Jumat, 05 Februari 2016

perkembangan belajar anak pada usia sekolah sukses

   A.    Konsep Dasar
1.      Pengertian
Istilah intervensi berasal dari bahasa inggris “intervation” yang berarti suatu penanganan, layanan, tindakan “campur tangan”. Istilah intervensi secara umum juga sudah dikenal baik, termasuk oleh masyarakat awam.
·         Fallen dan Umansky (1985:189) menegaskan bahwa iintervensi merujuk pada layanan tambahan atau modifikasi, stategi, teknik, atau bahan yang diperlukan untuk merubah perkembangan yang terhambat
·         Kusnadi (2014) menjelaskan  bahwa intervensi dini adalah kegiatan untuk merangsang kemampuan dasar anak, dilakukan pada anak dengan keterlambatan perkembangan dengan maksud mengejar ketinggalan atau agar penyimpangan yang terjadi tidak bertambah berat, serta dapaty melakukan kegiatan sehari-hari sesuai usianya.
·         Baker dan Brightman (1997) menjelaskan bahwa intervensi dini adalah tindakan yang diberikan untuk mempengaruhi perkembangan dan belajar anak sejak lahir sampai dengan usia 5 tahun yang mengalami kelainan atau kelambatan perkembangan atau anak-anak dengan faktor resiko baik karena faktor biologis maupun lingkungan.
Sementara itu, Departemen Pendidikan Amerika Serikat menjelaskan bahwa :
a.       Intervensi dini berlaku untuk anak-anak usia sekolah atau yang lebih muda yang berkelainan atau memiliki faktor resiko dalam perkembangannya, atau anak berkebutuhan khusus lainnya yang dapat berdampak pada perkembangannya.
b.      Intervensi dini merupakan layanan terhadap anak dan keluarganya dengan tujuan untuk mengurangi  dampak negatif dari kondisinya.
c.       Intervensi dini dapat berupa tindakan remedial terhadap problem perkembangan atau pencegahan.
d.      Intervensi dini dapat fokus kepada anak itu sendiri atau bersama-sama dengan keluarganya.
e.       Program intervensi dini dapat dilaksanakan melalui pendekatan yang berbasis center, berbasis rumah, atau berbasis rumah sakit, atau kombinasi dari pendekatan-pendekatan tersebut. Rentang layanan mulai dari identifikasi melalui penjaringan di sekolah atau rumah sakit dan layanan referral untuk kepentingan diagnose sampai dengan program intervensi langsung.

·         Greco, V & Leonard.D (1998) secara tegas menyatakan bahwa intervensi dini merupakan program yang sengaja didesain untuk mengoptimalakan pengalaman belajar anak selama periode perkembangan yang paling krusial, yauitu pada masa awal perkembangan.

2.      Sasaran
Sasaran utama intervensi dini adalah anak-anak berkebutuhan khusus usia dibawah lima tahun, yang meliputi:
a.       Anak-anak dengan faktor resiko, yaitu individu-individu yang memiliki  atau dapat memiliki atau dapat memiliki problem dalam perkembangannya yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan belajar selanjutnya. Termasuk dalam kelompok ini misalnya anak-anak yang lahir dari keluarga miskin, lahir premature, kurang gizi, penderita penyakit kronis, dan sebagainya.
b.      Anak dengan kelambatan perkembangan, yaitu individu-individu yang akibat dari kondisi fisik atau mentalnya dapat berpengaruh atau menghambat perkembangan kemampuan, prestasi, dan atau fungsinya pada saat anak masuk dalam setting pendidikan bersama-sama anak normal pada umumnya.
c.       Anak-anak dengan kelainan pasti, yaitu individu-individu secara nyata telah mengalami hambatan atau gangguan dalam perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya.

3.      Tujuan, dan Manfaat
Secara umum tujuan intervensi dini adalah untuk membantu agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai kapasitasnya, mendorong dan membantu orang tua dalam mengembangkan anaknya serta mengatasi masalah-masalah psikologis social yang muncul, serta memaksimalkan manfaat anak dan keluarga dalam kehidupan bermasyarakat.
·         Korfi Marfo (1988) menjelaskan bahwa tujuan utama intervensi  dini pada anak berkebutuhan khusus adalah untuk mengoptimalkan perkembangan anak.
·         Baker dan Feinfield (2003) menyatakan bahwa hasil yang diharapkan dari intervensi dini adalah agar anak mampu mengembangkan keberfungsian kemampuan kognitif, emosional, perilaku, komunikasi, dan social dengan baik, sedangkan bagi orang tua diharapkan dapat memperoleh keuntungan dalam meningkatkan pendidikan pada anak.
Telah disepakati oleh para ahli pendidikan maupun psikologi bahwa masa perkembangan anak (balita) merupakan masa yang paling peka dan cepat dalam belajar, sekaligus fondasi untuk tahap perkembangan berikutnya. Atas dasar ini bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus, pada masa ini merupakan masa yang paling tepat untuk dilakukan intervensi, dengan memaksimalkan kesiapannya agar tidak kehilangan kesempatan untuk belajar. Sebab, apabila hal ini tidak dilakukan, besar kemungkinan anak akan mengalami berbagai kesulitan dalam perkembangan berikutnya. Karnes dan Lee (1978) menegaskan bahwa “Hanya dengan intervensi dan program yang tepat anak dapat mengembangkan potensinya”.

Layanan intervensi dini juga memberikan manfaat yang signifikan terhadap orang tua dan keluarganya. Hal ini karena orang tua anak berkebutuhan khusus sering sekali merasakan kekecewaan, pengasingan sosial, tekanan, frustasi, dan ketidakberdayaan. Kondisi ini dapat berdampak negatif pada kesejahteraan keluarga dan pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Anak menjadi tidak terurus dengan baik dibandingkan dengan anak yang normal.

Melalui intervensi dini orang tua dapat meningkatkan sikap, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap anaknya, meningkatkan pemahaman dan ketrampilan pendukung yang diperlukan dalam mendidik dan mengasuh anaknya, terutama dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan khususnya. Melalui intervensi dini perkembangan anak juga akan lebih meningkat, mencegah gangguan atau hambatan dalam perkembangan berikutnya, mampu memperoleh pendidikan yang lebih baik, dan pada akhirnya mampu meningkatkan kemandirian dan konsepndirinya, sehingga menjadikan anak tidak bergantung pada lingkungannya.

Intervensi juga dapat dipandang sebagai bentuk investasi jangka panjang, yang berupa penghematan-penghematan dalam beaya pendidikan yang dibutuhkan berikutnya. Melalui pencegahan dan reduksi terhadap hambatan belajar secara tepat memungkinkan anak tidak memerlukan pendidikan khusus dan layanan lain dikemudian hari. Sebagai gambaran menurut Select Committee on children, youth, and families (1985, dalam Greco, V & Leonard. D., 1988) dilaporkan pada setiap investasi  1 US di peniikan pra sekolah akan kembali   4,75 dalam bentuk simpanan. Pembiayaan yang diberikan pada dua tahun dalam pendidikan  pra sekolah akan kembali 3,5 kali dari investasi awal yang diberikan. Ditegaskan pula bahwa bila intervensi terhadap anak-anak berkelainan diberikan setelah berusia enam tahun, maka pembiayaan pendidikan sampai dengan enambelas tahun diperkirakan mencapai 53.350 US, sedangkan bila intervensi diberikan sejak lahir, diperkirakan hanya mencapai 37.272 US, yang berarti akan menghemat sebanyak  16.078 US.
4.      Intervensi sebagai fungsi pencegahan 
Pencegahan adalah cara terbaik dalam menanggulangi suatu masalah. Karena itu, alas an utama perlunya intervensi dini anak berkelainan adalah untuk mencegah munculnya kelainan yang bersifat sekunder, yaitu munculnya gangguan perkembangan yang dihadapi serta meminimalisasi munculnya dampak negative ikutan yang mungkin ditimbulkannya.
Tidak adanya intervensi pada awal tahun kehidupan anak berkelainan dapat mengembangkan tingkah laku yang dapat merintangi kemampuan belajar berikutnya. Dalam banyak hal, banyak perilaku yang harus diperbaiki sebelum berlangsungnya masa prouksi untuk belajar, agar tidak menghalangi atau kehilangan banyak kesempatan untuk belajar yang diperlukan untuk mendukung perkembangan berikutnya.

B.     Komponen
Intervensi  adalah suatu proses pemenuhan kebutuhan terhadap anak-anak berkebutuhan khusus melalui campur tangan lingkungan dengan maksud merubah suatu perkembangan yang terlambat atau menyimpang. Tindakan ini sifatnya individual dan meliputi beberapa modifikasi atau tambahan layanan, strategi teknik atau materi yang diperlukan untuk memaksimalkan potensi anak.
Backer dan Feinfield (2003) menjelaskan bahwa dalam intervensi dini terdapat lima komponen utama yaitu  (1) multidisipliner (2) fokus terhadap kebutuhan anak dan keluarga (3) individual (4) mengikuti system layanan pengiriman local, dan (5) berbasis pada riset dan desain control yang dilakukan secara random.
Sedangkan menurut  Fallen dan Umamsky (1985) komponen utama intervensi meliputi : (1) intervensi (2) keterlibatan orang tua) (3) riset (4) interaksi asasmen (5) layanan multidisiplin (6) latihan professional, dan (7) pengembangan staf. Dengan mengacu pada pendapat tersebut, komponen-komponen utama yang harus dikembangkan dalm intervensi dini adalah sebagai berikut :

1.      Fokus  kepada pemenuhan kebutuhan anak dan keluarga
Esensi dasar intervensi dini adalah dalam rangka pemenuhan kebutuhan anak berkebutuhan khusus dan keluarganya. Adanya hambatan belajar dan perkembangan pada anak disamping akan memunculkan sejumlah kebutuhan khusus pada diri anak, juga memunculkan berbagai persoalan dan harapan pada orang tua dalam hubungannya dengan anaknya. Dalam intervensi dini, kedua-duanya harus dijadikan sebagai  kepedulian utama agar anak terhindar dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat atau menggangu perkembangan optimalnya. Bagi orang tua, diharapkan mampu mereduksi berbagai permasalahan yang dihadapi serta secara aktif mampu memainkan peran yang lebih besar dalam membantu perkembangan optimal anaknya,

2.      keterlibatan orang tua
Keterlibatan orang tua merupakan “elemen kunci” dalam intervensi dini dan sangat menguntungkan tidak hanya pada orang tua sendiri, tetapi juga anak dan ahli yang lain. Karena itu program intervensi dini akan lebih efektif apabila ahli atau staf, tidak hanya memfokuskan pada pola-pola yang sifat ajakan atau bekerjasama, tetapi lebih kepada bentuk-bentuk yang sifatnya pemberdayaan orang tua, terutama melalui berbagai program pelatihan sesuai dengan kebutuhan khusus anak dan permasalahan yang dihadapinya. Bagaimanapun juga orang tua lah yang paling signifikan dan bertanggungjawab terhadap anaknya.

Hasil-hasil penelitihan menunjukkan bahwa keterlibatan orang tua dalam intervensi dini dapat memunculkan akselerasi belajar anak (Shearer dan Shearer, 1977), merupakan kekuatan terhadap terjadinya perubahan-perubahan yang konstruktif (Tjosem 1976). Sedangkan (Brofenbrenner 1974) menyatakan bahwa efektivitas intervensi dini bukan terletak kepada guru atau sekolah, tetapi pada keluarga, sehingga merupakan kunci sukses yang paling penting. Karena itu tujuan pertama dan utama dalam intervensi dini adalah memapankan hubungan yang emosional yang kronis antara anak dan orang tua, yaitu hubungan timbale balik dalam rangka memenuhi kebutuhan anak. Meningkatkan motivasi, meningkatkan frekuensi, dan kekuatan dalam respon-respon yang saling berhubungan guna menghasilkan perilaku adaptif timbal balik, dan pada akhirnya meningkatkan keefektifan orang tua dalam menjalankan fungsi dan peranannya sebagai guru (Fallen dan Umansky, 1985)

Salah Satu aspek penting dari keterlibatan orang tua dalam intervensi dini adalah relasi ibu dan anak. Ramey dan Gowen 1980,  dalam Fallen dan Umansky, 1985 menyatakan bahwa interaksi ibu dan anak lebih dari pada jenis dan materi yang digunakan, dan secara konsisten berhubungan dengan bagaimana perkembanan anak selanjutnya. Karena itu inti dari stategi intervensi hakekatnya adalah hubungan baik dan kondisi-kondisi yang mendukung dari orang tua. Orang tua adalah guru yang paling efektif apabila mereka diberi dukungan. Professional cenderung menjadikan orang tua kurang percaya diri dan memandang intervensi dini sebagai salah satu elemen perusak atau pengganggu kehidupan.

3.        Individual
Setiap individu adalah unik. Atas dasar ini keseluruhan program intervensi dini yang dikembangkan harus berpijak pada keunikan anak berkebutuhan khusus secara individual. Artinya ia dijadikan sebagai unsur sentral yang harus diperhatikan, tetapi bukan berarti harus diistimewakan. Namu disesuaikan dengan kondisinya bahwa secara potensial masing-masing anak memiliki kelebihan dan sekaligus kekurangan, hambatan, ketidakmampuan, keterbatasan, atau ketidak sanggupan tertentu sehingga tampil dalam keunikan karakteristik, permasalahan, dan kebutuhannya masing-masing. Melalui pertimbangan secra individual, program intervensi yang dilakukan diharapkan mampu memberikan berbagai kemudahan anak untuk belajar dalam rangka memenuhi kebutuhan khususnya, sehingga benar-benar mampu menjamin keberhasilan pencapaian, tujuan intervensi yang telah ditetapkan.
Kondisi neurologis, psikologis dan sosial yang menyertai anak kebutuhan khusus dapat mempengaruhi sistem respon yang dimilikinya, terutama terhadap karakteristik gaya belajarnya. Terkait dengan ini, gaya belajar tersebut perlu dikenali atau diidentifikasi untuk disesuaikan dengan pendekatan, metode, atau teknik intervensi yang akan dilaksanakan.
4.      riset
Dalam banyak hal, pelayanan intervensi didni merupakan aplikasi dari temuan-temuan penelitian yang dikembangkan sebelumnya. Karena itu dinamika layanan intervensi dini cenderung berjalan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan melalui kegiatan-kegiatan penelitian. Riset dapat memberi arah dalam perkembangan praktek dilapangan. Karena itu, riset merupakan kebutuhan mendasar dan terus menerus bagi proesional, agar dihasilkan tema-tema yang lebih maju dan lebih baik.
Tjosem (fallen dan umansky: 1985) menegaskan bahwa keseimbangan penggunaan riset dan penilaian merupakan hal yang penting dalam perkembangan efektifitas program intervensi dini, karena itu hasil-hasil penelitian harus perlu di sintesakan dan dikomunikasikan sehingga diperoleh pemahaman dan makna yang lebih luas untuk kemudian diterjemahkan dan diaplikasikan dalam praktek-praktek layanan intervensi dini. Perlunya riset hakikatnya adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan  permasalahan yang berkembang dilapangan menujju upaya-upaya penanganan yang lebih baik dan efektif. Dalam banyak hal, perubahan-perubahan byang terjadi dalam program assesmen dan intervensi dini banyak berangkat dari hasil-hasil penelitian yang mutakhir.

5. Interaksi asesemen dan intervensi
            Dalam intervensi dini,asesmen dan intervensi merupakan dua hal penting yang tidak dapat dipisahkan dan harus terus-menerus berinteraksi secara intensif tanpa henti. Interaksi adalah pertukaran informasi antara petugas asesmen dan intervenor (therapis) dalam rangka meningkatkan kualitas intervensi yang diberikan. Hanya dengan interaksi yang intensif dan terus menerus akan dicapai bentuk yang paling baik dalam rangka menjawab dengan pasti seluruh kemungkinan pertanyaan yang terkait dengan evaluasi dan intervensi.
            Tanpa adanya interaksi antara petugas asesmen dan pelaksana intervensi,maka keberhasila intervensi akan sulit diacapai. Karena itu masing-masing dituntut untuk memiliki saling berinteraksi, berkomunikasi, membina hubungan personal yang positif dan akrab dan secara periodic bertemu mendiskusikan temuan masing-masing serta perencanaan program secara rinci dan implementasinya.
            Asesmen merupakan bagian internal dari intervensi,bukan bagian. Karena itu problem dalam intervensi secara langsung juga berhubungan dengan asesmen. Artinya bahwa ketidaktepatan asesmen dapat berdampak kurang tepatnya proram intervensi. Karena itu pula keduanya harus melekat. Implikasinya,data dan informasi yang diperoleh dari asesmen yang dilakukan dalam setiap intervensi, hakekatnya adala modal dasar untuk arah intervensi selanjutnya. Sebagai gambaran, asesmen yang melekat adalah penggunaan observasi untuk menentukan apakah anak gagal atau berhasil dalam suatu tugas,penggunaan skala penilaian untuk mengetahui apakah anak sudah siap atau belum untuk melakukan tugas-tugas yang lebih kompleks, atau penggunaan tes standar untuk membandingkan dengan anak lain atau sebaya.
6. Layanan multidisiplin
            Layanan multidisiplin merupakan salah satu elemen penting dalam intervensi dini,terutama dalam rangka menjamin efektivitas program intervensi dini,mendapatkan kesepakatan diantara para ahli terkait  dengan permasalahan yang dihadapi anak berkebutuhan khusus dan upaya penanganannya. Hal ini diperlukan karena masalah perkembangan manusia merupakan masalah yang kompleks,sementara itu akumulasi dari dampak kondisi kelainan yang dihadapi anak, dapat bermuara kepada perlunya layanan spesifik dari masing-masing  ahli dalam suatu tim multidisplin. Dengan demikian program intervensi yang dikembangkan mampu memiliki spectrum yang lebih luas dan mampu menjangkau persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi anak berkebutuhan khusus.
            Dalam layanan multididsiplin,masing-masing ahli disamping harus memberikan layanan sesuai displin ilmunya sendiri, serta mampu saling berbagi pengetahuan,pengalaman, dan ketrampilan diantara masing-masing baik dalam rangka asesmen, perencanaan maupun pelakasanaan program.
            Intervensi dini adalah pekerjaan professional. Untuk itu harus dilaksanakan secara professional dan oleh orang yang professional dalam bidangnya. Hai ini berarti menuntut orang-orang yang memiliki kenggulan pribadi yang didukung dengan bidang ilmunya. Ahli-ahli yang diperlukan dalam tim multidisiplin tersebut antara lain guru, orthopedagogik, konselor, psikolog, dokter, ahli gizi, serta ahli terapi (ahli terapi bicara dan bahasa, ahli terapi fisik, ahli terapi okupasi,dsb). Dalam model intervensi pendidikan, guru atau ortopedagog harus mampu menjalankan fungsi dan pernanannya sebagai ujung tombak dan koordinator dan keseluruhan program intervensi yang dilakukan, serta mampu menjamin tim tersebut secara harmonis dan terpadu.


7.      latihan profesional
Sebagaimana ilmu pengetahuan yang lain , ilmu pengetahuan tentang intervensi dini tidak pernah berhenti berkembang sehingga terus mengalami kemajuan dari waktu ke waktu, bahkan dalam beberapa hal kemajuan tersebut di rasakan begitu pesat. Atas dasar ini latihan profesional harus menjadi elemen penting dalam intervensi dini. Konsekuensinya, setiap ahli maupun staf yang terlibat dalam progam intervensi dini harus merasa bahwa pengetahuan dan keterampilan yang sudah di miliki belumlah cukup dalam rangka mengimplementasikan progam intervensi yang efektif, karena itu ia harus terus belajar dan belajar meningkatkan diri baik melalui pendidikan ataupun latihan. kondisi ini juga di rasakan semakin penting mengingat setiap kasus yang di hadapi dalam progam intervensi dini adalah unik sehingga untuk memenuhi kebutuhan masing masing kasus di perlukan layanan yang menuntut keterampilan spesifik.
8.      Pengembangan staf
Sering kali dalam progam intervensi dini juga melibatkan tenaga para profesional. Untuk menghindari kesenjangan pengetahuan dan wawasan mereka dengan tenaga profesional sebagai akibat perbedaan tingkat pendidikannya, maka di perlukan kegiatan pengembangan staf secara terus menerus. Hal ini penting agar terjadi peningkatan pemahaman terhadap istilah istilah dan metodelogi yang di gunakan oleh di siplin ilmu yang berbeda.
Melalui pengembangan staf juga akan membantu dalam memberikan informasi dan kesiapan terhadap kecenderungan mutakhir yang terjadi serta kejelasan kerangka teoritik terhadap progam yang di implementasikan. Pengembangan staf juga dapat menjadikan pelaksanaan progam menjadi konsisten, mereduksi ketegangan di antara pekerja , dan membantu memperoleh keterampilan baru, mengingkatkan motivasi dan komitmen diri. Dengan demikian anggota staf akan lebih percaya dan memperoleh kepuasan dalam bekerja, sehingga progam – progam yang di lakukan dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien.

  1. Pendekatan dan Model
1.      Pendekatan
Pendekatan atau jenis intervensi dini yang diperlukan pada anak berkebutuhan khusus pada dasarnya tergantung pada hasil Evaluasi diagnostik yang dilakukan dalam rangka mengidentifikasi sifat dan tingkat kelainan anak. Namun demikian, untuk menjamin efektivitas intervensi yang diberikan, program intervensi harus diarahkan kepada seluruh aspek dari kelainan anak atau menjangkau seluruh permasalahan dan kebutuhan mendasar yang dihadapi masing-masing anak, dengan melibatkan seluruh disiplin ilmu yang diperlukan. Masing-masing disiplin ilmu, apakah medis, sosial, psikologis, atau pendidikan hakekatnya wajib diberikan agar mendapat intervensi yang paling tepat sesuai karakteristik, permasalahan, dan kebutuhan anak.
Sekalipun keterlibatan sejumlah ahli sangat penting, namun tanggung jawab dan peluang terbesar terhadap terjadinya perubahan positif dalam kehidupan anak berkebutuhan khusu hakekatnya terletak pada tenaga pendidik (gur/ortopedagog), di samping orang tua. Hal ini mengingat merekalah yang secara langsung akan berhadapan dengan anak dalam membantu mengatasi hambatan-hambatn belajar yang dialminya melalui proses pembelajaran.
Secara umum, pendekatan dalam intervensi dini dapat digolongkan menjadi empat, yaitu: (1) pendekatan medis, (2) pendekatan sosial, (3) pendekatan psikologis, dan (4) pendekatan pendidikan.
  1. Pendekatan Medis
Intervensi medis dapat menjadi efektif dalam menangkap suatu kondisi kelainan, tetapi setelah kerusakan terjadi dan apabila intervensi medis yang dilakukan dapat menghalangi perkembangan tertentu, berikutnya, maka harus diikuti atau dibarengi dengan intervensi pendidikan. Misal gangguan pendengaran yang disebabkan infeksi telinga tengah, dapat intervensi melalui medis namun dapat membahayakan, tetapi hal itu bukan pencegahan terakhir terhadap efek yang merugikan. Contoh lain tuberkolosis yang disebabkan kelainan ortopedik sering ditangkap sebagai penyakit. Dalam kasus semacam ini layanan pendidikan khusus sangat esensial untuk meminimalkan efek dari kondisi kelainannya.
Intervensi medis juga efektif untuk mereduksi aspek yang merugikan  pada anak berkelainan. Misal, keterbelakangan mental yang disebabkan oleh faktor lingkungan seperti malnutrisi dan ketidaktepatan dalam perawatan kesehatan dapat ditangani melalui intervensi medis. Dalam beberapa kasus seperti, CP, Epilepsy, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan yang disebabkan oleh kelainan otot dan katrak, dan  gangguan bicara yang disebabkan cleit palate yang dapat dikurangi melalui operasi.

Di Indonesia, profesi perawat dan bidan serta petugas Posyandu telah banyak terlibat dalam program intervensi medis pada anak berkebutuhan khusu melalui layanan kesehatan masyarakat. Khususnya dalam identifikasi anak-anak dengan factor resiko, sedangkan, sedangkan intervensi yang diberikan umumnya juga masih terfokus aspek fisik melalui upaya perbaikan gizi dan kesehatan dasar untuk survival. Secara umum mereka juga relative terlambat dalam melakukan diagnosis terhadap kelainan yang dialami bayi dan anak, serta dalam membuat referral terhadap sumber-sumber intervensi yang ada di masyarakat. Untuk itu, dalam rangka meningkatkan kualitas layanan yang diberikan, peningkatan pemahaman terhadap aspek tumbuh kembang anak dan permasalahannya, bagaimana orang tua menanganinya, dan kerja sama dengan sumber-sumber intervensi di masyarakat menjadi sangat penting.
Uraian di atas mengisyaratkan bahwa intervensi dini melalui pendekatan medis hanya akan efektif apabila diketahui bahwa sebab-sebab kecacatan atau kelainan anak bersumber pada aspek fisik. Sedangkan apabila hal tersebut tidak ditemui maka intervensi yang diberikan bersifat non medis. Intervensi medis juga tidak akan berhasil secara maksimal tanpa diikuti dengan intervensi lain yang sifatnya non medis, terutama dalam mereduksi dampak negatif yang ditimbulkan terhadap aspek perkembangan anak.
b. Pendekatan sosial
Fokus pendekatan sosial dalam intervensi dini adalah membantu mengatasi masalah-masalah sosial yang dihadapi anak berkebutuhan khusus maupun keluarganya. Dalam pelaksanaannya, intervensi ini umumnya dilakukan oleh pekerja sosial dan diterapkan secara bersama dengan ahli lain, seperti medis ataupun pendidikan. Misalnya, diet yang disarankan oleh dokter atau perawat, berarti memerlukan ketrampilan baru bagi orang tua dalam pemilihan dan penyiapan makanan. Pekerja sosial adalah ahli yang membantu dan memonitor penerapan menu baru tersebut.
Pekerja sosial juga dapat berperan atas nama anak berkebutuhan khusus atau keluarganya. Misalnya dalam hal advokasi yang terkait dengan perawatan kesehatan, bantuan hukum, atau Program pendidikan. Dalam perannya sebagai penghubung, pekerja sosial dapat membantu memelihara saluran komunikasi antara rumah dengan sekolah atau masyarakat. Sebagai konselor pekerja sosial dapat menjaadi sumber bagi anak maupun orang tua yang memerlukan bimbingan. Misalnya, melalui latihan kepada orang tua dalam cara-cara berkomunikasi yang efektif dengan anaknya yang tunarungu, latihan manajemen stress, atau melatih anak untuk bermain bersama dengan teman-teman sebayanya.
c.Pendekatan Psikologis
Intervensi melalui pendekatan psikologis melalui psikoterapi telah banyak memberikan kontribusi yang signifikan dalam intervensi dini pada anak berkebutuhan khusus. Sebagaimana diketahui bahwa intervensi psikologi terbukti efektif dalam penanganan terhadap anak-anak dengan gangguan perilaku, baik psikodinamik atau pendekatan modifikasi tingkah laku. Disamping itu juga sangat berperan dalam melakukan pengukuran terhadap berbagai potensi anak, sifat kepribadian dan sebagainya.


2. MODEL
Perkembangan layanan model intervensi dini yang terjadi sampai sekarang ini tidak lepas dari kepedulian kaum professional terhadap pertanyaan sejauh mana program tersebut dipandang efektif, baik dalam rangka mengatasi hambatan perkembangan anak maupun dalam rangka menyediakan dorongan kepada keluarga. Terkait dengan hal ini, secara garis besar perkembangan model intervensi dini dapat digolongkan dalam tiga generasi.
Pertama, model intervensi dini yang langsung dilakukan oleh tenaga ahli, dengan focus penanganan pada anak. Model ini akhirnya dipandang tidak efektif, karena mengabaikan peran dan tanggung jawab  orangtua atau keluarga. Disamping itu, implementasi model ini melahirkan kecenderungan pada orangtua untuk bersikap pasif dan mempercayakan sepenuhnya penanganan terhadap anaknya kepada ahli.
Kedua, model intervensi yang dilakukan oleh tenaga ahli dengan melibatkan orangtua melalui ajakan-ajakan. Model inipun akhirnya dipandang kurang efektif, dikarenakan dalam banyak hal ajakan-ajakan tersebut tidak dilaksanakan orangtua dengan alasan tidak memiliki ketrampilan-ketrampilan khusus sesuai kebutuhan anaknya. Akibatnya orangtua terlalu banyak berharap terhadap program intervensi yang diberikan oleh ahli, sementara disisi lain mereka kurang mampu menunjukkan partisipasinya secara aktif. dalam kenyataannya, modle ini juga berdampak pada ketidakmauan orangtua untuk menjadi intervenor bagi anaknya.
Ketiga, model intervensi yang dilakukan oleh tenaga ahli melalui permberdayaaan orangtua. Model ini merupakan model yang dianggap paling mutakhir, dipandang paling efektif, dan paling meguntungkan tidak saja bagi perkembangan anaknya, tetapi juga bagi orangtua itu sendiri, termaksud ahli. Dalam model ini diamsumsikan bahwa orangtua adalah lingkungan terdekat dengan anak, paling mengetahui kebutuhan khususnya, paling berpengaruh, dan paling bertanggung jawab terhadap anaknya, sehingga menuntut keterlibatan penuh orangtua, sedang fungsi tenaga ahli lebih sebagai konsultan atau  “social support” bagi keberhasilan anaknya. Berangkat dari asumsi tersebut bilam model ini program yang dikembangkan lebih banyak pada pengembangan ketrampilan orangtua dalam membantu meminimalisir hambatan belajar serta dalam memberikan kemudahan bagi optimalisasi perkembangan anaknya yang sesuai dengan kapasitasnya, baik melalui pelatihan-pelatihan ataupun melalui penyediaan sumber-sumber belajar dalam berbagai bentuk dan variasinya.
Sementara itu, berdasarkan setting-nya, Kofi Marfo (1988) menyatakan bahwa model atau program intervensi dini ini umumnya dikelompokan menjadi program yang berbasis rumah, berbasis center dan gabungan berbasis rumah-center. Agar yang berbasis rumah memfokusksan pada orangtua atau pengasuh sebagai intervenor utama sedangkan fungsi tenaga ahli sebagai konsultan. Program intervensi dini yang berbasis center (klinik,sekolah umum atau sekolah khusus) dilakukan oleh tenaga ahli langsung kepada anak, sedangkan keterlibatan orangtua bervariasi tergantung pada kebutuhan, minat, dan tuntutan dari progam yang telah ditetapkan. Rentang keterlibatan orangtua dapat mulai dari berpartisipasi dalam pembuatan program tahunan sampai dengan menjadi tenaga sukarela di center. Pada intervensi dini yang gabungan, merupkan kombinasi dari dua program tersebut. Dalam model ini keterlibatan orangtua bervariasi tergantung pada program dan dilakukan secara proposional sesuai fungsi, peranan, dan tangung jawab masing-masing berdasarkan pada program yang disepakati bersama. Dismaping model-model tersebut, Kofi Marfo juga menambahkan dua model lagi, yaitu model atau program yang diimplementasikan orangtua (parent-implementated program) dan model intervensi dini yang berbasis media(media based program). Dalam model yang diimplementasikan orangtua, orangua secara keseluruhan bertanggung jawab terhadap program pengadminitrasian, pengorganisasian dan perencanaan. Orangtua dapat memutusakan kapan, dimana, dan siapa tenaga ahli yang akan dilibatkan dalam penanganan anaknya. Untuk menjamin orangtua dalam keseluruhan aspek program intervensi yang dibutuhkan anaknya. Sedangkan dalam model yang berbasis media lebih difokuskan pada penggunaan materi cetakan (buku pedoman, dsb) serta alat bantu audio visual sebagai media komunikasi dengan orangtua
Urian diatas memberi petunjuk bahwa keterlibatan orangtua merupakan kunci sukses dalam keseluruhan program intervensi dini, karena itu model apapun yang akan diimplementasikan, pada prinsipnya menuntut kolaborasi, patisipasi, dn tanggung jawab penuh orangtua, baik dalam kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengadminitrasian program.


D. Deteksi  Dini, Stimulasi, dan Intervensi
Program intervensi dini telah menempatkan pentingnya program deteksi dini, yaitu kegiatan atau pemeriksaan untuk menemukan gangguan tumbuh kembang sejak dini. Diasumsikan bahwa apabila gangguan atau penyimpanagan yang terjadi pada anak dapat ditemukan sejak dini, maka akan lebih mudah untuk diperbaiki, sedangkan apabila terlambat diketahui maka dapat berpengaruh besar terhadap tumbuh kembang anak selanjutnya dan penangannya akan lebih sulit.
Program deteksi dini pada umumnya meliputi deteksi dini pertumbuhan dan  deteksi dini perkembangan. Deteksi dini perkembangan. Deteksi dini pertumbuhan  dapat dilakukan melalui dua cara: (1) berdasarkan ukuran antropometrik, seperti melalui pengamatan atau pemeriksaan berat badan, panjang/tinggi badan, lingkaran kepala, lingkaran lengan atas,, dan tebal lipatan kulit, atau (2) berdasarkan baku patokan, yaitu dengan menggunakan instrumen-instrumen pemeriksaan  pertumbuhan tertentu yang telah ada yang telah distadarisasikan, seperti dengan menggunakan Boston/Harvard, Tnner, atau instrumen yang telah dihasilkan berdasarkan penelitian-penelkitian yang dikembangkan di Indonesia, seperti NCHS 1977, CDC 2000, atau baku WHO. Sedangkan deteksi dini perkembangan dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap berbagai penguasaan keterampilan atau funfsi perkembagan yang dimiliki anak dan membandingkan dengan perkembangan normal atau anak pada umunya yang seusia. Terutama dalam penguasaan keterampilan motorik, bahasa, sosial, kognitif, dan dan perilaku adaptif atau terhadap penguasaan fungsi modulasi sensorik, fungsi motorik dan persepsi, proses pendengaran dan fungsi bicara, serta keterampilan berinteraksi. Apabila erdasar pemeriksaan yang telah dilakukan tersebut terdapat gejala-gejala penyimpangan dari pertumbuhan dan atau perkembangan normal, maka orang tua harus menaruh “curiga” bahwa anaknya mengalami penyimpangan.
Perlu dipahami bahwa perkembagan anak pada masa balita sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, tempat merek belajar. Anak dilahirkan dengan sejumlah potensi dan lingkungan yang memberi kemudahan atau struktur dukungan belajar pada anak untuk menguasai berbagai keterampilan akan sangat membantu optimalisasi perkembangan sesuai dengan potensi atau kapabilitas yang dimilikinya. Sementara itu, berdasarkan hasil deteksi dini, akan diperoleh dua kesimpula utama, yaitu:  (1) perkembangan anak  sesuai (normal), atau (2) ada penyimpangan (tidak normal). Mengingat pentingnya faktor lingkungan bagi belajar anak tersebut, maka apakah perkembangan anak berdasar hasil deteksi tersebut norma atau abnormal, lingkungan harus tetap mengambil peran aktif dan positif bagi optimalisasi perkembangan anak.
Apabila berdasar hasil deteksi dini menunjukan bahwa perkembangan anak adalah normal, maka peran yang harus dimainkan lingkungan adalah dengan memberikan stimulasi dini, namun apabila ternyata mengalami penyimpangan maka yang harus dilakukan adalah melalui intervensi dini. Stimulasi adalah kegiatan peransangan dan latihan-latihan terhadap kepandaian anka yang datangnya dari lingkungan di luar anak, dengan tujuan untuk membantu ank agar mencapai tingkat perkembangan yang baik dan optimal sesuai umur. Stimulasi ini dberdasarkan kemampuan yang akan dikembangkan, yang dapat meliputi kemampuan gerakan dasar, kemampuan gerakan halus, kemampuan kognitif, kemampuan bicara dan bahasa, serta kemampuan bergaul dan hidup mandiri. Agar kegiatan ini efektif, pelaksanaanya harus dilandasi dengan penerapan prinsip-prinsip kasih sayang, bertahap dan berkelanjutan, dimulai dari perkembangan yang telah dimiliki anak, dilakukan dengan wajar, santai, tanpa paksaan atau hukuman, diberi pujian atas keberhasilannya, dan bervariasi agar tidak membosankan. Sedangkan alat bantu stimulasi harus yang tidak berbahaya bagi anak, sederhana dan mudah didapat.
Sedangkan intervensi dini, sebagaiman telah dibahas sebelumnya hakekatnya merupakan kegiatan merangsang kemampuan dasar anak, dilakukan pada anak dengan kelambatan perkembangan atau yang memiliki faktor resiko, dengan maksud untuk mengejar ketertinggalannya, agar penyimpangan yang terjadi tidak  bertambah berat, atau agar hambatan yang terjadi tidak berdampak negatif kepada perkembangan berikut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dismpulkan bahwa sekalipun istilah stimulasi dan intervensi dini sama-sama bertujuan untuk mengoptimalkan perkembangan anak, namun pada hakekatnya memiliki makna dan sasaran yang berbeda. Stimulasi diberikan dengan fokus kepada anak dengan pertumbuhan dan perkembangan normal, dengan maksud anak agar mencapai tingkat perkembangan yang baik dan optimal sesuai umur, sedangkan intervensi kepada anak yang dengan pertumbuhan dan perkembangan yang menyimpang, mengalami kelambatan, memiliki faktor resiko, atau bagi anak-anak berkebutuhan khusus dengan maksud  untuk membantu mengatasi hambatn belajar yang dialaminya, mencegah agar tidak bertambah berat, serta untuk meminimalisir agar hambatn tersebut tidak berdampak negatif pada perkembangan selanjutnya



Tidak ada komentar:

Posting Komentar