BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan
mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah
pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman
selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan
sebelumnya. Suatu pendidikan dipandang bermutu-diukur dari kedudukannya untuk
ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional-adalah
pendidikan yang berhasil membentuk generasi muda yang cerdas, berkarakter, bermoral
dan berkepribadian. Untuk itu perlu dirancang suatu sistem pendidikan yang
mampu menciptakan suasana dan proses pembelajaran yang menyenangkan, merangsang
dan menantang peserta didik untuk mengembangkan diri secara optimal sesuai
dengan bakat dan kemampuannya. Memberikan kesempatan kepada setiap peserta
didik berkembang secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannya adalah
salah satu prinsip pendidikan demokratis.
Dengan
adanya perbaikan mutu di Indonesia, maka ada pembaharuan system belajar di
Indonesia. Yakni dengan menggunakan system akselerasi. Mereka yang cerdas adalah bibit unggul, mereka adalah
asset bangsa dan negara yang berharga. Artinya jika mereka dididik, dilatih,
dibina, menjadi orang yang cerdas pandai terampil dan berbudi luhur maka akan
bermanfaat dan mempercepat bagi kemakmuran dan kemajuan bangsa dan negara.
Namun sebaliknya jika mereka tidak memperoleh pembinaan yang positif maka akan
sia-sia dan bahkan akan membawa petaka. Mereka yang cerdas memiliki ciri
kemampuan berfikir cepat bertindak cepat dan tepat, maka diperlukan sistem
pendidikan dan perlakuan secara cepat dan tepat. Salah satu sitem pendidikan
yang cocok bagi mereka yang cerdas adalah pendidikan akselerasi atau acceleration.
Ada tiga sistem pendidikan bagi mereka adalah segregation atau
pemisahan, enrichment atau pengayaan, dan acceleration atau
percepatan. Sistem acceleration atau percepatan atau akselerasi adalah
penyelenggaraan pendidikan dimana mereka yang cerdas dapat belajar dan
menguasai materi secara cepat sesuai dengan kemampuan dan kematangan mereka,
dan jika perlu naik kelas secara loncat. Sistem inilah yang sering disebut
sistem akselerasi (acceleration) atau juga sering disebut sistem
peloncatan (exceltation). Prinsip inilah yang diyakini efektif untuk mempercepat
mencetak bibit unggul dalam usia muda, akan banyak lahir doktor-doktor muda
dalam usia 21 tahun. Hitung saja jika peserta didik masuk SD usia 6 tahun
ditambah belajar di SD 4 tahun, SMP 2 tahun, SMA 2 tahun, S1 3 tahun, S2 2
tahun, dan S3 2 tahun, maka lulus doktor pada usia 21 tahun. Dan bahkan mungkin
dapat lebih dipersingkat lagi, maka akan lahir banyak doktor pada usia muda.
Juga terbinanya mereka yang memiliki keberbakatan tertentu dalam berbagai
bidang kehidupan, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi guna
percepatan kemakmuran dan kemajuan bangsa dan negara. Sudah barang tentu
disamping terdapat kelebihan sekolah akselerasi juga memiliki kekurangan, namun
selama ini diyakini banyak memberikan manfaat bagi inovasi pendidikan di Indonesia
utamanya dalam layanan pendidikan bagi mereka yang memiliki kecerdasan
istemewa.Konsep dan ide dari kelas akselerasi
berasal dari Direktorat Pendidikan Luar Sekolah, Dirjen Dikdasmen Depdiknas,
yang intinya bahwa anak luar biasa baik hiperior (kecerdasan rendah) maupun
superior (kecerdasan tinggi), atas nama keadilan mereka perlu diberikan
perlakuan yang istimewa. Dalam perkembangan konsep tersebut direalisasikan pada
pendidikan kelas akselerasi yang nota bene mengakomodasi dari sisi anak luar
biasa yang superior. program akselerasi
memberikan manfaat bagi anak yang mempunyai bakat dan kemampuan lebih cepat
dalam menangkap materi pelajaran, selain itu dengan pembelajaran akselerasi
siswa dimungkinkan untuk bergabung dengan siswa lain yang memiliki kemampuan
intelektual dan akademis yang sama. Akselerasi sangat esensial dalam
menyediakan kesempatan pendidikan yang tepat bagi siswa yang cerdas. Proses
yang terjadi akan memungkinkan siswa untuk memelihara semangat dan gairah
belajarnya. Akselerasi membawa siswa pada tantangan yang berkesinambungan yang
akan menyiapkan siswa menghadapi kekakuan pendidikan selanjutnya dan
produktivitas selaku orang dewasa. Melalui program akselerasi ini, siswa
diharapkan akan memasuki dunia profesional pada usia yang lebih muda dan
memperoleh kesempatan- kesempatan untuk bekerja produktif.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan dengan latar belakang,
maka dapat di simpulkan dengan rumusan masalah berikut :
1. Sistem
Pendidikan Akselerasi
2. Prinsip
Pendidikan Akselerasi
3. Bentuk
Pendidikan Akselerasi
4. Penjaringan dan Penyaringan
dalam Sekolah Akselerasi
5. Kurikulum Sekolah Akselerasi
6. Standar Kompetensi Lulusan
Sekolah Akselerasi
7. Kelebihan dan Kelemahan Sekolah
Akselerasi
C.
TUJUAN
MASALAH
Sesuai dengan latar belakang yang
ada, tujuan dari adanya makalah ini adalah sebagai salah satu jembatan, agar
dapat mengetahui bagaimana perkembangan program akselerasi di Indonesia saat
ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SISTEM PENDIDIKAN AKSELERASI
Dalam
pendidikan akselerasi terdapat tiga system, sebagai jalan penyampaian program
pembelajaran tersebut.
Tiga sistem pendidikan
tersebut, yakni: (1) Segregation atau terpisah. (2) Enrichment
atau pengayaan. (3) Acceleration atau percepatan. Sistem segregatian
adalah penyelenggaraan pendidikan khusus bagi mereka yang cerdas secara
tersendiri dan terpisah dari yang lain, mereka bisa di sekolah khusus, atau di
kelas khusus. Sistem ini sering disebut dengan sistem segregation, atau exclusive,
atau grouping. Sistem enrichment atau pengayaan adalah
penyelenggaraan pendidikan dimana mereka yang cerdas berada di sekolah reguler
dan atau bisa di sekolah khusus namun diberikan materi tambahan sebagai
pengayaan. Sistem acceleration atau percepatan adalah penyelenggaraan pendidikan
dimana mereka yang cerdas dapat belajar dan menguasai materi secara cepat
sesuai dengan kemampuan dan kematangan mereka, dan jika perlu naik kelas secara
loncat. Sistem inilah yang sering disebut sistem akselerasi (acceleration)
atau juga disebut sistem peloncatan (exceltation). Dalam praktik
pendidikan di sekolah, bisa menggabungkan atau tidak menggbungkan sistem-sistem
tersebut, sebab masing-masing memiliki plus dan minusnya.
B.
PRINSIP PENDIDIKAN AKSELERASI
Terdapat
empat prinsip dalam mengakomodasi perbedaan individual pada sekolah akselerasi
yakni: (1) Siswa masuk sekolah berdasar usia mental dan bukan usia kronologis.
(2) Loncat kelas. (3) Waktu pendidikan dipersingkat. (4) Masuk sekolah menengah
atau universitas lebih awal (Eliot,dkk: 1999). Prinsip inilah yang diyakini
efektif untuk mempercepat mencetak bibit unggul dalam usia muda, akan banyak
lahir doktor-doktor muda dalam usia 21 tahun. Hitung saja jika peserta didik
masuk SD usia 6 tahun ditambah belajar di SD 4 tahun, SMP 2 tahun, SMA 2 tahun,
S1 3 tahun, S2 2 tahun, dan S3 2 tahun, maka lulus doktor pada usia 21 tahun.
Dan bahkan mungkin dapat lebih dipersingkat lagi, maka akan lahir banyak doktor
pada usia muda. Oleh sebab itu tidak heran jika di berbagai negara maju lahir
doktor dalam usia belasan tahun.
C.
BENTUK
PENDIDIKAN AKSELERASI
Terdapat tiga bentuk atau model
penyelenggaraan sekolah akselerasi yakni: (1) Kelas reguler, dimana peserta
didik berada dalam kelas reguler pada sekolah reguler namun memperoleh
perlakuan akselerasi sehingga dapat loncat kelas dan dapat menyelesaikan
pendidikan di sekolah itu lebih awal dibanding teman-temannya. (2) Kelas
khusus, dimana beberapa peserta didik dikelompokkan berada dalam kelas khusus
pada sekolah reguler namun memperoleh perlakuan akselerasi sehingga dapat
menyelesaikan pendidikan di sekolah itu lebih awal dibanding kelas reguler. (3)
Sekolah khusus yakni beberapa peserta didik masuk pada sekolah khusus
akselerasi memperoleh perlakuan akselerasi dengan waktu pendidikan lebih
singkat dibanding sekolah reguler (Depdiknas: 2003).
Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam penyelenggaraan sekolah akselerasi menurut Meirer (2000) adalah: (1)
Lingkungan belajar yang positif. Sebab belajar yang baik adalah dalam
lingkungan fisik, emosi, dan sosial yang positif, suasana yang tidak tegang,
dan menstimulasi terjadinya belajar. (2) Melibatkan siswa secara total. Sebab
belajar yang baik apabila siswa secara total terlibat dan aktif serta mengambil
tanggung jawab penuh terhadap belajarnya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang
diserap siswa secara pasif, melainkan suatu yang secara aktif ditemukan sendiri
oleh siswa. Oleh karena itu program belajar akselerasi cendrung berbasis
aktivitas daripada berbasis materi atau ceramah. (3) Kolaborasi antara siswa.
Sebab belajar yang baik adalah dalam lingkungan kolaboratif, bersama, dan
menjalin bekerja sama. Jika pembelajaran konvesional menekankan kompetisi antar
siswa secara individual, program akselerasi menekankan kolaborasi antar siswa
dalam suatu komunitas belajar. (4) Kaya dengan gaya belajar. Sebab belajar yang
baik adalah jika siswa memiliki banyak pilihan atau cara belajar yang
memungkinkan mereka menggunakan semua indera dalam belajar. (5) Belajar
kontekstual. Sebab belajar yang baik adalah berada dalam suatu konteks. Belajar
yang baik adalah dengan mengerjakan tugas dalam proses yang terus menerus
dengan melibatkan diri dalam kehidupan nyata, mendapatkan umpan balik,melakukan
refleksi diri, dan melakukan evaluasi diri. Fakta dan keterampilan yang
dipelajari secara terpisah sukar diserap dan cepat terlupakan.
D.
PENJARINGAN
dan PENYARINGAN dalam SEKOLAH AKSELERASI
Di dunia diperkirakan terdapat 1 %
penduduk dunia adalah cerdas, sedangkan yang berada pada IQ 120-137 atau moderately
gifted sekitar 10 % (Ward: 1980). Guna mengetahui berapa banyak mereka yang
cerdas tentu perlu identifikasi dan pendataan secara cermat. Di Indonesia
kegiatan ini lebih familier dengan istilah penjaringan dan penyaringan. Telah
banyak lembaga yang mengadakan penelitian survey dan penjaringan terhadap
mereka yang cerdas. Penjaringan menurut Semiawan (1997) tidak harus hanya
mengandalkan hasil tes kecerdasan, melainkan dapat dilakukan dengan cara
pengamatan atau observasi, misalnya memperhatikan kreativitas dalam kehidupan
keseharian anak, informasi dari guru berdasar prestasi belajar pada mata
pelajaran tertentu, indek prestasi kumulatif (IPK) belajar siswa, prestasi anak
dalam kegiatan olahraga, prestasi dalam seni musik, prestasi dalam seni tari,
pretasi dalam berorganisasi, prestasi dalam sastra, prestasi dalam
keberagamaan, prestasi dalam pengendalian diri, prestasi dalam pergaulan,
prestasi dalam kepemimpinan, dll. Disinilah pentingnya pengamatan oleh para
pendidik, pengasuh, instruktur, dan orangtua terhadap perkembangan anaknnya.
Artinya seseorang anak yang talenta dapat ditemukan lewat sanggar tari, lewat
sanggar lukis, lewat klub orahraga, lewat organisasi siswa dan kemasyarakatan,
lewat wali kelas, lewat guru mata pelajaran, lewat pos yandu, dari tokoh
masyarakat, lewat orangtua, dan dari hasil tes kecerdasan.
Penyaringan atau seleksi dilakukan
untuk memilah, memilih dan menentukan urutan peringkat dari berbagai hal baik
dari kecerdasan (IQ), prestasi akademik, kesehatan fisik, minat anak, dukungan
orangtua, dan prestasi non akademik.
Oleh sebab itu
lazimnya seleksi masuk sekolah akselerasi didasarkan pada:
1.
Aspek akademik meliputi nilai rapor
minimal 8,0, nilai UN/UAN/UASBN minimal 8,0, dan nilai tes masuk minial 8,0.
2.
Aspek psikis meliputi IQ minimal 125,
memiliki keberbakatan yang menonjol, memiliki kreativitas tinggi, dengan bukti
surat keteranga/piagam dan karya nyata.
3.
Memiliki prestasi bidang non akademik
dari berbagai kejuaraan serendah-rendahnya tingkat provinsi.
4.
Kesehatan fifik dengan surat keterangan
dokter.
5.
Minat dan kesanggupan dari siswa,
dibuktikan dari hasil tes minat dan dengan surat pernyataan.
6.
Dukungan dan persetujuan orangtua,
dengan surat pernyataan dan kesanggupan.
E.
KURIKULUM
SEKOLAH AKSELERASI
Kurikulum sekolah akselerasi pada
dasarnya sama dengan sekolah reguler, namun kurikulum akselerasi memfasilitasi
percepatan dan pengayaan belajar untuk mengembangkan siswa ke arah yang lebih
positif bagi perilaku kognitif, kreativitas, komitmen terhadap tugas, perilaku
kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual.. Oleh sebab itu kurikulum
akselerasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut.:
1.
Kurikulum yang menekankan pada materi
esensial dan dikembangkan melalui sistem pembelajaran yang dapat memacu dan
mewadahi integrasi antara pengembangan spiritual, logika, etika, dan estetika,
serta dapat mengembangkan kemampuan berfikir holistik, kreatif, sistemik, dan
sistematik, linier, konvergen, dan terfokus.
2.
Kurikulum dikembangkan secara
berdiferensiasi yang menyangkut empat dimensi yang saling berhubungan, yakni;
a.
Dimensi umum, yaitu kurikulum yang
memberikan keterampilan dasar, pengetahuan, pemahaman, nilai, dan sikap, yang
memungkinkan siswa berfungsi sesuai tuntutan masyarakat dan tuntutan pendidikan
pada jenjang yang lebih tinggi.
b.
Dimensi diferensiasi, yaitu kurikulum
yang berkaitan erat dengan ciri khas perkembangan siswa cerdas dan berbakat
istimewa, yang merupakan program khusus dan pilihan terhadap bidang studi
tertentu.
c.
Dimensi non akademik, yaitu bagian
kurikulum yang memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar di luar kegiatan
sekolah formal melalui media lain seperti radio, televisi, internet, CD-ROM,
wawancara pakar, kunjungan ke musium, dan sebagainya.
d.
Dimensi suasana belajar, yaitu
pengalaman belajar yang dijabarkan dari lingkungan keluarga dan sekolah. Iklim
akademik, sistem pemberian hadiah dan hukuman, hubungan antar sesama siswa,
hubungan antara guru dan siswa, hubungan antar guru, dan hubungan antara siswa
dan orangtua, merupakan unsur-unsur lingkungan suasana belajar yang menentukan
proses dan hasil belajar.
3.
Kurikulum berdiferensiasi dikembangkan
untuk memenuhi kebutuhan pendidikan siswa yang cerdas dan berbakat dengan cara
memberikan pengalaman belajar yang berbeda dalam arti kedalaman, keluasan,
percepatan, maupun dalam jenisnya. Modifikasi kurikulum dapat dilaksanakan
dengan cara:
a.
Mengenalkan isi kurikulum tertentu yang
tidak diperoleh siswa kelas reguler.
b.
Memberi materi pelajaran secara lebih
luas, mendalam, dan intensif.
c.
Memberi pengalaman baru yang tidak
terdapat dalam kurikulum umum.
d.
Memberi pengalaman belajar berdasarkan
keterlibatan masyarakat sekitar, melalui kerjasama dengan instansi baik
pemerintah maupun swasta bagi kepentingan siswa maupun instansi.
4.
Dalam pelaksanaannya, program kegiatan
belajar dapat dilakukan secara tatap muka dengan guru pembina, dengan pakar,
atau belajar sendiri berdasarkan bahan yang diberikan guru pembina atau yang
dipilih sendiri oleh siswa, atau berdasarkan modul pengayaan.
5.
Struktur program kurikulum sekolah
akselerasi sama dengan sekolah/kelas reuler, bedanya adalah tempo waktu
penyelesaian materi kurikulum yang lebih cepat dibanding sekolah/kelas reguler.
6.
Kegiatan belajar-mengajar diarahkan
pada terwujudnya proses belajar tuntas. Selain itu strategi pembelajaran juga
diarahkan untuk memacu siswa lebih aktif dan kreatif sesuai dengan bakat,
minat, dan kemampuan masing-masing siswa.
F.
STANDART
KOMPETENSI LULUSAN SEKOLAH AKSELERASI
Standar kompetensi lulusan sekolah
akselerasi diharapkan memiliki kemampuan:
1.
Kualifikasi perilaku kognitif: daya
tangkap cepat, mudah, dan cepat memecahkan masalah, dan kritis.
2.
Kualifikasi perilaku kreatif: rasa
ingin tahu, imaginatif, tertantang, dan berani mengambil resiko.
3.
Kualifikasi perilaku keterikatan
terhadap tugas: tekun, bertanggung jawab, disiplin, kerja keras, keteguhan, dan
berdaya juang.
4.
Kualifikasi perilaku kecerdasan emosi:
pemahaman terhadap diri sendiri, pemahaman terhadap orang lain, pengendalian
diri, kemandirian, penyesuaian diri, harkat diri dan budi pekerti.
5.
Kualifikasi perilaku kecerdasan
spiritual: pemahaman mengenai apa yang harus dilakukan siswa untuk mencapai
kebahagiaan bagi diri sendiri dan orang lain.
G.
KELEBIHAN
dan KELEMAHAN SEKOLAH AKSELERASI
1.
Kelebihan Sekolah akselerasi
Beberapa kelebihan atau plus atau
keunggulan atau keuntungan sekolah akselerasi adalah:
a.
Lebih memberikan tantangan dibandingkan
sekolah reguler.
b.
Memberi kesempatan untuk belajar yang
lebih mendekati kesesuaian dengan kemampuan, sehingga mendorong motivasi
belajar.
c.
Terstimulasi oleh lingkungan sosial
karena berada dalam satu kelas dengan siswa lain yang kemampuan intelektualnya
sebanding, sehingga lebih memberikan tantangan dan tidak memungkinkan
bermalas-malasan dalam belajar.
d.
Dapat lulus lebih cepat, sehingga dapat
meraih gelar sarjana atau doktor pada usia muda.
e.
Tidak banyak membebani biaya bagi orangtua
dan pemerintah. (Kolesnik: 1970)
Keunggulan tersebut didukung oleh
beberapa bukti empiris dari beberapa hasil penelitian seperti: Ablard, dkk
(1994) menemukan bahwa sebagian besar siswa cerdas merasakan sekolah akselerasi
membei dampak positif, materi pelajaran yang menantang, meningkatkan minat
baca, sehingga kemajuan belajarnya menjadi lebih cepat. Stanley dan Davidson
(1986) secara tegas mengatakan bahwa pengabaian terhadap prinsip akselerasi
dalam mendidik siswa cerdas dan berbakat akan merugikan siswa tersebut. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa sebaagian besar siswa cerdas dan berbakat
istimewa, baik laki-laki maupun perempuan menghendaki perlakuan akselerasi, dan
mengikuti program akselerasi dengan senang dan tanpa kesukaran. Gross (1999) menemukan
bahwa program akselerasi membuat siswa cerdas dan berbakat menyukai kegiatan
belajar mereka dan meningkatkan harga diri mereka.
Label ”unggul” yang diberikan
masyarakat kepada siswa sekolah akselerasi, dan kebanggaan mereka sebagai siswa
akselerasi secara psikologis membuat mereka menetapkan standar bagi perilaku
belajarnya, sehingga mereka lebih termotivasi dan memiliki komitmen untuk
memperoleh hasil belajar sesuai standar personalnya. Menurut Festiger (Slavin:
1991) bahwa label ”unggul” mampu membangun citra diri positif, dan dalam teori
disonansi kognitif bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan untuk menjaga citra
diri positif, dan jika kinerjanya tidak sesuai dengan citra diri positif yang
ia miliki, maka ia akan mengalami ketegangan atau rasa tidak nyaman atau discomfort.
Namun kadang kala discomfort itulah yang justru merupakan sumber
motivasi.
2.
Kelemahan Sekolah Akselerasi
Kolesnik (1970) disamping
mengemukakan kelebihan sekolah akselerasi juga mengemukakan kelemahannya.
Beberapa kelemahan sekolah akselerasi adalah:
a.
Kesempatan siswa untuk bersosialisasi
dengan teman sebayanya terusik, yang disebabkan siswa loncat kelas, jika mereka
pada sekolah reguler.
b.
Muncul problem sosial dan
emosional.
c.
Beban tugas yang terlalu banyak bisa
menjadi tekanan bagi kesehatan mental.
d.
Jika siswa loncat kelas pada
sekolah/kelas reguler, maka kesempatan latihan kepemimpinan berkurang karena
masalah fisik dan kematangan sosialnya belum sematang siswa lainnya.
e.
Akselerasi bidang mental intelektual,
dan kurang diikuti oleh perkembangan aspek lain.
Kelemahan sekolah akselerasi
tersebut juga didukung oleh beberpa hasil penelitian diantaranya: Gibson (1980)
mengatakan bahwa kelemahan utama sekolah akselerasi adalah menyangkut
penyesuaian sosial siswa. Nuraida, dkk. (2007) di Jakarta, menemukan beberapa
siswa SMA kelas akselerasi tidak memenuhi IQ minimal yang dipersyaratkan.
Akibatnya mereka harus belajar lebih keras, menggunakan sebagian besar waktunya
untuk belajar agar tidak tertinggal dari teman-temannya sekelas, sehingga tidak
punya waktu untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya. Gross (1994)
mengatakan bahwa program akselerasi tidak akan menimbulkan masalah pada
perkembangan sosial dan emosional siswa apabila pelaksanaan progam dirancang
secara matang dan dilakukan pemantauan terhadap performansi akademik siswa.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut diatas
tentang Sekolah Akselerasi (Kelebihan dan Kelemahan Ditinjau dari Psikologi
Pendidikan), maka dapat dsimpulkan sebagai berikut:
1.
Sekolah akselerasi (acceleration)
adalah penyelenggaraan pendidikan dimana mereka yang cerdas dapat belajar dan
menguasai materi secara cepat sesuai dengan kemampuan dan kematangan mereka,
dan jika perlu naik kelas secara loncat.
2.
Terdapat empat prinsip dalam
mengakomodasi perbedaan individual pada sekolah akselerasi yakni: (1) Siswa
masuk sekolah berdasar usia mental dan bukan usia kronologis. (2) Loncat kelas.
(3) Waktu pendidikan dipersingkat. (4) Masuk sekolah menengah atau universitas
lebih awal. Prinsip inilah yang diyakini efektif untuk mempercepat mencetak
bibit unggul dalam usia muda, akan banyak lahir doktor-doktor muda dalam usia
21 tahun. Hitung saja jika peserta didik masuk SD usia 6 tahun ditambah belajar
di SD 4 tahun, SMP 2 tahun, SMA 2 tahun, S1 3 tahun, S2 2 tahun, dan S3 2
tahun, maka lulus doktor pada usia 21 tahun. Dan bahkan mungkin dapat lebih
dipersingkat lagi, maka akan lahir banyak doktor pada usia muda. Oleh sebab itu
tidak heran jika di berbagai negara maju lahir doktor dalam usia belasan tahun.
3.
Terdapat tiga bentuk atau model
penyelenggaraan sekolah akselerasi yakni: (1) Kelas reguler, dimana peserta
didik berada dalam kelas reguler pada sekolah reguler namun memperoleh
perlakuan akselerasi sehingga dapat loncat kelas dan dapat menyelesaikan pendidikan
di sekolah itu lebih awal dibanding teman-temannya. (2) Kelas khusus, dimana
beberapa peserta didik dikelompokkan berada dalam kelas khusus pada sekolah
reguler namun memeperoleh perlakuan akselerasi sehingga dapat menyelesaikan
pendidikan di sekolah itu lebih awal dibanding kelas reguler. (3) Sekolah
khusus yakni beberapa peserta didik masuk pada sekolah khusus akselerasi
memperoleh perlakuan akselerasi dengan waktu pendidikan lebih singkat dibanding
sekolah reguler
4.
Kelebihan Sekolah akselerasi:
a.
Lebih memberikan tantangan dari pada
sekolah reguler.
b.
Memberi kesempatan untuk belajar yang
lebih mendekati kesesuaian dengan kemampuan, sehingga mendorong motivasi
belajar.
c.
Terstimulasi oleh lingkungan sosial
karena berada dalam satu kelas dengan siswa lain yang kemampuan intelektualnya
sebanding, sehingga lebih memberikan tantangan dan tidak memungkinkan
bermalas-malasan dalam belajar.
d.
Dapat lulus lebih cepat, sehingga dapat
meraih gelar sarjana atau doktor pada usia muda.
e.
Tidak banyak membebani biaya bagi orangtua
dan pemerintah.
5.
Kelemahan Sekolah Akselerasi:
a.
Kesempatan siswa untuk bersosialisasi
dengan teman sebayanya terusik, yang disebabkan siswa loncot kelas dan/atau
siswa berada pada sekolah/kelas tersendiri.
b.
Muncul problem sosial dan
emosional.
c.
Beban tugas yang terlalu banyak bisa
menjadi tekanan bagi kesehatan mental.
d.
Jika siswa pada sekolah/kelas reguler
dan loncat kelas, maka kesempatan latihan kepemimpinan berkurang karena masalah
fisik dan kematangan sosialnya belum sematang siswa lainnya.
e.
Akselerasi bidang mental intelektual, dan
kurang diikuti oleh perkembangan aspek lain.
f.
Sekolah akselerasi tidak akan
menimbulkan masalah pada perkembangan sosial dan emosional siswa apabila
pelaksanaan progam dirancang secara matang dan dilakukan pemantauan terhadap
performansi akademik siswa.
DAFTAR PUSTAKA
-
Conny
R Semiawan dan Djeniah Alim, Petunjuk Layanan Dan
Pembinaan Kecerdasan Anak (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 69
-
Direktorat
Pendidikan Dasar dan Menengah. 2003. Pedoman Penyelenggaraan Program Percepatan
Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. hlm. 39-47.
-
Reni
Akbar-Hawadi Dkk, Kurikulum Berdiferensiasi, ( Jakarta: Grasindo Widiasarana Indonesia, 2001), hlm.3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar