerakan simulltan yaitu kemampuan menggunakan salah satu komponen motorik misalnya tangan sedangkan komponen lainnya misalnya kaki digunakan untuk gerakan yang berbeda. 
Model Pembelajaran Motorik Berbasis Permainan
      Pembelajaran anak Tunarungu di SLB khususnya pembelajaran pendidikan jasmani, siswa terlihat kurang bersemangat. Dalam pembelajaran itu guru hanya monoton, sehingga siswa kurang aktif. Sehingga dengan adanya model pembelajaran motorik berbasis permainan maka diharapkan siswa akan aktif, sehingga model pembelajaran itu sangat diperlukan siswa SLB khususnya anak Tunarungu.
      Pada anak normal perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh bertambahnya usia anak. Motorik itu sendiri terdiri dari motorik kasar dan halus, motorik kasar adalah kemampuan anak dalam melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot besar yang merupakan area terbesar pada masa perkembangan, diawali dengan kemampuan berjalan, kemudian lari, lompat dan lempar. Motorik halus adalah kemampuan anak dalam melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis.

3.      Hambatan dan Intervensi Dini Pada Motorik Anak Tunagrahita
Anak tunagrahita memiliki kemampuan motorik lebih rendah dibandingkan anak sebaya. Baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Hal ini ditunjukkan dengan kurang mampunya melakukan aktivitas motorik untuk tugas-tugas yang memerlukan ketepatan gerak maupun melakukan reaksi gerak yang memerlukan koordinasi motorik dan keterampilan gerak yang lebih kompleks. Sering kali ditemui bahwa pada anak tunagrahita mengalami hambatan pada motorik kasar seperti berjalan, melompat, berlari, dan gerak lainnya. Juga dalam motorik halus seperti menangkap boladan sebagainya. Kondisi ini disebabkan adanya gangguan pada otak sebagai pusat motorik akibat dari gangguan pada pusat persepsi yang berhubungan dengan mental dan inteligensi.
Berikut ini beberapa model permainan yang menekankan pada pengembangan kecerdasan dan motorik halus anak tunagrahita, yang bersifat individual:
1.      Latihan menuangkan air
Menuang air memang bukan suatu pekerjaan yang mudah bagi anak tunagrahita, apalagi kalau diharuskan tidak boleh ada tetesan air di sekitarnya. Pertama-tama anak diberi latihan menuang air dengan jumlah sedikit melalui contoh yang diberikan. Semakin teratur dan tanpa tetesan dalam menuangkan air, maka semakin baik kemampuannya.
2.      Bermain pasir
Selain dengan air, latihan menuang dapat pula dengan pasir kering. Botol dan panci sebagai tempat menuang pasir, dan pasir yang telah dituang ke botol dan panci tersebut dapat dituang kembali ke ember. Bermain pasir ini dapat pula menggunakan pasir basah. Dengan menggunakan pasir basah, anak tunagrahita diajak berkhayal untuk mencetak benda-benda yang diinginkan, seperti kue, bangunan gedung, gunung, dan lain sebagainya.
3.      Bermain tanah liat
Pertama kali anak tunagrahita bermain dengan tanah liat, barangkali kegiatan yang dilakukan hanya mengepal-ngepal saja. Namun apabila mereka diberikan bimbingan dan latihan, kegiatan tersebut dapat diarahkan membentuk benda-benda di sekitarnya, seperti boneka, asbak, atau yang lainnya. Setelah hasil pekerjaan anak tersebut selesai dan dikeringkan, dapat dicat dengan berbagai warna agar menarik perhatiannya dan timbul motivasi untuk berbuat lagi yang lebih baik.
4.      Meronce manik-manik
Pertama kali yang perlu diajarkan dalam kegiatan meronce, yaitu meronce manik-manik yang besar, kemudian dilanjutkan dengan yang kecil dengan menggunakan benang atau kawat halus. Setelah anak tertarik dengan kegiatan tersebut, dilanjutkan dengan pemilihan dan kombinasi warna manik-manik yang dironce.

5.      Latihan melipat
Untuk anak normal melipat bukan hal yang sulit, namun bagi anak tunagrahita melipat perlu diajarkan tersendiri sebab merupakan latihan yang tidak mudah. Latihan ini diawali dengan dua lipatan, empat lipatan, dan seterusnya dengan berbagai kombinasi sesuai batas kemampuan anak.
6.      Mengelem dan menempel
Pertama-tama yang perlu diajarkan dalam latihan mengelem dan menempel ini, yaitu dengan menggunakan telunjuk jari untuk mengelem dan mengulasnya agar tidak terjadi kecerobohan. Untuk dapat lebih melekat, taruhlah secarik kertas atau kain di atasnya dan tekan. Apabila anak mampu mengerjakan dengan baik dan rapi, berilah pujian sebagai tanda penghargaan jerih payahnya.
7.      Menggunting dan memotong
Latihan menggunting ini mengguanakan koran bekas, dapat diawali dengan menggunting bentuk sembarang, kemudian menggunting dengan cara yang lurus dan dilanjutkan dengan menggunting dengan garis-garis melengkung, yang akhirnya menggunting gambar-gambar dalam majalah atau koran.
8.      Latihan menyobek
Untuk latihan ini anak harus menggunakan kedua tangannya, dimulai menyobek menjadi bagian-bagian besar hingga bagian yang sekecil-kecilnya. Hasil sobekan kertas kecil-kecil tersebut selanjutnya dapat dipergunakan untuk membuat rumah, pohon, gunung, dan lain-lain, dengan cara menempelkan di kertas yang masih utuh.
9.      Jarum dan benang
Latihan jarum dan benang ini tidak hanya ditujukan bagi anak tunagrahita perempuan saja, tapi perlu juga diberikan pada anak laki-laki. Untuk kepentingan tersebut, dibutuhkan semacam alat bordir yang mula-mula harus ditusuk-tusukkan. Selanjutnya anak dapat dilatih menggunakan kain strimin yang kasar atau kain wol yang tebal dan sederhana. Dengan menggunakan jarum dan benang, anak tunagrahita dapat membuat hiasan dinding, alas baki, tas, dan sebagainya.

Intervensi Dini Pada Motorik Anak Tunagrahita
Dalam perkembangan motorik anak tunagrahita berbeda dengan anak normal. Berikut adalah tabel indikator perkembangan motorik anak normal. Dengan adanya indicator ini maka kita akan dengan mudah untuk menemukan kelainan atau hambatan apa yang dimiliki oleh anak tunagrahita.
Tahap perkembangan motorik
No
Umur
Perkembangan anak normal
1.
1 tahun
Berusaha tegak dengan berlutut, berjalan dengan berpegang sebelah tangan, merangkak bebas,menggenggam dan meletakkan benda.
2.
2 tahun
Sudah bisa berjalan, berlari,melompat, membolak-balik halaman buku, menjodohkan warna, gambar, bentuk dan balok
3.
2,5 tahun
Berjalan dengan ujung jari kaki, melommpat dengan dua kaki bersama-sama, berjalan mengikuti garis yang dibuat pada lantai
4.
3 tahun
Berlari dengan jari kaki, mengendarai sepeda roda tiga, berdiri dengan satu kaki, berjalan mundur dengan mudah, memutar-mutar pergelangan tangan
5.
3.5 tahun
Berlari menghindar halangan/rintangan, berjalan pada balok keseimbangan dengan 2 langkah berganti-ganti
6.
4 tahun
Melompat diatas benda setinggi 15 cm, menangkap bola yang dilemparkan, memegang sikat dengan posisi benar.
7.
5 tahun
Melompat dari sesuatu dengan ketinggian 30 cm, berlari naik kursi dan meja, berjalan mengikuti garis pada lantai dengan kaki dan tumit

4.      Hambatan dan Intervensi Dini Pada Motorik Anak Tunadaksa
Anak tunadaksa seperti anak lainnya memiliki tahap – tahap perkembangan yang berlanjut terus. Didalam proses perkembangannya tersebut ada hambatan – hambatan yang terjadi. Hambatan tersebut dapat mempengaruhi aspek – aspek perkembangan anak dan salah satu akibat dari terhambatnya perkembangan tersebut yaitu kecacatan pada fisik yang mengakibatkan terhambatnya mobilitas gerak.
            Anak CP mengalami kerusakan pada pyramidal tract dan atau extrapyramidal. Kedua system tersebut berfungsi mengatur system motoric manusia, oleh karenanya anak CP mengalami gangguan fungsi motoriknya. Seluruh gerakan otot anak cerebral palsy juga bekerja secara kelompok dan membuat pola – pola gerak, tetapi pola – pola itu tidak normal dan tidak ada koordinasi yang disebabkan oleh adanya kerusakan dalam otak. Mereka tidak dapat melakukan pola gerakan yang benar, gerakannya dilakukan dengan salah. Anak cerebral palsy dan juga anak – anak normal, mereka belajar gerak dengan perasaannya dan mencobanya dengan mengingat – ingat yang pernah dilakukannya.
            Anak normal memiliki kemampuan menyesuaikan gerakan dengan tujuan yang dimaksutkan, sedangkan anak cerebral palsy gerakannya terbatas. Gerakannya monoton da nasal gerak, yang penting dapat melakukan gerakan. Jika anak mulai dengan pola gerakan yang salah, maka ia akan meneruskannya dan mengabaikan gerakan yang salah tersebut. Hal ini dapat menghambat perkembangan fisik yang normal dan kesalahan gerakan yang berulang – ulang akan menimbulkan kekakuan sendi dan salah bentuk.
            Pengontrolan seluruh gerakan tubuh terdapat pada otak. Bentuk gerakan yang sempurna terjadi melalui kerjasama antara mata, telinga, kulit, otot, dan sendi. Jika hal ini terjadi pada anak cerebral palsy, maka perkembangannya akan terganggu atau terhambat. Kerusakan sebagian otaknya dapat mempunyai pengaruh yang berbeda. Dalam beberapa kasus kerusakan tangan akan mempengaruhi kakinya atau sebaliknya.


Perbandingan Perkembangan Motoric Kasar
Anak Normal Dan Anak CP
UMUR
PERKEMBANAGAN ANAK NORMAL
PERKEMBANAGAN ANAK CP
3 Bulan
-Tengkurap, Kepala diangkat, menyangga pada tangan
-Telentang; kedua tangan disatukan

-Tungkai kaku
-kepala tidak dapat diangkat
-lengan tidak menyangga
-melenting kebelakang, kepala miring ke satu sisi
-satu lengan dan tungkai menekuk yang lain lurus
-tidak bisa menyatukan tangan
-tidak dapat mengangkat kepalaa
6 Bulan
-Duduk disangga tangan; bobot bertumpupada kaki jika dibantu berdiri.
-badan membungkuk
-lengan kaku, tangan mengepal
-jika ditarik untuk duduk, kepala tertahan atau jatuh kebelakang
-berdiri berjinjit
-lengan ditarik kebelakanag
-tungkai kaku dan menyilang seperti gunting
12 Bulan
-Mencoba berdiri berpegangan pada sesuatu, merangkak dengan baik.
-Kesulitan menarik tubuhnya untuk berdiri.
-tungkai kaku, jari kai lurus
-tidak dapat merangkak
-hanya menggunaka sebelah badannuya atau menyeret diri menggunakan tangan
-satu tangan kaku dan bengkok
18 Bulan
-berdiri dan berjalan sendiri; bergerak untuk duduk dan beranjak; duduk dengan tegak, menggunakan kedua tangan
-jalan berjinjit sebeklah
-keseimbanagan berdiri yang buruk
-sering menggunakan sebelah tangan untuk bermain
-mungkin satu tungkai kaku
-duduk dengan bertumpu pada satu sisi



5.      Hambatan dan Intervensi Dini Pada Motorik Anak Berkesulitan Belajar
Anak normal pada umumnya selalu menunjukkan reaksi yang spontan dan cepat dalam merespon rangsangan yang ditemui. Akan tetapi spontanitas dan kecepatan mereaksi seperti itu tidak terjadi pada anak berkesulitan belajar. Menurut Hammil dan Myers (1976) terdapat empat gangguan motorik yang selalu ditekankan dalam hubungannya dengan anak berkesulitan belajar, yaitu hiperaktivitas, hipoaktivitas, inkoordinasi, dan perseverasi.
Gejala hiperaktivitas, biasanya ditandai dengan secara konstan sibuk bergerak, tidak mampu duduk dalam jangka waktu yang pendek tanpa menggerakkan kaki, memainkan benda yang dipegang, atau memutar – mutar kursi, cenderung untuk berbicara atau mengobrol terus, dan sering kurang memperhatikan. Perilaku hiperaktif ini juga sering menunjukkan adanya hubungan dengan gangguan otak, penyimpangan tingkah laku, dan perilaku adaptif lain. Gejala hipoaktivitas ditunjukkan dengan aktivitas motoric yang lamban, kurang memberikan reaksi, malas, dan lesu. Gejala inkoordinasi ini ditandai dengan munculnya gejala kejanggalan atau kekakuan fisik dan atau kemiskinan integrasi motoric. Misalnya : (1) kemiskinan dalam aktivitas yang memerlukan koordinasi motoric tingkat tinggi, seperti berlari, menangkap, meloncat, dan melompat, (2) berjalannya kaku, dalam kasus yang ekstrim kaki dan tangan dapat bergerak dalam suatu homolateral (bersama – sama), (3) memiliki pola aktivitas dibawah rata – rata seperti dalam menulis, menggambar, atau tugas – tugas yang memerlukan integrasi motoric yang baik, (4) kurang memiliki keseimbangan badan, seperti sering jatuh, tersandung, dan canggung. Sedangkan perseverasi adalah kecenderungan untuk berperilaku secara otomatis dan sering tanpa sengaja di lanjutkan. Perikalu ini dapat diobservasi dalam hamper keseluruhan perilaku ekspresif, seperti bicara, menulis, membaca, menggambar, dan menunjuk.
Anak berkesulitan belajar dapat mengalami satu atau lebih gangguan proses psikologis dasar (terutama persepsi dan konsentrasi) dan motorik (terutama problem vestibule proprioseption), motoric halus, dispraksia, sensori integrasi koordinasi mata tangan dan lateralisasi). Gangguan – gangguan tersebut secara nyata dapat muncul sendiri – sendiri, bersamaan, atau sebagai rangkaian sebab akibat. Misalnya, adanya problem vestibule proprioception (kemampuan yang terkait dengan menjaga posisi atau keseimbangan tubuh) menjadikan keterbatasan dalam menjaga vertikalisasi tubuhnya, sehingga menjadikan anak tidak bisa diam sehingga mengganggu kemampuan ruang pandangnya, dan akhirnya secara langsung berdampak kepada keakuratannya dalam mengidentifikasi, membedakan, dan menginterpretsikan obyek yang dilihat atau dibaca, dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap kemampuan persepsi, konsentrasi, maupun ingatannya.
6.      Hambatan dan Intervensi Dini Pada Motorik Anak Autis
Intervensi terhadap anak autis berarti adalah upaya mengubah kehidupan anak autis untuk mengurangi gejala perilaku yang mempengaruhi fungsi perkem-bangan anak secara negatif dan mendorong fungsi perkembangan anak seperti mengembangkan kemam-puan berbahasa, tingkah laku, penyesuaian diri, sosiali-sasi dan ketrampilan bina diri.
Anak autis seringkali mendemonstrasikan pola perilaku yang khas dan tidak biasa, seperti asyik sendiri dengan sebuah benda atau bagian dari benda, atau ketertarikan yang intens terhadap topik tertentu. Anak akan terlibat pada gerakan-gerakan motorik yang repetitif yang pada bentuk yang paling umum dimanifestasikan dengan menjentikkan jari, menepukkan tangan, tatapan mata yang tidak biasa, kebiasan berjalan dengan berjinjit dan/atau dengan berputar.
Telah mejadi hal yang umum bahwa perilaku-perilaku tersebut akan menjadi pengganggu dalam proses pendidikan anak. Perilaku repetitif ini juga dapat berdampak pada performansi sosial anak. Sebagai contoh, cakupan ketertarikan yang sempit dapat mendominasi percakapan, dan percakapan akan menjadi hanya satu arah.Intervensi dini untuk hambatan motoric pada anak autis dapat dilakukan dengan beberapa terapi seperti terapi pengembangan perilaku dan terapi okupasi.
1.      Pengembangan perilaku.
Pengembangan perilaku pada anak autis juga perlu mendasarkan pada potensi yang dimiliki. Potensi merupakan kemampuan atau kekuatan atau daya, dimana potensi dapat merupakan bawaan (bakat) dan hasil dari stimulus atau latihan dalam perkembangan anak.Potensi anak akan tumbuh seiring perkembangan anak. Pada anak autis, penggalian potensi tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat.Dalam mengembangkan potensi anak, perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.      Setiap anak memiliki bakat; anak dengan kebutuhan khusus termasuk anak autis juga mempunyai kemampuan spesial.
b.     Bakat harus dikembangkan melalui latihan dan rangsangan secara terus-menerus.
c.      Stimulasi sejak usia dini melalui kegiatan yang menyenangkan (bermain).
d.     Orang tua turut andil dalam mengenali & mengembangkan bakat anak
e.      Kembangkan bakat sesuai dengan minat dan kebutuhan anak
Kecerdasan tidak hanya selalu berkaitan dengan IQ/kepintaran dalam menghitung, menghafal. Kecerdasan bisa saja berkaitan dengan gerak tubuh. Anak autis juga memiliki kecerdasan gerak tubuh, seperti:
1)               Keterampilan motorik halus dan kasar yang baik
2)               Senang bergerak (berjalan, berlari, melompat, menari, dll)
3)              Suka menyentuh sesuatu (eksplorasi melalui sentuhan/perabaan dan otot-otot)
4)               Suka memperbaiki atau membongkar sesuatu
5)             Sering menggunakan atau menggerakkan anggota tubuhnya ketika berbicara
Untuk mengembangankan kecerdasan gerak tubuh diperlukan adanya stimulasi sebagai berikut:
1)               Menari
2)               bermain gesture (gerak tubuh dan tangan)
3)               Berbagai olah raga sesuai usia dan perkembangan motorik anak
2.      Terapi Okupasi
Terapi Okupasi adalah bentuk layanan kesehatan kepada individu yang mengalami gangguan fisik dan atau mental dengan menggunakan aktivitas bermakna (okupasi) untuk meningkatkan kemandirian individu pada area aktivitas kehidupan sehari-hari, produktivitas dan pemanfaatan waktu luang dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Aktifitas yang dimaksud seperti menulis, keterampilan tangan, belakar di kelas, bersosialisai, berpakaian, rawat diri, bermain, memanjat. berayun, melompat, mengemukakan ide, menyusun tugas, dan sebagainya. Untuk melakukan okupasional tersebut diperlukan koordinasi gerak, atensi dan konsentrasi, kekuatan, otot, keseimbangan. kemampuan berinteraksi sesial, reflex, kendali diri, dan sebagainya.
Tujuan utama dari terapi okupasi adalah memungkinkan individu untuk berperan serta dalam aktivitas keseharian. Dalam konteks terapi bagi anak autis, Jarrow (2010) mengungkapkan bahwa terapi okupasi sangat efektif untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan halus, kontrol postural, pola pergerakan, perencanaan gerakan, koordinasi gerakan, keterampilan visuo-spasial dalam berpartisipasi pada aktivitas keseharian.
Dalam memberikan pelayanan kepada individu, terapis okupasi memerhatikan aset (kemampuan) dan limitasi (keterbatasan) yang dimiliki individu, dengan memberikan aktivitas yang purposeful (bertujuan) dan meaningful (bermakna). Dengan demikian diharapkan individu tersebut dapat mencapai kemandirian dalam aktivitas produktivitas (pekerjaan/pendidikan), kemampuan perawatan diri (self care), dan kemampuan penggunaan waktu luang (leisure). Pelaksanaan terapi okupasi dapat dilakukan dengan:
-       Aktivitas motorik kasar, misalnya permainan merangkak, menirukan jalan kepiting, dsb
-       Aktivitas motorik halus, misalnya menyendok makanan, mengancingkan baju, meronce, dsb
-       Sensori integrasi Snozelen
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
        Perkembangan motorik merupakan perubahan keterampilan motorik dari lahir sampai umur lima tahun yang melibatkanberbagai aspek perilaku dan keterampilan motorik. Keadaan lingkungan sosial juga sangat berpengaruh pada peningkatan perkembangan motorik anak. Perkembangan motorik juga berarti perkembangan gerak pengendalian jasmaniah melalui kegiatan pusatsaraf, urat saraf dan otot-otot yang terkoordinasi



















Daftar Pustaka
·         Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara
·         Amin, Moh. 1995. Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Bandung :Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
·         Sunardi, 2007.Intervensi Dini Anak Berkebutuhan khusus.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.






1 komentar: