Jumat, 05 Februari 2016

Ranah afektif

RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan aspek hasil belajar ranah afektif?
2.      .Apa saja aspek penilaian aspek afektif?
3.      Apa saja jenis penilaian kepribadian?

TUJUAN
1.      Mengetahui Apa yang dimaksud dengan aspek hasil belajar ranah afektif
2.      Mengetahui aspek penilaian aspek afektif
3.      Mengetahui jenis penilaian kepribadian





BAB II
PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN RANAH AFEKTIF
Ranah Afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.Afektif berhubungan dengan emosi seperti perasaan, nilai, apresiasi, motivasi dan sikap.Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat di ramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi.
Pengukuran ranah afektif tidaklah semudah mengukur ranah kognitif.Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap saat (dalam arti pengukuran formal) karena perubahan tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu-waktu.Pengubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama.Demikian juga pengembangan minat dan penghargaan serta nilai-nilai.Di dalam petunjuk pelaksanaan penilaian pendidikan sejarah perjuangan bangsa (PSPB) disebutkan bahwa penilaian ranah kognitif bertujuan mengukur pengembangan penalaran, sedangkan tujuan penilaian afektif adalah sebagai berikut.
a.       Untuk mendapatkan umpan balik (feedback), baik bagi guru maupun siswa sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar-mengajar dan mengadakan program perbaikan (remedial program) bagi anak didiknya.
b.      Untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku anak didik yang dicapai, yang antara lain diperlukan sebagai bahan untuk perbaikan tingkah laku anak didik, pemberian laporan kepada orang tua, dan penentuan lulus tidaknya anak didik.
c.       Untuk menempatkan anak didik dalam situasi belajar-mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat pencapaian dan kemampuan serta karakteristik anak didik.
d.      Untuk mengenal latar belakang kegiatan belajar dan kelainan tingkah laku anak didik. (Depdikbud, 1983;2)
Sebelum melakukan penilaian terhadap aspek afektif, sama halnya dengan mengukur aspek kognitif, guru diharapkan mendaftar materi yang dicakup dihubungkan dengan TIU dan TIK-nya. Sebagai pengganti TIU adalah yang disebut sebagai nilai dasar.Di dalam PSPB nilai-nilai dasar yang dimaksud adalah hasil jabaran dari konsep dasar yang tercantum dalam GBHN 1983, yang kemudian dituangkan menjadi dasar kebijaksanaan pokok tentang pspb (Depdikbud, 1983, halaman 6).Selanjutnya nilai dasar tersebut diuraikan ke dalam nilai dan indikator. Untuk pspb ada 4 (empat) nilai dasar yang akan dicapai, yaitu:
1.      Kesadaran Nasional sebagai suatu bangsa.
2.      Sikap patriot.
3.      Kreatif dan inovatif.
4.      Kepribadian yang berdasarkan nilai, jiwa, dan semangat 1945 dan Pancasila.
Sebagai contoh penguraian menjadi nilai dan indikator adalah sebagai berikut:
Nilai dasar: Sikap patriot
Nilai: tahan uji/ulet/tahan menderita
Indikatornya antara lain:
Tidak mau berhenti bekerja sebelum pekerjaar selesai;
Tidak mudah putus asa menghadapi kesulitan dalam pekerjaannya
            Sebagai contoh penguraian menjadi nilai dan indikator adalah sebagai berikut :
Nilai dasar: sikap patriot
Nilai : tahan uji/ulet/tahan menderita
Indikatornya antara lain:
·         Tidak mau berhenti bekerja sebelum pekerjaan selesai
·         Tidak mudah putus asa menghadapi kesulitan dalam pekerjaan
Ciri-ciri belajar Afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku
seperti:
1. Perhatiannya terhadap mata pelajaran pendidikan agama islam kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran agama di sekolah.
2. Motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama islam yang di terimanya.
3. Penghargaan atau rasa hormat nya terhadap guru pendidikan agama islam.
Terdapat lima kategori utama afektif dari yang paling sederhana sampai kompleks yaitu: penerimaan, tanggapan, penghargaan, pengorganisasian, dan karakterisasi berdasarkan nilai-nilai atau internalisasi nilai.

B. Aspek Penilaian Ranah Afektif
oleh Krathwohl (1974) dan kawan-kawan di taksonomi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang yaitu:

1. Receiving (penerimaan) adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsang (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang dating dari luar. Receving juga sering disebut kesediaan untuk menyadari dan memperhatikan adanya suatu fenomena di lingkungannya.Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima niali-nilai yang diajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentikan diri dengan niali itu. Contoh hasil belajar afektif jenjang reveiving, misalnya: peserta didik menyadari bahwa disiplin wajib ditegakkan, sifat malas dan tidak berdisiplin harus disingkirkan jauh-jauh.
2. Responding (tanggapan) adalah memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya.  Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini adalah menekankan pada pemerolehan respon, berkeinginan memberi respon, atau kepuasan dalam memberi respon.Jenjang ini setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang receiving.Contohnya hasil belajar ranah afektif jenjang responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajari lebih jauh atau menggali lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisplinan.
3.Valuing(penghargaan) berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena atau kegiatan, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing merupakan tingkatan afektif yang lebih tinggi lagi daripada receving dan responding. Dalam kaitanya dengan proses belajar mengajar peserta didik tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk mengatakan “ itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu sudah mulai dicamkan dalam dirinya.Dengan demikian maka niali tersebut telah stabil dalam diri peserta didik. Contoh hasil belajar  afektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri peserta didik untuk berlaku disiplin, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
4. Organization (pengorganisasian) artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal, yang membawa perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai ke dalam satu system organisasi, termasuk di dalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimiliki.Contoh hasil belajar afektif jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh Bapak Presiden Soeharto pada Peringatan Hari Kebangkitan NasionalTahun 1995.Mengatur atau mengorganisasikan ini merupakan jenjang sikap atau nilai yang lebih tinggi lagi ketimbang receving, responding dan valuing.
5. Characterization by a Value or Value Complex (karakterisasi berdasarkan nilai-nilai),yakni keterpaduan semua system niali yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Di sini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hierarki nilai. Nilai itu telahtertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya.Ini merupakan tingkatan afektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana.Ia telah memiliki philosophy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki system nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama, sehingga membentuk katakteristik (pola hidup), tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah peserta didik sudah memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT yang tertera dalam al-Quran surat al-‘Ashr sebagai pegangan hidupnya dalam hal yang menyangkut kedisiplinan, baik kedisiplinan di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah masyarakat.

C. Skala Pengukuran Sikap

A. SKALA LIKERT: digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Contoh :. Preferensi 
1.Sangat Setuju
2.Setuju
3.Ragu-ragu
4.Tidak Setuju
5.Sangat Tidak Setuju
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial.Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.
Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan, baik bersifat favorable (positif) bersifat bersifat unfavorable (negatif).
Jawaban setiap item instrumen yang mengunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negative. Sistem penilaian dalam skala Likert adalah sebagai berikut:
Item Favorable: sangat setuju/baik (5), setuju/baik (4), ragu-ragu (3), tidak setuju/baik (2), sangat tidak setuju/baik (1)
Item Unfavorable: sangat setuju/ baik (1), setuju/ baik (2), ragu-ragu (3), tidak setuju/ baik (4), sangat tidak setuju/ baik (5).
Contoh :
No.
Pernyataan
Jawaban
SS
S
RR
TS
STS
1
Kita harus menjaga kebersihan
X
2
Kita harus mematuhi peraturan
X
3
…………………………………………………
SS   = Sangat Setuju                                         TS   = Tidak Setuju
S     = Setuju                                                     1STS = Sangat Tidak Setuju
RR  = Ragu-Ragu
B. SKALA GUTTMAN: Skala pengukuran dengan tipe ini, akan di dapat jawaban yang tegas, yaitu ya atau tidak, benar atau salah, pernahatau tidak, positf atau negatif, dan lain-lain. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dikhotomi (dua alternatif). Jadi kalau pada skala Likert terdapat interval 1,2,3,4,5 interval, dari kata “sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”, maka dalam skala Gutmann hanya ada dua interval yaitu “setuju atau tidak setuju”. Penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang di tanyakan.

Contoh :
Apakah anda setuju dengan kenaikan harga BBM ?
a. Setuju                      b. tidak setuju

C. SKALA THURSTONE: Skala Thurstone adalah skala yang disusun dengan memilih butir yang berbentuk skala interval. Setiap butir memiliki kunci skor dan jika diurut, kunci skor menghasilkan nilai yang berjarak sama. Skala Thurstone dibuat dalam bentuk sejumlah (40-50) pernyataan yang relevan dengan variable yang hendak diukur kemudian sejumlah ahli (20-40) orang menilai relevansi pernyataan itu dengan konten atau konstruk yang hendak diukur.
Adapun contoh skala penilaian model Thurstone adalah seperti gambar di bawah ini.
download

Nilai 1 pada skala di atas menyatakan sangat tidak relevan, sedangkan nilai 11 menyatakan sangat relevan.
Contoh : minat siswa terhadap pelajaran kimia,

No.
Pernyataan
Jawaban
7
6
5
4
3
2
1
1
Saya senang belajar kimia
2
Pelajaran kimia bermanfaat
3
Saya berusaha hadir tiap pelajaran kimia
4
Saya berusahan memiliki buku pelajaran kimia
Contoh lain : Angket yang disajikan menggunakan skala thurstone
Petunjuk : Pilihlah 3 (Tiga) buah pernyataan yang paling sesuai dengan sikap anda terhadap pelajaran matematika, dengan cara membubuhkan tanda cek (v) di depan nomor pernyataan di dalam tanda kurung.
(           )  1. Saya senang belajar matematika
(           )  2. Matematika adalah segalanya buat saya
(           )  3. Jika ada pelajaran kosong, saya lebih suka belajar matematika
(           )  4. Belajar matematika menumbuhkan sikap kritis dan kreatif
(           )  5. Saya merasa pasrah terhadap ketidak-berhasilan saya dalam matematika
(           )  6. Penguasaan matematika akan sangat membantu dalam mempelajari bidang studi lain
(           )  7. Saya selalu ingin meningkatkan pengetahuan & kemampuan saya dalam Matematika

D. SEMANTIK DIFERENSIAL: Skala diferensial yaitu skala untuk mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum di mana jawaban yang sangat positif terletak dibagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negative terletak dibagian kiri garis, atau sebaliknya.
Data yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala semantic differential adalah data interval.Skala bentuk ini biasanya digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang.
Contoh : Penggunaan skala Semantik Diferensial mengenai gaya kepemimpinan kepala sekolah.
Demokrasi
7
6
5
4
3
2
1
Otoriter
Bertanggung Jawab
7
6
5
4
3
2
1
Tidak Bertanggung Jawab
Memberi Kepercayaan
7
6
5
4
3
2
1
Mendominasi
Menghargai Bawahan
7
6
5
4
3
2
1
Tidak Menghargai Bawahan
Keputusan Diambil Bersama
7
6
5
4
3
2
1
Keputusan Diambil Sendiri

E. PENILAIAN (RATING SCALE): Data-data skala yang diperoleh melalui tiga macam skala yang dikemukakan di atas adalah data kualitatif yang dikuantitatifkan. Berbeda dengan rating scale, data yang diperoleh adalah data kuantitatif (angka) yang kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Seperti halnya skala lainnya, dalam rating scale responden akan memilih salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan.
Rating scale lebih fleksibel, tidak saja untuk mengukur sikap tetapi dapat juga digunakan untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lingkungan, seperti skala untuk mengukur status sosial, ekonomi, pengetahuan, kemampuan, dan lain-lain.Dalam rating scale, yang paling penting adalah kemampuan menterjemahkan alternative jawaban yang dipilih responden.

Contoh :
Kenyamanan ruang tunggu RSU Kartini :
5          4          3          2          1
Kebersihan ruang parkir RSU Kartini :
5          4          3          2          1








Tidak ada komentar:

Posting Komentar