A.
Konsep Dasar
1.
Pengertian
Istilah intervensi berasal dari
bahasa inggris “intervation” yang berarti suatu penanganan, layanan, tindakan
“campur tangan”. Istilah intervensi secara umum juga sudah dikenal baik,
termasuk oleh masyarakat awam.
·
Fallen dan Umansky
(1985:189) menegaskan bahwa iintervensi merujuk pada layanan tambahan atau
modifikasi, stategi, teknik, atau bahan yang diperlukan untuk merubah
perkembangan yang terhambat
·
Kusnadi (2014)
menjelaskan bahwa intervensi dini adalah
kegiatan untuk merangsang kemampuan dasar anak, dilakukan pada anak dengan
keterlambatan perkembangan dengan maksud mengejar ketinggalan atau agar
penyimpangan yang terjadi tidak bertambah berat, serta dapaty melakukan
kegiatan sehari-hari sesuai usianya.
·
Baker dan Brightman
(1997) menjelaskan bahwa intervensi dini adalah tindakan yang diberikan untuk
mempengaruhi perkembangan dan belajar anak sejak lahir sampai dengan usia 5
tahun yang mengalami kelainan atau kelambatan perkembangan atau anak-anak
dengan faktor resiko baik karena faktor biologis maupun lingkungan.
Sementara
itu, Departemen Pendidikan Amerika Serikat menjelaskan bahwa :
a. Intervensi
dini berlaku untuk anak-anak usia sekolah atau yang lebih muda yang berkelainan
atau memiliki faktor resiko dalam perkembangannya, atau anak berkebutuhan
khusus lainnya yang dapat berdampak pada perkembangannya.
b. Intervensi
dini merupakan layanan terhadap anak dan keluarganya dengan tujuan untuk
mengurangi dampak negatif dari
kondisinya.
c. Intervensi
dini dapat berupa tindakan remedial terhadap problem perkembangan atau
pencegahan.
d. Intervensi
dini dapat fokus kepada anak itu sendiri atau bersama-sama dengan keluarganya.
e. Program
intervensi dini dapat dilaksanakan melalui pendekatan yang berbasis center,
berbasis rumah, atau berbasis rumah sakit, atau kombinasi dari
pendekatan-pendekatan tersebut. Rentang layanan mulai dari identifikasi melalui
penjaringan di sekolah atau rumah sakit dan layanan referral untuk kepentingan
diagnose sampai dengan program intervensi langsung.
·
Greco, V &
Leonard.D (1998) secara tegas menyatakan bahwa intervensi dini merupakan
program yang sengaja didesain untuk mengoptimalakan pengalaman belajar anak
selama periode perkembangan yang paling krusial, yauitu pada masa awal
perkembangan.
2.
Sasaran
Sasaran utama intervensi dini
adalah anak-anak berkebutuhan khusus usia dibawah lima tahun, yang meliputi:
a. Anak-anak
dengan faktor resiko, yaitu individu-individu yang memiliki atau dapat memiliki atau dapat memiliki
problem dalam perkembangannya yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan belajar
selanjutnya. Termasuk dalam kelompok ini misalnya anak-anak yang lahir dari
keluarga miskin, lahir premature, kurang gizi, penderita penyakit kronis, dan
sebagainya.
b. Anak
dengan kelambatan perkembangan, yaitu individu-individu yang akibat dari
kondisi fisik atau mentalnya dapat berpengaruh atau menghambat perkembangan
kemampuan, prestasi, dan atau fungsinya pada saat anak masuk dalam setting
pendidikan bersama-sama anak normal pada umumnya.
c. Anak-anak
dengan kelainan pasti, yaitu individu-individu secara nyata telah mengalami
hambatan atau gangguan dalam perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak
normal pada umumnya.
3. Tujuan,
dan Manfaat
Secara umum tujuan intervensi dini
adalah untuk membantu agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
sesuai kapasitasnya, mendorong dan membantu orang tua dalam mengembangkan
anaknya serta mengatasi masalah-masalah psikologis social yang muncul, serta
memaksimalkan manfaat anak dan keluarga dalam kehidupan bermasyarakat.
·
Korfi Marfo (1988)
menjelaskan bahwa tujuan utama intervensi
dini pada anak berkebutuhan khusus adalah untuk mengoptimalkan
perkembangan anak.
·
Baker dan Feinfield
(2003) menyatakan bahwa hasil yang diharapkan dari intervensi dini adalah agar
anak mampu mengembangkan keberfungsian kemampuan kognitif, emosional, perilaku,
komunikasi, dan social dengan baik, sedangkan bagi orang tua diharapkan dapat
memperoleh keuntungan dalam meningkatkan pendidikan pada anak.
Telah
disepakati oleh para ahli pendidikan maupun psikologi bahwa masa perkembangan
anak (balita) merupakan masa yang paling peka dan cepat dalam belajar,
sekaligus fondasi untuk tahap perkembangan berikutnya. Atas dasar ini bagi
anak-anak yang berkebutuhan khusus, pada masa ini merupakan masa yang paling
tepat untuk dilakukan intervensi, dengan memaksimalkan kesiapannya agar tidak
kehilangan kesempatan untuk belajar. Sebab, apabila hal ini tidak dilakukan,
besar kemungkinan anak akan mengalami berbagai kesulitan dalam perkembangan
berikutnya. Karnes dan Lee (1978) menegaskan bahwa “Hanya dengan intervensi dan
program yang tepat anak dapat mengembangkan potensinya”.
Layanan
intervensi dini juga memberikan manfaat yang signifikan terhadap orang tua dan
keluarganya. Hal ini karena orang tua anak berkebutuhan khusus sering sekali
merasakan kekecewaan, pengasingan sosial, tekanan, frustasi, dan
ketidakberdayaan. Kondisi ini dapat berdampak negatif pada kesejahteraan
keluarga dan pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Anak
menjadi tidak terurus dengan baik dibandingkan dengan anak yang normal.
Melalui
intervensi dini orang tua dapat meningkatkan sikap, baik terhadap dirinya
sendiri maupun terhadap anaknya, meningkatkan pemahaman dan ketrampilan
pendukung yang diperlukan dalam mendidik dan mengasuh anaknya, terutama dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan khususnya. Melalui intervensi dini perkembangan
anak juga akan lebih meningkat, mencegah gangguan atau hambatan dalam
perkembangan berikutnya, mampu memperoleh pendidikan yang lebih baik, dan pada
akhirnya mampu meningkatkan kemandirian dan konsepndirinya, sehingga menjadikan
anak tidak bergantung pada lingkungannya.
Intervensi
juga dapat dipandang sebagai bentuk investasi jangka panjang, yang berupa
penghematan-penghematan dalam beaya pendidikan yang dibutuhkan berikutnya.
Melalui pencegahan dan reduksi terhadap hambatan belajar secara tepat
memungkinkan anak tidak memerlukan pendidikan khusus dan layanan lain
dikemudian hari. Sebagai gambaran menurut Select
Committee on children, youth, and families (1985, dalam Greco, V &
Leonard. D., 1988) dilaporkan pada setiap investasi
1 US di peniikan pra sekolah akan kembali
4,75 dalam bentuk simpanan. Pembiayaan yang
diberikan pada dua tahun dalam pendidikan
pra sekolah akan kembali 3,5 kali dari investasi awal yang diberikan.
Ditegaskan pula bahwa bila intervensi terhadap anak-anak berkelainan diberikan
setelah berusia enam tahun, maka pembiayaan pendidikan sampai dengan enambelas
tahun diperkirakan mencapai
53.350 US, sedangkan bila intervensi diberikan
sejak lahir, diperkirakan hanya mencapai
37.272 US, yang berarti akan
menghemat sebanyak
16.078 US.





4. Intervensi sebagai fungsi
pencegahan
Pencegahan adalah cara terbaik dalam
menanggulangi suatu masalah. Karena itu, alas an utama perlunya intervensi dini
anak berkelainan adalah untuk mencegah munculnya kelainan yang bersifat
sekunder, yaitu munculnya gangguan perkembangan yang dihadapi serta
meminimalisasi munculnya dampak negative ikutan yang mungkin ditimbulkannya.
Tidak adanya intervensi pada awal
tahun kehidupan anak berkelainan dapat mengembangkan tingkah laku yang dapat
merintangi kemampuan belajar berikutnya. Dalam banyak hal, banyak perilaku yang
harus diperbaiki sebelum berlangsungnya masa prouksi untuk belajar, agar tidak
menghalangi atau kehilangan banyak kesempatan untuk belajar yang diperlukan
untuk mendukung perkembangan berikutnya.
B.
Komponen
Intervensi adalah suatu proses pemenuhan kebutuhan
terhadap anak-anak berkebutuhan khusus melalui campur tangan lingkungan dengan
maksud merubah suatu perkembangan yang terlambat atau menyimpang. Tindakan ini
sifatnya individual dan meliputi beberapa modifikasi atau tambahan layanan,
strategi teknik atau materi yang diperlukan untuk memaksimalkan potensi anak.
Backer
dan Feinfield (2003) menjelaskan bahwa dalam intervensi dini terdapat lima
komponen utama yaitu (1) multidisipliner
(2) fokus terhadap kebutuhan anak dan keluarga (3) individual (4) mengikuti
system layanan pengiriman local, dan (5) berbasis pada riset dan desain control
yang dilakukan secara random.
Sedangkan
menurut Fallen dan Umamsky (1985)
komponen utama intervensi meliputi : (1) intervensi (2) keterlibatan orang tua)
(3) riset (4) interaksi asasmen (5) layanan multidisiplin (6) latihan
professional, dan (7) pengembangan staf. Dengan mengacu pada pendapat tersebut,
komponen-komponen utama yang harus dikembangkan dalm intervensi dini adalah
sebagai berikut :
1. Fokus kepada pemenuhan kebutuhan anak dan keluarga
Esensi dasar
intervensi dini adalah dalam rangka pemenuhan kebutuhan anak berkebutuhan
khusus dan keluarganya. Adanya hambatan belajar dan perkembangan pada anak
disamping akan memunculkan sejumlah kebutuhan khusus pada diri anak, juga
memunculkan berbagai persoalan dan harapan pada orang tua dalam hubungannya
dengan anaknya. Dalam intervensi dini, kedua-duanya harus dijadikan
sebagai kepedulian utama agar anak
terhindar dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat atau menggangu
perkembangan optimalnya. Bagi orang tua, diharapkan mampu mereduksi berbagai
permasalahan yang dihadapi serta secara aktif mampu memainkan peran yang lebih
besar dalam membantu perkembangan optimal anaknya,
2. keterlibatan
orang tua
Keterlibatan orang tua merupakan “elemen
kunci” dalam intervensi dini dan sangat menguntungkan tidak hanya pada orang
tua sendiri, tetapi juga anak dan ahli yang lain. Karena itu program intervensi
dini akan lebih efektif apabila ahli atau staf, tidak hanya memfokuskan pada
pola-pola yang sifat ajakan atau bekerjasama, tetapi lebih kepada bentuk-bentuk
yang sifatnya pemberdayaan orang tua, terutama melalui berbagai program
pelatihan sesuai dengan kebutuhan khusus anak dan permasalahan yang
dihadapinya. Bagaimanapun juga orang tua lah yang paling signifikan dan
bertanggungjawab terhadap anaknya.
Hasil-hasil penelitihan menunjukkan
bahwa keterlibatan orang tua dalam intervensi dini dapat memunculkan akselerasi
belajar anak (Shearer dan Shearer, 1977), merupakan kekuatan terhadap
terjadinya perubahan-perubahan yang konstruktif (Tjosem 1976). Sedangkan
(Brofenbrenner 1974) menyatakan bahwa efektivitas intervensi dini bukan
terletak kepada guru atau sekolah, tetapi pada keluarga, sehingga merupakan
kunci sukses yang paling penting. Karena itu tujuan pertama dan utama dalam
intervensi dini adalah memapankan hubungan yang emosional yang kronis antara
anak dan orang tua, yaitu hubungan timbale balik dalam rangka memenuhi
kebutuhan anak. Meningkatkan motivasi, meningkatkan frekuensi, dan kekuatan
dalam respon-respon yang saling berhubungan guna menghasilkan perilaku adaptif
timbal balik, dan pada akhirnya meningkatkan keefektifan orang tua dalam
menjalankan fungsi dan peranannya sebagai guru (Fallen dan Umansky, 1985)
Salah Satu aspek penting dari keterlibatan orang
tua dalam intervensi dini adalah relasi ibu dan anak. Ramey dan Gowen
1980, dalam Fallen dan Umansky, 1985
menyatakan bahwa interaksi ibu dan anak lebih dari pada jenis dan materi yang
digunakan, dan secara konsisten berhubungan dengan bagaimana perkembanan anak
selanjutnya. Karena itu inti dari stategi intervensi hakekatnya adalah hubungan
baik dan kondisi-kondisi yang mendukung dari orang tua. Orang tua adalah guru
yang paling efektif apabila mereka diberi dukungan. Professional cenderung
menjadikan orang tua kurang percaya diri dan memandang intervensi dini sebagai
salah satu elemen perusak atau pengganggu kehidupan.
3. Individual
Setiap
individu adalah unik. Atas dasar ini keseluruhan program intervensi dini yang
dikembangkan harus berpijak pada keunikan anak berkebutuhan khusus secara
individual. Artinya ia dijadikan sebagai unsur sentral yang harus diperhatikan,
tetapi bukan berarti harus diistimewakan. Namu disesuaikan dengan kondisinya
bahwa secara potensial masing-masing anak memiliki kelebihan dan sekaligus
kekurangan, hambatan, ketidakmampuan, keterbatasan, atau ketidak sanggupan
tertentu sehingga tampil dalam keunikan karakteristik, permasalahan, dan
kebutuhannya masing-masing. Melalui pertimbangan secra individual, program
intervensi yang dilakukan diharapkan mampu memberikan berbagai kemudahan anak
untuk belajar dalam rangka memenuhi kebutuhan khususnya, sehingga benar-benar
mampu menjamin keberhasilan pencapaian, tujuan intervensi yang telah
ditetapkan.
Kondisi
neurologis, psikologis dan sosial yang menyertai anak kebutuhan khusus dapat
mempengaruhi sistem respon yang dimilikinya, terutama terhadap karakteristik
gaya belajarnya. Terkait dengan ini, gaya belajar tersebut perlu dikenali atau
diidentifikasi untuk disesuaikan dengan pendekatan, metode, atau teknik
intervensi yang akan dilaksanakan.
4. riset
Dalam
banyak hal, pelayanan intervensi didni merupakan aplikasi dari temuan-temuan
penelitian yang dikembangkan sebelumnya. Karena itu dinamika layanan intervensi
dini cenderung berjalan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dihasilkan melalui kegiatan-kegiatan penelitian. Riset dapat memberi arah
dalam perkembangan praktek dilapangan. Karena itu, riset merupakan kebutuhan
mendasar dan terus menerus bagi proesional, agar dihasilkan tema-tema yang
lebih maju dan lebih baik.
Tjosem
(fallen dan umansky: 1985) menegaskan bahwa keseimbangan penggunaan riset dan
penilaian merupakan hal yang penting dalam perkembangan efektifitas program
intervensi dini, karena itu hasil-hasil penelitian harus perlu di sintesakan
dan dikomunikasikan sehingga diperoleh pemahaman dan makna yang lebih luas
untuk kemudian diterjemahkan dan diaplikasikan dalam praktek-praktek layanan
intervensi dini. Perlunya riset hakikatnya adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang relevan dengan permasalahan yang
berkembang dilapangan menujju upaya-upaya penanganan yang lebih baik dan
efektif. Dalam banyak hal, perubahan-perubahan byang terjadi dalam program
assesmen dan intervensi dini banyak berangkat dari hasil-hasil penelitian yang
mutakhir.
5. Interaksi asesemen dan intervensi
Dalam
intervensi dini,asesmen dan intervensi merupakan dua hal penting yang tidak
dapat dipisahkan dan harus terus-menerus berinteraksi secara intensif tanpa
henti. Interaksi adalah pertukaran informasi antara petugas asesmen dan
intervenor (therapis) dalam rangka meningkatkan kualitas intervensi yang
diberikan. Hanya dengan interaksi yang intensif dan terus menerus akan dicapai
bentuk yang paling baik dalam rangka menjawab dengan pasti seluruh kemungkinan
pertanyaan yang terkait dengan evaluasi dan intervensi.
Tanpa
adanya interaksi antara petugas asesmen dan pelaksana intervensi,maka
keberhasila intervensi akan sulit diacapai. Karena itu masing-masing dituntut
untuk memiliki saling berinteraksi, berkomunikasi, membina hubungan personal
yang positif dan akrab dan secara periodic bertemu mendiskusikan temuan
masing-masing serta perencanaan program secara rinci dan implementasinya.
Asesmen
merupakan bagian internal dari intervensi,bukan bagian. Karena itu problem
dalam intervensi secara langsung juga berhubungan dengan asesmen. Artinya bahwa
ketidaktepatan asesmen dapat berdampak kurang tepatnya proram intervensi.
Karena itu pula keduanya harus melekat. Implikasinya,data dan informasi yang
diperoleh dari asesmen yang dilakukan dalam setiap intervensi, hakekatnya adala
modal dasar untuk arah intervensi selanjutnya. Sebagai gambaran, asesmen yang
melekat adalah penggunaan observasi untuk menentukan apakah anak gagal atau
berhasil dalam suatu tugas,penggunaan skala penilaian untuk mengetahui apakah
anak sudah siap atau belum untuk melakukan tugas-tugas yang lebih kompleks,
atau penggunaan tes standar untuk membandingkan dengan anak lain atau sebaya.
6. Layanan multidisiplin
Layanan
multidisiplin merupakan salah satu elemen penting dalam intervensi
dini,terutama dalam rangka menjamin efektivitas program intervensi
dini,mendapatkan kesepakatan diantara para ahli terkait dengan permasalahan yang dihadapi anak
berkebutuhan khusus dan upaya penanganannya. Hal ini diperlukan karena masalah
perkembangan manusia merupakan masalah yang kompleks,sementara itu akumulasi
dari dampak kondisi kelainan yang dihadapi anak, dapat bermuara kepada perlunya
layanan spesifik dari masing-masing ahli
dalam suatu tim multidisplin. Dengan demikian program intervensi yang
dikembangkan mampu memiliki spectrum yang lebih luas dan mampu menjangkau
persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi anak berkebutuhan khusus.
Dalam
layanan multididsiplin,masing-masing ahli disamping harus memberikan layanan
sesuai displin ilmunya sendiri, serta mampu saling berbagi
pengetahuan,pengalaman, dan ketrampilan diantara masing-masing baik dalam
rangka asesmen, perencanaan maupun pelakasanaan program.
Intervensi
dini adalah pekerjaan professional. Untuk itu harus dilaksanakan secara
professional dan oleh orang yang professional dalam bidangnya. Hai ini berarti
menuntut orang-orang yang memiliki kenggulan pribadi yang didukung dengan
bidang ilmunya. Ahli-ahli yang diperlukan dalam tim multidisiplin tersebut
antara lain guru, orthopedagogik, konselor, psikolog, dokter, ahli gizi, serta
ahli terapi (ahli terapi bicara dan bahasa, ahli terapi fisik, ahli terapi
okupasi,dsb). Dalam model intervensi pendidikan, guru atau ortopedagog harus
mampu menjalankan fungsi dan pernanannya sebagai ujung tombak dan koordinator
dan keseluruhan program intervensi yang dilakukan, serta mampu menjamin tim
tersebut secara harmonis dan terpadu.
7.
latihan
profesional
Sebagaimana ilmu pengetahuan yang lain ,
ilmu pengetahuan tentang intervensi dini tidak pernah berhenti berkembang
sehingga terus mengalami kemajuan dari waktu ke waktu, bahkan dalam beberapa
hal kemajuan tersebut di rasakan begitu pesat. Atas dasar ini latihan
profesional harus menjadi elemen penting dalam intervensi dini. Konsekuensinya, setiap ahli maupun staf yang terlibat dalam
progam intervensi dini harus merasa bahwa pengetahuan dan keterampilan yang
sudah di miliki belumlah cukup dalam rangka mengimplementasikan progam
intervensi yang efektif, karena itu ia harus terus belajar dan belajar
meningkatkan diri baik melalui pendidikan ataupun latihan. kondisi ini juga di
rasakan semakin penting mengingat setiap kasus yang di hadapi dalam progam
intervensi dini adalah unik sehingga untuk memenuhi kebutuhan masing masing
kasus di perlukan layanan yang menuntut keterampilan spesifik.
8.
Pengembangan
staf
Sering kali dalam progam intervensi dini
juga melibatkan tenaga para profesional. Untuk menghindari kesenjangan
pengetahuan dan wawasan mereka dengan tenaga profesional sebagai akibat
perbedaan tingkat pendidikannya, maka di perlukan kegiatan pengembangan staf
secara terus menerus. Hal ini penting agar terjadi peningkatan pemahaman
terhadap istilah istilah dan metodelogi yang di gunakan oleh di siplin ilmu
yang berbeda.
Melalui pengembangan staf juga akan membantu dalam
memberikan informasi dan kesiapan terhadap kecenderungan mutakhir yang terjadi
serta kejelasan kerangka teoritik terhadap progam yang di implementasikan.
Pengembangan staf juga dapat menjadikan pelaksanaan progam menjadi konsisten,
mereduksi ketegangan di antara pekerja , dan membantu memperoleh keterampilan
baru, mengingkatkan motivasi dan komitmen diri. Dengan demikian anggota staf
akan lebih percaya dan memperoleh kepuasan dalam bekerja, sehingga progam –
progam yang di lakukan dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien.
- Pendekatan dan Model
1. Pendekatan
Pendekatan atau jenis intervensi dini yang diperlukan
pada anak berkebutuhan khusus pada dasarnya tergantung pada hasil Evaluasi diagnostik
yang dilakukan dalam rangka mengidentifikasi sifat dan tingkat kelainan anak.
Namun demikian, untuk menjamin efektivitas intervensi yang diberikan, program
intervensi harus diarahkan kepada seluruh aspek dari kelainan anak atau menjangkau
seluruh permasalahan dan kebutuhan mendasar yang dihadapi masing-masing anak,
dengan melibatkan seluruh disiplin ilmu yang diperlukan. Masing-masing disiplin
ilmu, apakah medis, sosial, psikologis, atau pendidikan hakekatnya wajib
diberikan agar mendapat intervensi yang paling tepat sesuai karakteristik,
permasalahan, dan kebutuhan anak.
Sekalipun keterlibatan
sejumlah ahli sangat penting, namun tanggung jawab dan peluang terbesar
terhadap terjadinya perubahan positif dalam kehidupan anak berkebutuhan khusu
hakekatnya terletak pada tenaga pendidik (gur/ortopedagog), di samping orang
tua. Hal ini mengingat merekalah yang secara langsung akan berhadapan dengan
anak dalam membantu mengatasi hambatan-hambatn belajar yang dialminya melalui
proses pembelajaran.
Secara umum,
pendekatan dalam intervensi dini dapat digolongkan menjadi empat, yaitu: (1)
pendekatan medis, (2) pendekatan sosial, (3) pendekatan psikologis, dan (4)
pendekatan pendidikan.
- Pendekatan
Medis
Intervensi
medis dapat menjadi efektif dalam menangkap suatu kondisi kelainan, tetapi
setelah kerusakan terjadi dan apabila intervensi medis yang dilakukan dapat
menghalangi perkembangan tertentu, berikutnya, maka harus diikuti atau
dibarengi dengan intervensi pendidikan. Misal gangguan pendengaran yang
disebabkan infeksi telinga tengah, dapat intervensi melalui medis namun dapat
membahayakan, tetapi hal itu bukan pencegahan terakhir terhadap efek yang
merugikan. Contoh lain tuberkolosis yang disebabkan kelainan ortopedik sering
ditangkap sebagai penyakit. Dalam kasus semacam ini layanan pendidikan khusus
sangat esensial untuk meminimalkan efek dari kondisi kelainannya.
Intervensi
medis juga efektif untuk mereduksi aspek yang merugikan pada anak berkelainan. Misal, keterbelakangan
mental yang disebabkan oleh faktor lingkungan seperti malnutrisi dan
ketidaktepatan dalam perawatan kesehatan dapat ditangani melalui intervensi
medis. Dalam beberapa kasus seperti, CP, Epilepsy, gangguan pendengaran,
gangguan penglihatan yang disebabkan oleh kelainan otot dan katrak, dan gangguan bicara yang disebabkan cleit palate yang dapat
dikurangi melalui operasi.
Di Indonesia,
profesi perawat dan bidan serta petugas Posyandu telah banyak terlibat dalam
program intervensi medis pada anak berkebutuhan khusu melalui layanan kesehatan
masyarakat. Khususnya dalam identifikasi anak-anak dengan factor resiko,
sedangkan, sedangkan intervensi yang diberikan umumnya juga masih terfokus
aspek fisik melalui upaya perbaikan gizi dan kesehatan dasar untuk survival. Secara umum mereka juga
relative terlambat dalam melakukan diagnosis terhadap kelainan yang dialami
bayi dan anak, serta dalam membuat referral terhadap sumber-sumber intervensi
yang ada di masyarakat. Untuk itu, dalam rangka meningkatkan kualitas layanan
yang diberikan, peningkatan pemahaman terhadap aspek tumbuh kembang anak dan
permasalahannya, bagaimana orang tua menanganinya, dan kerja sama dengan
sumber-sumber intervensi di masyarakat menjadi sangat penting.
Uraian di atas
mengisyaratkan bahwa intervensi dini melalui pendekatan medis hanya akan
efektif apabila diketahui bahwa sebab-sebab kecacatan atau kelainan anak
bersumber pada aspek fisik. Sedangkan apabila hal tersebut tidak ditemui maka
intervensi yang diberikan bersifat non medis. Intervensi medis juga tidak akan
berhasil secara maksimal tanpa diikuti dengan intervensi lain yang sifatnya non
medis, terutama dalam mereduksi dampak negatif yang ditimbulkan terhadap aspek
perkembangan anak.
b. Pendekatan
sosial
Fokus pendekatan
sosial dalam intervensi dini adalah membantu mengatasi masalah-masalah sosial
yang dihadapi anak berkebutuhan khusus maupun keluarganya. Dalam
pelaksanaannya, intervensi ini umumnya dilakukan oleh pekerja sosial dan
diterapkan secara bersama dengan ahli lain, seperti medis ataupun pendidikan. Misalnya,
diet yang disarankan oleh dokter atau perawat, berarti memerlukan ketrampilan
baru bagi orang tua dalam pemilihan dan penyiapan makanan. Pekerja sosial
adalah ahli yang membantu dan memonitor penerapan menu baru tersebut.
Pekerja sosial
juga dapat berperan atas nama anak berkebutuhan khusus atau keluarganya.
Misalnya dalam hal advokasi yang terkait dengan perawatan kesehatan, bantuan
hukum, atau Program pendidikan. Dalam perannya sebagai penghubung, pekerja
sosial dapat membantu memelihara saluran komunikasi antara rumah dengan sekolah
atau masyarakat. Sebagai konselor pekerja sosial dapat menjaadi sumber bagi
anak maupun orang tua yang memerlukan bimbingan. Misalnya, melalui latihan
kepada orang tua dalam cara-cara berkomunikasi yang efektif dengan anaknya yang
tunarungu, latihan manajemen stress, atau melatih anak untuk bermain bersama
dengan teman-teman sebayanya.
c.Pendekatan
Psikologis
Intervensi
melalui pendekatan psikologis melalui psikoterapi telah banyak memberikan
kontribusi yang signifikan dalam intervensi dini pada anak berkebutuhan khusus.
Sebagaimana diketahui bahwa intervensi psikologi terbukti efektif dalam
penanganan terhadap anak-anak dengan gangguan perilaku, baik psikodinamik atau
pendekatan modifikasi tingkah laku. Disamping itu juga sangat berperan dalam
melakukan pengukuran terhadap berbagai potensi anak, sifat kepribadian dan
sebagainya.
2.
MODEL
Perkembangan
layanan model intervensi dini yang terjadi sampai sekarang ini tidak lepas dari
kepedulian kaum professional terhadap pertanyaan sejauh mana program tersebut
dipandang efektif, baik dalam rangka mengatasi hambatan perkembangan anak
maupun dalam rangka menyediakan dorongan kepada keluarga. Terkait dengan hal
ini, secara garis besar perkembangan model intervensi dini dapat digolongkan
dalam tiga generasi.
Pertama,
model intervensi dini yang langsung dilakukan oleh tenaga ahli, dengan focus
penanganan pada anak. Model ini akhirnya dipandang tidak efektif, karena
mengabaikan peran dan tanggung jawab
orangtua atau keluarga. Disamping itu, implementasi model ini melahirkan
kecenderungan pada orangtua untuk bersikap pasif dan mempercayakan sepenuhnya
penanganan terhadap anaknya kepada ahli.
Kedua,
model intervensi yang dilakukan oleh tenaga ahli dengan melibatkan orangtua
melalui ajakan-ajakan. Model inipun akhirnya dipandang kurang efektif,
dikarenakan dalam banyak hal ajakan-ajakan tersebut tidak dilaksanakan orangtua
dengan alasan tidak memiliki ketrampilan-ketrampilan khusus sesuai kebutuhan
anaknya. Akibatnya orangtua terlalu banyak berharap terhadap program intervensi
yang diberikan oleh ahli, sementara disisi lain mereka kurang mampu menunjukkan
partisipasinya secara aktif. dalam kenyataannya, modle ini juga berdampak pada
ketidakmauan orangtua untuk menjadi intervenor bagi anaknya.
Ketiga,
model intervensi yang dilakukan oleh tenaga ahli melalui permberdayaaan
orangtua. Model ini merupakan model yang dianggap paling mutakhir, dipandang
paling efektif, dan paling meguntungkan tidak saja bagi perkembangan anaknya,
tetapi juga bagi orangtua itu sendiri, termaksud ahli. Dalam model ini
diamsumsikan bahwa orangtua adalah lingkungan terdekat dengan anak, paling
mengetahui kebutuhan khususnya, paling berpengaruh, dan paling bertanggung
jawab terhadap anaknya, sehingga menuntut keterlibatan penuh orangtua, sedang
fungsi tenaga ahli lebih sebagai konsultan atau
“social support” bagi keberhasilan anaknya. Berangkat dari asumsi
tersebut bilam model ini program yang dikembangkan lebih banyak pada
pengembangan ketrampilan orangtua dalam membantu meminimalisir hambatan belajar
serta dalam memberikan kemudahan bagi optimalisasi perkembangan anaknya yang
sesuai dengan kapasitasnya, baik melalui pelatihan-pelatihan ataupun melalui
penyediaan sumber-sumber belajar dalam berbagai bentuk dan variasinya.
Sementara
itu, berdasarkan setting-nya, Kofi
Marfo (1988) menyatakan bahwa model atau program intervensi dini ini umumnya
dikelompokan menjadi program yang berbasis rumah, berbasis center dan gabungan
berbasis rumah-center. Agar yang berbasis rumah memfokusksan pada orangtua atau
pengasuh sebagai intervenor utama sedangkan fungsi tenaga ahli sebagai
konsultan. Program intervensi dini yang berbasis center (klinik,sekolah umum
atau sekolah khusus) dilakukan oleh tenaga ahli langsung kepada anak, sedangkan
keterlibatan orangtua bervariasi tergantung pada kebutuhan, minat, dan tuntutan
dari progam yang telah ditetapkan. Rentang keterlibatan orangtua dapat mulai
dari berpartisipasi dalam pembuatan program tahunan sampai dengan menjadi
tenaga sukarela di center. Pada intervensi dini yang gabungan, merupkan
kombinasi dari dua program tersebut. Dalam model ini keterlibatan orangtua
bervariasi tergantung pada program dan dilakukan secara proposional sesuai
fungsi, peranan, dan tangung jawab masing-masing berdasarkan pada program yang
disepakati bersama. Dismaping model-model tersebut, Kofi Marfo juga menambahkan
dua model lagi, yaitu model atau program yang diimplementasikan orangtua
(parent-implementated program) dan model intervensi dini yang berbasis
media(media based program). Dalam model yang diimplementasikan orangtua,
orangua secara keseluruhan bertanggung jawab terhadap program
pengadminitrasian, pengorganisasian dan perencanaan. Orangtua dapat memutusakan
kapan, dimana, dan siapa tenaga ahli yang akan dilibatkan dalam penanganan
anaknya. Untuk menjamin orangtua dalam keseluruhan aspek program intervensi
yang dibutuhkan anaknya. Sedangkan dalam model yang berbasis media lebih
difokuskan pada penggunaan materi cetakan (buku pedoman, dsb) serta alat bantu
audio visual sebagai media komunikasi dengan orangtua
Urian
diatas memberi petunjuk bahwa keterlibatan orangtua merupakan kunci sukses
dalam keseluruhan program intervensi dini, karena itu model apapun yang akan
diimplementasikan, pada prinsipnya menuntut kolaborasi, patisipasi, dn tanggung
jawab penuh orangtua, baik dalam kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengadminitrasian program.
D.
Deteksi Dini, Stimulasi, dan Intervensi
Program intervensi
dini telah menempatkan pentingnya program deteksi dini, yaitu kegiatan atau
pemeriksaan untuk menemukan gangguan tumbuh kembang sejak dini. Diasumsikan
bahwa apabila gangguan atau penyimpanagan yang terjadi pada anak dapat
ditemukan sejak dini, maka akan lebih mudah untuk diperbaiki, sedangkan apabila
terlambat diketahui maka dapat berpengaruh besar terhadap tumbuh kembang anak
selanjutnya dan penangannya akan lebih sulit.
Program deteksi dini
pada umumnya meliputi deteksi dini pertumbuhan dan deteksi dini perkembangan. Deteksi dini
perkembangan. Deteksi dini pertumbuhan
dapat dilakukan melalui dua cara: (1) berdasarkan ukuran antropometrik,
seperti melalui pengamatan atau pemeriksaan berat badan, panjang/tinggi badan,
lingkaran kepala, lingkaran lengan atas,, dan tebal lipatan kulit, atau (2)
berdasarkan baku patokan, yaitu dengan menggunakan instrumen-instrumen
pemeriksaan pertumbuhan tertentu yang
telah ada yang telah distadarisasikan, seperti dengan menggunakan
Boston/Harvard, Tnner, atau instrumen yang telah dihasilkan berdasarkan
penelitian-penelkitian yang dikembangkan di Indonesia, seperti NCHS 1977, CDC
2000, atau baku WHO. Sedangkan deteksi dini perkembangan dapat dilakukan
melalui pengamatan terhadap berbagai penguasaan keterampilan atau funfsi
perkembagan yang dimiliki anak dan membandingkan dengan perkembangan normal
atau anak pada umunya yang seusia. Terutama dalam penguasaan keterampilan
motorik, bahasa, sosial, kognitif, dan dan perilaku adaptif atau terhadap
penguasaan fungsi modulasi sensorik, fungsi motorik dan persepsi, proses
pendengaran dan fungsi bicara, serta keterampilan berinteraksi. Apabila erdasar
pemeriksaan yang telah dilakukan tersebut terdapat gejala-gejala penyimpangan
dari pertumbuhan dan atau perkembangan normal, maka orang tua harus menaruh “curiga”
bahwa anaknya mengalami penyimpangan.
Perlu dipahami bahwa
perkembagan anak pada masa balita sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
tempat merek belajar. Anak dilahirkan dengan sejumlah potensi dan lingkungan
yang memberi kemudahan atau struktur dukungan belajar pada anak untuk menguasai
berbagai keterampilan akan sangat membantu optimalisasi perkembangan sesuai
dengan potensi atau kapabilitas yang dimilikinya. Sementara itu, berdasarkan
hasil deteksi dini, akan diperoleh dua kesimpula utama, yaitu: (1) perkembangan anak sesuai (normal), atau (2) ada penyimpangan
(tidak normal). Mengingat pentingnya faktor lingkungan bagi belajar anak
tersebut, maka apakah perkembangan anak berdasar hasil deteksi tersebut norma
atau abnormal, lingkungan harus tetap mengambil peran aktif dan positif bagi
optimalisasi perkembangan anak.
Apabila berdasar hasil
deteksi dini menunjukan bahwa perkembangan anak adalah normal, maka peran yang
harus dimainkan lingkungan adalah dengan memberikan stimulasi dini, namun
apabila ternyata mengalami penyimpangan maka yang harus dilakukan adalah
melalui intervensi dini. Stimulasi adalah kegiatan peransangan dan
latihan-latihan terhadap kepandaian anka yang datangnya dari lingkungan di luar
anak, dengan tujuan untuk membantu ank agar mencapai tingkat perkembangan yang
baik dan optimal sesuai umur. Stimulasi ini dberdasarkan kemampuan yang akan
dikembangkan, yang dapat meliputi kemampuan gerakan dasar, kemampuan gerakan
halus, kemampuan kognitif, kemampuan bicara dan bahasa, serta kemampuan bergaul
dan hidup mandiri. Agar kegiatan ini efektif, pelaksanaanya harus dilandasi
dengan penerapan prinsip-prinsip kasih sayang, bertahap dan berkelanjutan,
dimulai dari perkembangan yang telah dimiliki anak, dilakukan dengan wajar, santai,
tanpa paksaan atau hukuman, diberi pujian atas keberhasilannya, dan bervariasi
agar tidak membosankan. Sedangkan alat bantu stimulasi harus yang tidak
berbahaya bagi anak, sederhana dan mudah didapat.
Sedangkan intervensi
dini, sebagaiman telah dibahas sebelumnya hakekatnya merupakan kegiatan
merangsang kemampuan dasar anak, dilakukan pada anak dengan kelambatan
perkembangan atau yang memiliki faktor resiko, dengan maksud untuk mengejar
ketertinggalannya, agar penyimpangan yang terjadi tidak bertambah berat, atau agar hambatan yang
terjadi tidak berdampak negatif kepada perkembangan berikut.
Berdasarkan uraian di
atas, dapat dismpulkan bahwa sekalipun istilah stimulasi dan intervensi dini
sama-sama bertujuan untuk mengoptimalkan perkembangan anak, namun pada
hakekatnya memiliki makna dan sasaran yang berbeda. Stimulasi diberikan dengan
fokus kepada anak dengan pertumbuhan dan perkembangan normal, dengan maksud
anak agar mencapai tingkat perkembangan yang baik dan optimal sesuai umur,
sedangkan intervensi kepada anak yang dengan pertumbuhan dan perkembangan yang
menyimpang, mengalami kelambatan, memiliki faktor resiko, atau bagi anak-anak
berkebutuhan khusus dengan maksud untuk
membantu mengatasi hambatn belajar yang dialaminya, mencegah agar tidak bertambah
berat, serta untuk meminimalisir agar hambatn tersebut tidak berdampak negatif
pada perkembangan selanjutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar